Gusdurian, Dialog Lintas Agama dan Lintas Negara

326
SHARES
2.5k
VIEWS

Gus Dur tidak saja fenomenal di Indonesia. Buah ketekunan gerakan GUSDURian sebagai kekuatan nilai, jejak perwajahan Gus Dur sebagai sebuah gagasan seputar demokrasi, kemanusiaan, dan keagamaan mulai tumbuh di berbagai negara. Pengaruh beliau tidak mengandang, tetapi semakin bertaburan secara global alias menginternasional.

Kampusdesa.or.id–Isu keagamaan dan krisis kemanusian masih saja berbelit di Indonesia dan Asia Tenggara, bahkan terjadi di masa pandemi COVID-19. Dalam rangka Haul Gus Dur ke-11 yang diinisiasi oleh Gusdurian Kuala Lumpur berkolaborasi dengan Gusdurian Thailand, acara webinar ini mengangkat tema “Gus Dur dan Dialog Lintas Agama”.

Acara yang diselenggarakan pada Hari Sabtu, 20 Februari 2021 ini dibuka oleh Koordinator GUSDURian Kuala Lumpur, perwakilan penggerak GUSDURian Thailand, dan Mbak Alissa Wahid, selaku Koordinator Nasional Jaringan GUSDURian. Mbak Alissa Wahid menyampaikan rasa senang beliau karena tidak merasa sendiri dalam memperjuangkan nilai-nilai yang telah diteladankan Gus Dur dan semoga dengan acara ini dalam mengumpulkan kembali cerita-cerita Gus Dur yg tercecer di kawasan Asia Tenggara.

RelatedPosts

Webinar ini diawali dengan penyampaian materi oleh Prof. Rosalia Sciortino dari Institute for Population and Social Research Mahidol University dan Sea-Junction. Beliau membagi materinya ke dalam beberapa poin pembahasan terkait relevansi pemikiran Gus Dur dengan Thailand dan ASEAN serta mahasiswa Indonesia di Thailand.

Prof. Lia menyampaikan bahwa sosok Gus Dur dan pemikirannya sangat relevan dan berpengaruh pada nilai demokrasi dan kemanusian di Asia Tenggara baik Myanmar, Filipina dan Thailand, khususnya Thailand selatan. Gus Dur telah berjuang menolak kekerasan dan diskriminasi kaum minoritas di Asia Tenggara. Demokrasi dalam keluarga yang diusung oleh Gus Dur juga menjadi penting karena itu adalah refleksi demokrasi dalam negara.

Materi kedua disampaikan oleh Mr. Mohammed Imran, dari the Reading Group Singapore. Beliau mengatakan bahwa Singapore tidak memiliki sosok seperti Gus Dur yang dimiliki Indonesia. Namun, beberapa tahun ke belakang ada kelompok Islam progresif yang bergerak dengan meneladankan nilai-nilai seperti yang diajarkan Gus Dur.

Gus Dur mengajarkan kita pada sisi Islam yang moderat, toleran, dan pluralis karena sangat penting menjalani kehidupan harmonis dengan kelompok lain yg berbeda agama dan tidak lupa adanya keberagaman di dalam agama islam itu senditri sehingga perlunya ajakaan dialog intrafaith.

Di sesi ketiga, narasumbernya adalah Mr.Amirul Mukminin berkebangsaan Malaysia. Ia bercerita saat dulu ia belajar di pesantren di Malaysia, ustadznya melarang untuk menjadi seperti Gus Dur yang pluralis dan liberal. Namun, ia tidak meyakini hal tersebut dan saat membaca tulisan Gus Dur, ia yakin dan mulai jatuh cinta dengan prinsip yang dibawakan oleh Gus Dur sebagaimana Rasulullah ajarkan bahwa Islam adalah rahmatalil ‘alamin. Sehingga ia mendirikan Warung Neotradisionalis dengan teman-teman pesantren-nya untuk menggerakan islam seperti nilai-nilai Gus Dur.

Gus Dur mengajarkan bahwa Islam adalah sebagai tauladan dan pelindung agama lain. Gus Dur telah melakukan pendekatan dengan humour atau dalam Bahasa Malaysia, lawak sehingga islam itu dikenal dengan ramah, bukan marah.

Terakhir, dari Ahmad Mufid sebagai Direktur Klasika Lampung. Ia menekankan bahwa Gus Dur telah dulu meyakini bahwa Indonesia memiliki banyak etintas sehingga jalan satu-satunya mengakomodir hal ini adalah melalui dialog. Oleh karena itu perlunya kita untuk melestarikan budaya dialog tersebut agar tidak mati.

Sesi diskusi tanya jawab yang berlangsung sangat menarik dan interaktif, ada peserta webinar yang menanyakan tekait pengaruh Gus Dur pada kelompok minoritas di negara lain. Mbak Alissa menceritakan bahwa ada twit ada seorang muslim Uyghur di Australia yang mengenal Gus Dur karena Gus Dur telah banyak menolong dan memberikan bantuan dengan muslim minoritas Uyghur.

Selain itu saat Mbak Alissa menyambut pemuka agama dari Mindanau di Filipina, ada seorang tokoh muslim yang menangis karena merasa berutang budi dengan Gus Dur. Gus Dur telah memperjuangkan hak-hak minoritas mereka di Mindanau dan untuk membangun sekolah dan masjid.

Di akhir, Mbak Alissa Wahid menutup dialog dengan menyampaikan, “Melalui diskusi seperti ini dapat memperluas wawasan dan melihat sesuatu dari kacamata yg lebih luas. Bukan bahnya lokalitas namun juga regional yang lebih luas. Dan semoga dapat memperkuat gerakan kita di setiap ruangan tersebut, sehingga semakin memperluas kiprah dan sumbangsih bagi negara dan komunitas dimanapun berada”.

Semoga dialog ini dapat menjadi pioneer dalam penguatan penyebaran 9 nilai utama Gus Dur di Kawasan Asia Tenggara. Gus Dur telah meneladankan, saatnya kita meneruskan. [Childa/Ocha/NH]

Arsip Terpilih

Related Posts

Welcome Back!

Login to your account below

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.