Positif Covid-19, Suka Duka Hidup di Balik Jendela

325
SHARES
2.5k
VIEWS

Seorang teman berkata, “Kelak, kamu pasti akan mengingat setiap senja yang telah kamu lalui, dan menyadari betapa kuatnya kamu bisa melewati semua ini.” Demi Tuhan, ini bukanlah perjalanan yang mudah. Perjalanan yang membuat saya bersyukur setiap detiknya. Waktu berjalan begitu lambat. Jarak antara pagi dan petang terasa begitu panjang. Seolah menghitung hari, apa esok masih baik-baik saja atau sebaliknya? Covid-19 menjadi penentu bagi penantian dan Swab PCR test menjadi pintu kepastian.

KampusDesa.or.id–Hingga detik saya menuliskan ini, rasanya masih tidak percaya harus melalui hari-hari panjang itu. Dari Jakarta, ibu saya meminta pulang ke Tulungagung agar tidak terkena Covid-19. Qadarullah, saya malah terkena Covid-19 di Tulungagung. Manusia tidak akan bisa lari dari takdir. 

Ada 8 anggota keluarga saya yang terdampak Covid-19. Mbah Kakung, bulik-paklik, bulik, 2 sepupu, mama saya, dan saya. Mengapa bisa terjadi? Bulik-paklik saya baru menghadiri acara di Surabaya, di mana beliau bertemu dengan Gubernur Jawa Timur. Qadarullah setelah acara selesai ada berita bahwa beliau positif Covid-19. Langsung saja, bulik-paklik melakukan Rapid test Antigen, dan hasilnya reaktif. Keesokan harinya, beliau Swab PCR test. Tiga hari kemudian hasilnya keluar, dan keduanya positif Covid-19.

RelatedPosts

Sontak keluarga saya heboh. Bagaimana tidak, kami selalu berusaha menaati protokol kesehatan, termasuk tidak pernah absen memakai masker. Lalu, mengapa harus kami yang terdampak Covid-19? Sekali lagi, manusia tidak akan bisa lari dari takdir. Namun, barangkali Tuhan ‘sengaja’ menegur kami dengan Covid-19 ini untuk lebih menyadari betapa lemahnya kami di hadapan Tuhan. 

Dalam hidup, ada banyak hal yang terjadi di luar batas kemampuan kita sebagai manusia, yang membuat kita menyadari betapa lemahnya kita di hadapan Sang Pencipta. 

Singkat cerita, ada 6 tambahan manusia yang positif Covid-19 di keluarga saya. Bulik-paklik yang membawa oleh-oleh Covid-19 dari Surabaya sudah terlebih dahulu melakukan isolasi mandiri di rumah sebelah. Lalu kami, 6 orang yang lain (mbah kung, bulik, 2 sepupu, mama saya dan saya) melakukan isolasi mandiri di rumah bulik, tepatnya di lantai 2. Sementara yang negatif tinggal di rumah yang lain. Dokter melarang pasien positif Covid-19 untuk tinggal satu atap dengan yang negatif. 

Baca juga: New Normal, Dibalik Penularan Covid-19 Tenaga Medis

Hari demi hari kami lalui dengan tidak mudah. Jika biasanya kami dengan leluasa melakukan banyak hal di luar rumah, mau tidak mau harus dibatasi untuk sementara waktu. Lalu bagaimana dengan supply makanan kami? Mbah kung dan (almarhumah) mbah putri mempunyai 6 buah hati (5 putri dan 1 putra). Qadarullah, yang terkena Covid-19 adalah anak pertama, kedua, dan terakhir, sementara 3 anak lainnya membantu kami secara bergantian. Ada yang secara berkala mengirimkan makanan untuk kami, ada juga yang mengirimkan dari jauh, karena kebetulan ada yang tinggal di luar kota. 

Buku ini diproduksi oleh Kampus Desa Indonesia. Ditulis dari berbagai sudut pandang. Cocok untuk referensi lintas disiplin, baik bagi pelajar atau mahasiswa. Silahkan kunjungi link penjelasan buku.

Entah sudah berapa kotak masker yang menemani kami selama isolasi mandiri. Meski ada di dalam rumah, kami diharuskan memakai masker agar tidak terjadi penularan untuk kedua kalinya. Di antara kami berenam, saya adalah orang terakhir yang positif Covid-19. Jadi, saya ketika yang lain sudah berangsur pulih, saya baru memulai untuk berjuang.

Saya ingat betul, hasil Swab PCR test kedua keluar tanggal 14 Januari. Mengapa kedua? Karena Swab PCR test yang pertama saya negatif, namun bergejala. Swab PCR test pertama adalah hari Jum’at, hasilnya keluar hari Minggu. Hari Minggu malam saya mulai bergejala, kepala sangat berat dan saya demam. Dua hari kemudian, dokter meminta untuk Swab PCR test ulang, lalu hari Kamis, tepatnya 14 Januari 2021, hasilnya menunjukkan bahwa positif Covid-19.

 "Laa yukallifullaahu nafsan illaa wus'ahaa."
 "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya." (QS. Al-Baqarah: 286).

