Balewiyata dan Gus Dur; Situs Toleransi Malang yang Perlu Dirawat

Kampusdesa.or.id–Studi Intensif Kristen Islam (SIKI), menjadi wadah dialog lintas iman di Malang yang sudah lahir era 1990-an. SIKI merupakan program kajian mendalam untuk mengetahui berbagai sumber doktrin dari agama yang berbeda (Islam dan Kristen). Kegiatan ini diikuti oleh orang-orang penting baik dari Muslim dan Kristen secara nasional selama satu bulan. Selain kajian, SIKI juga memberikan pengalaman perjumpaan lintas-iman secara nyata melalui live-in di keluarga atau tempat tinggal berbeda agama yakni di pesantren dan gereja (Retnowati, 2013). Mereka yang pernah ikut adalah sejumlah tokoh penting (santri, jemaah Kristen, calon pendeta). Salah satu santri yang sekarang menjadi pengurus PCNU pernah berseloroh, “saya ini pernah lo menjadi alumni SIKI.” SIKI lahir dari hubungan positif pesantren dan GKJW di Jawa Timur untuk meningkatkan hubungan “saling mengenal dan belajar membangun persaudaraan sejati antaragama dalam masyarakat majemuk” (Retnowati, 2013). SIKI menjadi tonggak penting prakarsa perjumpaan lintas iman yang memiliki pengaruh nasional dari Malang.

Kala itu, relasi Gus Dur dan Balewiyata dinaungi dalam spirit relasi Persaudaraan Sejati.

Mengapa begitu? SIKI (era 1990-an) sebenarnya lahir dari proses panjang metamorfosa SAA (Studi Agama-agama, 1970an), SITI (Studi Intensif Tentang Islam, 1988), terikat oleh jejak sang tokoh penting bapak pluralisme, Gus Dur (Abdurrahman Wahid). Bersama Pdt Sri Wismoadi Wahono, Gus Dur sudah berkiprah di Balewiyata untuk mengajar, bahkan menurut sumber sejak 1974 sampai 1981 (7 tahun) Gus Dur setiap bulan hadir (Gus Dur Ajarkan Persaudaraan Sejati Di Malang, 2019; Jazuli, 2021). Kala itu, relasi Gus Dur dan Balewiyata dinaungi dalam spirit relasi Persaudaraan Sejati. Meski SIKI sekarang tinggal sejarah, namun, perjumpaan intensif saya dengan para tokoh GKJW meyakinkan saya bahwa Gus Dur memiliki komitmen substansial dalam menciptakan toleransi. Balewiyata, sebuah tempat pembelajaran keruhanian dan pengetahuan keagamaan GKJW, ternyata menjadi tempat penting di Malang dalam menciptakan kesadaran utuh mengenai pluralisme agama.

RelatedPosts

Baca juga: Rembug komunitas; Gusdurian Malang Tawarkan Peluang Menjadi Aktifis Penggerak

Persaudaraan sejati diangkat untuk merespon persitiwa Situbondo. Menurut sumber dari situs GKJW (2019), semangat mengikat perbedaan dalam persaudaraan dengan visi Persaudaraan sejati diusung oleh Pdt. Sri Wismoady dari GKJW dan Gus Dur. Narasi yang berani ketika situasi anti-kekristenan begitu kuat, justru Gus Dur merapat untuk menjalin persaudaran dengan umat Kristen. Nilai kekesatriaan Gus Dur menunjukkan kepada kita bahwa persaudaraan sesama anak bangsa Indonesia tidak boleh terancam oleh komoditas konflik atasnama sentimen keagamaan. Balewiyata sebagai persinggahan Gus Dur dalam menerima narasi Persaudaraan Sejati sesama anak bangsa yang didengungkan dari Balewiyata, merupakan spiritualitas kemanusiaan yang diterima sebagai counter-narasi atas kebencian agama.

Balewiyata dan Petilasan Gus Dur

Balewiyata adalah petilasan Abdurrahman Wahid. Cerita  tentang Gus Dur di Balewiyata bukan semata tentang keilmuan, ketokohan, dan sekarang seorang Bapak Pluralisme Indonesia yang kita bayangkan sebagai sosok formal, berwibawa, dan seorang Presiden yang berpengaruh di dunia. Gus Dur dari Balewiyata dinarasikan sebagai seorang manusia biasa yang cair, hamble, dan dipenuhi kisah-kisah persaudaraan. Justru yang saya dengar bukan keilmuan yang lahir dari penuturan Gus Dur, tetapi kisah hubungan intens dan alamiah dari beliau dengan para tokoh Gereja Kristen Jawi Wetan di Balewiyata.

