Pribumisasi Maulid; Konservasi Kearifan Lokal

326
SHARES
2.5k
VIEWS

Kampusdesa.or.id–Bagaimana kalau maulid dikembangkan sebagai strategi aksi membela tanah kelahiran. Spirit kelahiran tidak lain sebagai awal keberkahan dan kemaslahatan. Ketika babat desa dimulai, sebuah kelahiran pun dimulai. Di tempat tersebut kehidupan manusia mulai tumbuh dan berkembang. Maulid Nabi Muhammad SAW adalah ingatan mengingat kelahiran nabi. Tetapi di Sekarbanjar Festival, maulid kenabian adalah spirit untuk menjaga tanah kelahiran dusun Genting sebagau teknik membangkitkan ingatan bahwa di dusun ini lahirkan seorang yang diyakini berjasa. Pribumisasi maulid menjadi tafsir lokalitas untuk mengingatkan warga bahwa dusun Genting adalah lokasi yang perlu dijaga sebagai kelangsungan hidup (sustainable life) yang lestari.

Inspirasi maulid dari Pos Genting

“Saya ini berpikir cukup lama. Dusun Genting yang sudah dikepung perumahan dengan penghuni para pendatang, atau orang dusun sini yang memilih tempat di perumahan Grand Alina, Al-Fath, serta berbagai branding al al laiinya, apa nantinya orang Genting ini akan tersingkir. Apalagi yang asli orang Genting hanya dalam lingkup empat RT. Diakui atau tidak, tingkat pendidikan penduduk asli Genting jelas akan kalah dengan para pendatang yang tinggal di perumahan,” tutur tokoh masyarakat di dusun ini.

RelatedPosts

Kami yang semula makan ketela pohon seperti tersedak. Bisu, diam, setengah kaget. Saya sendiri bergumam dalam hati, “orang ini kok aneh, orang kampung aneh. Kritis, memiliki kesadaran komunitas. Kalau orang kampusan wajar. Ini orang kampung tetapi memiliki ketajaman pandangan.” Saya hanya diam seribu bahasa.

Kami yang duduk di dekatnya, saling pandang. Seolah kami diajak berdiskusi melakukan perlawanan. Suara yang sedikit bernada prihatin muncul.

“Bagaimana nantinya pemimpin setingkat RW ini jika dipimpin para pendatang. Mereka tidak tahu sejarah babat tanah Genting. Genting tumbuh dengan penduduk yang memiliki seni dan budaya adiluhung. Barian, ritual tradisi, nyadran, Selo-an setiap tanggal 13 Selo. berbagai budaya tanah kelahiran mewariskan berbagai cara hidup berbudaya dan tradisi. Kekayaan ini menunjukkan budaya yang membentuk kehidupan Genting.” Keluh seorang tokoh di Genting.

“Melihat latar belakang pendidikan orang asli Genting, pastinya di suatu saat nanti, orang-orang Genting tidak lagi akan menjadi pemimpin. Di saat para pendatang mulai menjadi bagian dari warga, mereka tidak berjejak pada nilai-nilai kelahiran Genting. Apalagi evolusi perumahan dan ideologisasi agama eksklusif akan berdampak pada perbenturan budaya. Sedangkan orang-orang Genting memiliki garis kelahiran yang kuat  dengan alam (seperti Sumber Serut yang identik dengan sesepuh kelahiran Genting, mbah Serut), Mbah Arti (sesepuh yang selalu menjadi bagian dari ngalap berkah) saat warga Genting memiliki hajat.” Upacara tradisi buak iber-iber sebagai bagian dari tradisi berdoa mendapatkan keselamatan sebelum punya hajat.”   Sambung refleksi kritis tokoh Genting sembari meneguh secangkir kopi.

“Contohnya Sumber Serut, kalau perumahan yang dibangun di sini menggerus sumber, jelas sumberdaya air sebagai milik dan sumber kehidupan orang Genting bisa punah.”

Sembari memegang cangkir kopi, Ki Aji lantas menaikkan suaranya dan berujar, “contohnya Sumber Serut, kalau perumahan yang dibangun di sini menggerus sumber, jelas sumberdaya air sebagai milik dan sumber kehidupan orang Genting bisa punah. Padahal, Sumber Serut ini bagian dari kekuatan hidup sejak dulu masyarakat Genting. Pun demikian dengan menghormati leluhur (nenek moyang)  yang didanyangan Genting seperti mbah Serut dan Mbok Arti, pasti tidak menjadi kebanggaan bagi para pendatang. Apalagi jikalau mereka menganggap bid’ah praktik menghormati para leluhur Genting tersebut,” sruput suara tegukan kopi Ki Aji.