Hasil test Swab PCR test yang biasanya sudah keluar di pagi hari, menjelang petang hasilnya belum juga keluar. “Ah, paling negatif,” pikir saya meremehkan waktu itu. Saya juga merasa sudah baikan. Semula, saya merasa itu adalah flue biasa, karena tepat hari Kamis saya sudah berangsur pulih. Namun paginya, saya merasa ada yang aneh karena indra penciuman saya kurang berfungsi dengan baik. Lebih tepatnya saya tidak bisa membau.

Di situlah saya merasa antara iya dan tidak kalau saya sudah benar-benar pulih. Sekitar setelah adzan Isya’, saya mendapatkan pesan bahwa saya positif Covid-19. Setelah melihat surat hasil Swab PCR test yang tertera nama saya, saya bertanya kepada perawat “Mas, itu bulannya Juni, saya Mei, itu gak salah?”, tanya saya tidak terima.“Benar mbak, itu namanya benar,” tegasnya. “Baiklah, berarti Tuhan tahu saya bisa melewati semua ini.”  ucap saya dalam hati waktu itu.  

Baca juga: Meneladani Skill Belajar Imam Salaf, Nasehat Pendidikan Di Masa Pandemi Covid-19

Lucunya, gejala yang kami tidaklah sama. Jika saya mengalami demam – kepala pusing (sangat berat) – batuk pilek – badan nyeri – fungsi indra penciuman berkurang – nafsu makan berkurang. Berbeda dengan sepupu saya yang tidak mengalami demam dan nyeri di badan, bahkan nafsu makannya tidak berpengaruh sama sekali, dia tetap enak makan. Sepupu saya yang lain mengalami demam selama 3 hari dan batuk. Setiap orang memiliki gejala berbeda. Ada juga yang saudara yang indra penciumannya tetap berfungsi, namun dia mengalami batuk yang cukup parah.

Mau tidak mau, suka tidak suka, ada satu keadaan dalam hidup yang mengharuskan kita untuk melaluinya. Namun, kita juga harus meyakini bahwa Tuhan tidak memberikan cobaan melebihi kemampuan hamba-Nya.

Dalam kondisi yang tidak mudah, sejatinya yang kita butuhkan adalah dukungan dari orang-orang yang kita cintai dan mencintai kita. Kalimat “gimana kondisi kamu hari ini?”, juga pertanyaan kabar “kamu sudah baikan?”, dan motivasi “semangat yaa, kamu pasti bisa melalui ini!” rupanya memberikan energi positif bagi kami. Kesetiaan teman akan teruji ketika kita berada dalam kondisi yang sulit. Tuhan menunjukan dengan sangat gamblang.

Baca juga: Meneladani Skill Belajar Imam Salaf, Nasehat Pendidikan Di Masa Pandemi Covid-19

Alhamdulillah, kami mempunyai banyak saudara. Mbah kung dan bulik mempunyai banyak kolega, sahabat, dan juga teman, baik dari kalangan birokrat, ulama, dan juga tokoh masyarakat. Mereka tetap hadir dalam segala kondisi, memberikan motivasi baik secara moril dan materil. Benar saja, sejatinya manusia akan tampak ketika kita dalam keadaan terpuruk. Tuhan benar-benar menyingkap siapa sejatinya orang-orang yang ada di sekitar kita, siapa sejatinya orang-orang yang tulus dan tidak, orang-orang yang baik dan tidak, orang-orang yang memanusiakan manusia dan tidak. Sungguh, ini bukanlah hal yang mudah. 

Kesetiaan teman akan teruji ketika kita berada dalam kondisi yang sulit.

Setiap melihat jendela, saya melihat burung-burung beterbangan begitu bebasnya. Ah Tuhan, saya iri! Lirih saya waktu itu. Setiap sore, ada senja yang berbeda. Entah langit berwana biru, siluet merah jambu, atau putih abu-abu. Setiap hari, seperti ada harapan baru yang membuat kami ingin segera pulih. Di sini, saya menyadari pentingnya positive thinking dalam diri. Ketika kita berpikir positif, secara tidak langsung, diri kita akan turut menjadi positif.

Ketika masih ada orang yang berkata, “hallah, Covid-19 itu ndak ada”, semula saya juga cukup menyangsikan keberadaan Covid-19 dan terlalu angkuh untuk meyakini tidak akan positif Covid-19. Namun ternyata, keangkuhan itu langsung mendapatkan teguran dari Tuhan untuk menyadari ketidakberdayaan saya sebagai hamba-Nya.

Hari ini, tepat tanggal 13 Februari 2021, terhitung 1 bulan kurang 1 hari untuk pertama kalinya saya tahu bahwa saya positif Covid-19. Rasanya, perjuangan untuk melalui setiap detik masa karantina masih hangat dalam memori, dan ketika mengingat itu semua, saya hanya ingin mengucap syukur bahwa Tuhan masih memberikan kesempatan untuk merangkai kembali asa yang sempat terjeda.

Terimakasih untuk keluarga, sahabat, teman-teman yang senantiasa hadir di setiap kondisi kami. Menurut dr. Rivo Mario Warou Lintuuran, Sp.KJ, salah satu cara mengatasi dampak Covid-19 terhadap para pasien adalah dengan “tetap berkomunikasi”. Sederhananya, komunikasi untuk terus membangun pikiran-pikiran positif yang bisa mendorong pasien untuk segera pulih kembali.

Secara psikologis, orang yang terkena Covid-19 akan.. (bersambung)

Arsip Terpilih

Related Posts

Welcome Back!

Login to your account below

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.