Malang, Kampus Desa – Dalam rangka memperingati 15 tahun wafatnya KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Gusdurian Malang Raya bekerja sama dengan Pesantren Rakyat Al-Amin Sumber Pucung menggelar acara Dialog Kebangsaan bertema “Menajamkan Nurani, Membela yang Lemah.” Acara ini merupakan refleksi atas nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan keberpihakan kepada kaum lemah yang selalu diperjuangkan oleh Gus Dur.
Baca juga: Menyaudara Melampaui Toleransi: Menggali Jejak Gus Dur di Malang
Diselenggarakan pada Minggu, 30 Desember 2024, pukul 13.30–17.00 WIB, acara ini menghadirkan tokoh-tokoh lintas agama, pejabat daerah, dan perwakilan organisasi masyarakat di Malang Raya. Beberapa tokoh penting yang hadir adalah KH. Abdullah Sam, Bhikkhu Jayamedho Thera, RP. Hemriku Suwaji, Pendeta Tamariska, dan Dr. Mohammad Mahpur. Kehadiran mereka mencerminkan pluralisme yang selalu dijunjung tinggi oleh Gus Dur.
Penampilan Budaya dan Dialog Berwawasan Kebangsaan
Acara ini dimulai dengan pertunjukan budaya, seperti Tari Sufi yang diiringi syair Tanpo Waton, Tari Gambyong, dan Tari Jaripah dari GKJW Banyuwangi. Penampilan ini menjadi simbol harmoni dalam keberagaman yang sesuai dengan semangat perjuangan Gus Dur.
Balewiyata dan Gus Dur; Situs Toleransi Malang yang Perlu Dirawat
Dialog Kebangsaan membahas isu-isu aktual, termasuk penguatan toleransi, peran agama dalam membela kaum marginal, dan langkah konkret untuk menciptakan keadilan sosial. Tokoh lintas agama sepakat bahwa pentingnya menanamkan nurani yang jujur dan bersih harus menjadi pijakan dalam kehidupan berbangsa.
Baca juga: Balewiyata-Unisma; Situs Toleransi Gereja-Pesantren di Malang
Petisi Bersama untuk Keberagaman
Sebagai bentuk aksi nyata, acara ini diakhiri dengan penandatanganan petisi yang menyoroti kasus-kasus penolakan pendirian tempat ibadah di Malang. Isi petisi tersebut meliputi:
- Menghormati hak setiap warga negara untuk memeluk agama sesuai keyakinan masing-masing.
- Mendorong masyarakat yang menolak pendirian tempat ibadah agar memberikan hak sesuai konstitusi.
- Meminta pemerintah daerah mengawal proses legalitas tempat ibadah.
- Mengajak ormas keagamaan menjadi penjaga moral dan nilai-nilai konstitusi.
- Mendorong masyarakat untuk aktif mengawasi penyelenggaraan negara demi kesejahteraan rakyat.
KH. Abdullah Sam, pimpinan Pesantren Rakyat Al-Amin, menyatakan komitmennya untuk terus mendukung keberagaman dan menanamkan nilai toleransi kepada para santri.
Harapan untuk Bangsa
Faisol, ketua pelaksana Haul ke-15 Gus Dur, menekankan pentingnya menjaga persatuan bangsa. “Acara ini menggambarkan betapa pentingnya menajamkan nurani untuk membela yang lemah. Semoga kegiatan seperti ini terus berkembang dan memperkuat langkah pembangunan bangsa,” tuturnya.
Acara ini sukses menjadi ruang dialog inklusif, menghidupkan semangat Gus Dur dalam membangun kebangsaan yang humanis dan berkeadilan. Semangat ini diharapkan terus mengakar dalam masyarakat, menjadi fondasi untuk Indonesia yang lebih toleran dan harmonis.