Sekarbanjar; etnografi pribumisasi maulid

Gus Fat langsung menyahut, “begini saja Ki Aji, maulid Nabi Muhammad SAW kita jadikan saja sebagai bagian dari cara guyub masyarakat Genting untuk menyadari arti penting perjuangan leluhur dan menguatkan kesadaran konservasi sumberdaya alam dan tradisi yang sudah diwariskan para leluhur.”

Sontak sejumlah orang yang duduk terdiam.

“Gus Fat ini sudah gila ya. Masak maulid Nabi dibawa seperti itu. Syirik bro. Apa kata Kyai dan NU pada kita, Lesbumi.” Tegas Mbak Sindu bernada marah mendengar Gus Fat berseloroh ngawur.

“Ketika kelahiran Genting menjadi spirit hidup, bagaimana peringatan maulid Nabi Muhammad SAW juga dapat didialogkan dengan perjumpaan kelahiran masyarakat setempat”

“Loh, maulid itu kan memperingati kelahiran nabi. Biar tidak a-historis dengan kehidupan masyarakat Genting, apa salahnya kita mencoba mengenali keutamaan Genting dengan mengungkap sejarah kelahiran Genting, prasasti yang ada,  budaya yang lahir dari Genting. Ketika kelahiran Genting menjadi spirit hidup, bagaimana peringatan maulid Nabi Muhammad SAW juga dapat didialogkan dengan perjumpaan kelahiran masyarakat setempat sehingga mendapat nilai setara. Cara ini seperti Walisongo berdakwah kan.” Gus Fat berusaha meyakinkan kepada audiens ngopi di sudut pos Genting.

“Berarti Sekarbanjar merupakan media menyetarakan semangat kelahiran (asal-usul) Genting dengan semangat kelahiran Nabi Muhammad SAW .” Sahut secepat kilat Mbah Sindu menimpali pernyataan Gus Fat.

“Betul mbah Sindu. Lesbumi itu fleksibel. Kita masuk di ranah konservasi kebudayaan lokal saja. Malah Walisongo kita jadikan sanda perjuangan. Oleh karena itu di Sekarbanjar, kita akan mengangkat Sumber Serut sebagai warisan budaya, pedayangan kita hormati sebagai bagian dari jasa lelulur, prasasti Genting kita angkat sebagai sejarah hidup orang Genting, pameran pusaka, diskusi bertema Genting dan nampak tilas kelahiran dusun. Upacara tradisi yang ada kita angkat sebagai laku semangat menjaga mental dan spiritualitas. Di titik ini, dialog kenabian kita tempatkan dengan semangat berbudaya. Ujungnya selain kenal Nabi Muhammad, mereka juga bisa memahami bahwa kelahiran Nabi Muhammad juga bagian dari menghargai leluhur yang melahirkan jiwa hidup di masyarakat sekitar. Insya Allah, kita berharap Gusti Allah merdihoi jalan Lesbumi.” Gedog palu Gus Fat memecah kesunyian malam di Pos Genting.

Semua  pengurus Lesbumi yang hadir terdiam, Ki Aji sebagai Ketua RW mewakili tokoh masyarakat merasa punya inovasi setelah jenuh melihat peringatan Maulid Nabi yang begitu-begitu saja hatinya terbakar dan manggut-manggut seolah mengamini konsep Sekarbanjar. Mari hadir merawat Kearifan Lokal dengan semangat pribumisasi Maulid Nabi pada tanggal 6 sampai dengan 8 Oktober2023 di dusun Genting, Merjosari, Lowokwaru, Kota Malang.

Picture of Mohammad Mahpur

Mohammad Mahpur

Ilmuan Psikologi Sosial, Peace Activist and Gusdurian Advisor, Writer, Pemberdaya Masyarakat dan Komunitas. Founder Kampus Desa Indonesia. Memberikan beberapa pelatihan gender, moderasi beragama, dan metodologi penelitian kualitatif, khusus pendekatan PAR

Arsip Terpilih

Related Posts

Welcome Back!

Login to your account below

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.