Petilasan adalah memori antropologis yang mengakar di suatu tempat di mana seorang tokoh penting sempat singgah atau berjejak. Bahkan, karena sering bolak balik, Gus Dur disedikan kamar khusus di Balewiyata yang hari ini masih ada (Jazuli, 2021). Inilah kehadiran Gus Dur menjadi memori tak hilang di para pendeta GKJW. Gus Dur selalu diceritakan sebagai subyek yang terbuka, akrab, layaknya dalam sebuah pertemanan. Meskipun beliau sebagai pemilik nasab kyai penting pendiri NU, tetapi kebersahajaan beliau dalam narasi Balewiyata memiliki kesan istimewa. Yakni, sosok Muslim tetapi begitu membaur dalam lingkungan Kristen. Persinggahan dan jejak Gus Dur di Balewiyata memberikan kesan penting (petilasan) hubungan Islam Kristen yang wajib dilanjutkan.

Ketika seorang Pendeta Balewiyata mengajukan proposal mendirikan lembaga toleransi yang diharapkan dapat didirikan di Jakarta agar lebih berpengaruh, justru Gus Dur menjawab, sebaiknya didirikan di Malang saja.

Alkisah, seorang Pendeta di Balewiyata memiliki hubungan dekat dengan Gus Dur layaknya teman yang menembus perbedaan keyakinan. Kisah beliau berdua diibaratkan sebagai dua teman yang saling terbuka untuk mendiskusikan berbagai masalah remeh temeh sampai masalah bangsa. Kisah ini saya dapatkan ketika saya menelopon istri dari seorang pendeta di Balewiyata. Seorang perempuan ini menegaskan, Gus Dur dan Bapak itu seorang teman akrab sekali. Bahkan ketika seorang Pendeta Balewiyata mengajukan proposal mendirikan lembaga toleransi yang diharapkan dapat didirikan di Jakarta agar lebih berpengaruh, justru Gus Dur menjawab, sebaiknya didirikan di Malang saja. Nampaknya, saya menangkap bahwa hubungan seduluran Gus Dur dengan tokoh di Balewiyata memberikan isyarat jikalau Malang menjadi situs penting untuk mendistribusikan laku hubungan lintas agama yang memanusiakan, sebagaimana Gus Dur waktu itu yang menjadi bagian penting dari visi GKJW, dalam membangun Persaudaraan Sejati. Balewiyata ditinggali sebuah jejak (petilasan) bagi tumbuhnya keteladanan seduluran kemanusiaan.

Baca juga: 40 days of Kanjuruhan Tragedy and Interfaith Prayers

Kisah lain baru saja saya dapatkan beberapa waktu lalu sebelum saya menulis esai ini dari seorang Komandan Banser di PCNU Kota Malang yang mengisyaratkan Gus Dur bergerak senyap membibit toleransi dari Balewiyata. Kebetulan antara Balewiyata dengan kantor PCNU Kota Malang berjarak tidak lebih dari satu kilometer. Sang Banser ini mengisahkan, “waktu saya kecil, saya sering diminta bapak saya untuk memberikan penerangan jalan di persawahan belakang Balewiyata ketika ada seseorang yang melintasi jalan tersebut di kegelapan. Ayah saya waktu itu menyuruh saya untuk menerangi seseorang yang sedang pulang dan pergi dari Balewiyata ke sebuah penginapan. Waktu itu, memang ayah saya sering berkata akan mengikuti pengajian ke Balewiyata dari seorang kyai NU. Ternyata, orang itu sekarang saya kenal sebagai Gus Dur.” Begitulah kesan jejak Gus Dur lebih alamiah di Balewiyata Malang.

Saat saya tanya tentang SIKI mengungap sejumlah penuturan dari para tokoh di GKJW mengatakan, “disaat NU dan Muhammadiyah masih belum begitu bisa mencair, Gus Dur begitu ringan berada di perlintasan agama-agama.”

Khudori Soleh, Peneliti Pluralisme Agama dari UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

Balewiyata membentuk alam toleransi yang penting dalam kehidupan hubungan lintas agama di Malang. Di Balewiyata ini juga telah melahirkan Perempuan Antarumat Beragama (PAUB) Kota Malang sementara tempat lain belum ada. Menurut Mufidah Kholil, founder PAUB kota Malang dari Muslim menyatakan, “sebelum lahir komunitas lintas iman perempuan, bahkan kemunculan FKAUB Malang (Forum Komunikasi Anta-Umat Beragama) yang mengilhami pembentukan FKUB di Indonesia, PAUB telah lebih dulu ada.” Seorang peneliti pluralisme agama dari Malang, Khudori Soleh, saat saya tanya tentang SIKI mengungap sejumlah penuturan dari para tokoh di GKJW mengatakan, “disaat NU dan Muhammadiyah masih belum begitu bisa mencair, Gus Dur begitu ringan berada di perlintasan agama-agama.” Tidak dipungkiri, sejumlah tokoh muslim dari kampus Islam Negeri (dulu IAIN) di Malang pun, Balewiyata juga menjadi bagian dari persinggahan dialog lintas iman. Balewiyata memberikan jejak penting di Malang sebagai arena juang terbuka bagi persinggahan lintas agama tanpa ragu.

Haul Gus Dur dan Situs Toleransi Malang

Saya dan teman-teman Gusdurian lintas agama pun sering keluar masuk Balewiyata. Bahkan saya sudah tahu ke mana saya harus sholat di Balewiyata ketika jam sholat tiba.

Buku jalan damai lahir dari Balewiyata melalui Workshop Gerakan Menulis untuk Perdamaian.

Balewiyata seperti rumah utama Gusdurian Malang. Nampaknya ada alasan historis yang menjadi magnet at-home. Mengulik tulisan Retnowati (2013), SIKI telah berkontribusi terhadap kesadaran relasi Islam Kristen, terutama santri dan jamaah GKJW. Apalagi SIKI lahir dari situasi konflik Islam-Kristen, hingga transisi dari Orde Baru ke Reformasi. SIKI menjadi perjumpaan berani dalam menciptakan relasi baru santri-pendeta. Kini, Gusdurian pun menempatkan Balewiyata seperti rumah sendiri dalam berbagai kegiatan, seperti pelatihan damai lintas agama, penulisan jalan damai Gusdurian Malang, dan berbagai kegiatan lintas agama dari tahun ke tahun. Balewiyata dan para Pendetanya menjadi teman akrab dalam merawat gerakan Gusdurian Malang. Saya dan teman-teman Gusdurian lintas agama pun sering keluar masuk Balewiyata. Bahkan saya sudah tahu ke mana saya harus sholat di Balewiyata ketika jam sholat tiba. Beberapa Pendeta Balewiyata juga sebagai pemrakarsa kelahiran Gusdurian Malang. Rasa keterhubungan ini ternyata dibentuk oleh jejak yang mengakar bagaimana Balewiyata sejak awal memberikan peran penting mengupayakan perdamaian agama dalam masyarakat majemuk di Malang.

Haul Gus Dur yang rencananya diselenggaran di bulan Februari 2023 bertempat di Balewiyata bagi saya menjadi momen memoles jejak Gus Dur. Haul kali ini tidak hanya soal Balewiyata yang mudah disambati Gusdurian Malang. Nampak kemudahan itu karena Gus Dur menjadi sosok penting yang berani menggugah kesadaran dan keberanian bagaimana santri dan pendeta tanpa prasangka berhubungan dalam rasa damai melalui kesaksian hidup berbeda agama secara langsung.

Balewiyata, menurut saya, layak dijadikan tempat petilasan Gus Dur. Entah akan disimbolisasi dengan ikon tertentu atau kreasi lain yang mengikat memori bahwa Gus Dur menjadi sosok yang menempatkan Balewiyata sebagai bagian dari pahatan toleransi di Malang yang sangat berani (keksatriaan) tempo itu. Siapa yang akan melakukan ini? Atau kita cukup melanjutkan petilasan Gus Dur dengan menghidup Balewiyata sebagai rumah toleransi yang terbuka diakses oleh umat lintas agama di Malang. Atau, Gusdurian Malang akan menjadikan Balewiyata sebagai pusat pendidikan toleransi Indonesia?

Daftar Bacaan

Gus Dur ajarkan persaudaraan sejati di Malang. (2019). Gereja Kristen Jawi Wetan. https://gkjw.or.id/feature/gus-dur-ajarkan-persaudaraan-sejati-di-malang/

Jazuli, M. (2021). Khofifah kunjungi kamar dan kelas Gus Dur mengajar di GKJW Malang. Nuonline. https://jatim.nu.or.id/pemerintahan/khofifah-kunjungi-kamar-dan-kelas-gus-dur-mengajar-di-gkjw-malang-1H3Pj

Retnowati, R. (2013). Jaringan Sosial Gereja Kristen Jawi Wetan (Gkjw) Dengan Pondok Pesantren Di Malang Jawa Timur. Analisa. https://doi.org/10.18784/analisa.v20i1.4

Picture of Mohammad Mahpur

Mohammad Mahpur

Ilmuan Psikologi Sosial, Peace Activist and Gusdurian Advisor, Writer, Pemberdaya Masyarakat dan Komunitas. Founder Kampus Desa Indonesia. Memberikan beberapa pelatihan gender, moderasi beragama, dan metodologi penelitian kualitatif, khusus pendekatan PAR

Arsip Terpilih

Related Posts

Welcome Back!

Login to your account below

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.