Balewiyata-Unisma; Situs Toleransi Gereja-Pesantren di Malang

332
SHARES
2.6k
VIEWS

Kampusdesa.or.id–Kebutuhan mengkaji Islam untuk menguatkan pemahaman lintas agama pada studi Islamologi menghubungkan Balewiyata dengan Pesantren Ainul Yakin Unisma Malang. Tak luput, di tahun 1996 Pesantren Ainul Yakin mengundang Gus Dur menjadi narasumber pelatihan analisis sosial pesantren se-Jawa Timur. Hasil pelatihan tersebut melahirkan Forum Do’a Bersama (FDB).

Jauh sebelum itu, Gus Dur sebenarnya telah menjadi pengajar sebagai asisten KH. Oesman Mansoer di IAIN Sunan Ampel Malang (1970 – 1974), sekarang bernama Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. KH. Oesman Mansoer pernah menjabat Dekan di Fakultas Tarbiyah (1968-1972). Kehadiran Gus Dur di Malang mempertemukannya dengan orang-orang Balewiyata mengajar Islamologi.

RelatedPosts

Sebelum itu, Islamologi di Balewiyata diampu oleh KH. Abdul Azis pada masa sebelum KH. Oesman Mansoer menjadi Dekan. Gus Dur yang kemudian menggantikan KH. Abdul Azis untuk mengajar mata kuliah Islamologi di Balewiyata. Siapa KH. Abdul Azis tidak banyak informasi yang menjelaskan sosok progresif tersebut waktu itu? Penjelasan itu disampaikan oleh Muhamad Nurudin ((Gus Din), putra KH. Oesman Mansur. Dia menambahkan, “Alm. KH. Abdul Azis, saya yakini santri Hadratus Syech KH. Hasyim Asyari, jaman semono pikiran dan tindakannya sudah melampai zaman, mengajar Islamologi di Balewiyata.”

Forum Do’a Bersama Malang.

Gayung bersambut, Paska pelatihan analisis sosial di Pesantren Ainul Yakin Unisma yang dihadiri Gus Dur, lahirlah Forum Do’a Bersama. Forum yang merespon situasi sosial keagamaan di Jawa Timur ketika relasi Islam Kristen melahirkan sejumlah friksi dan konflik. Kesadaran analisis sosial waktu itu, pelatihan analisis sosial memaksa mereka melakukan gerakan untuk menciptakan model fres menjaga harmonisasi relasi Islam Kristen. Atas peran Pdt. Suwignyo, Balewiyata mampu menjadi sarang Forum Do’a Bersama, tegas Trianom Suryandaru.

FDB tidak lepas dari proses mengerucut gerakan mahasiswa Malang. Dikisahkan oleh Trianom lebih lanjut melalui chat whatsapp ke saya, para aktor penggagas FDB terdiri dari mahasiswa lingkaran komunitas PMII Cabang Unisma (Studio 6), pres kampus, dan komunitas mahasiswa Katolik. Mereka sering jalan bersama sebagai gerakan moral mahasiswa yang semakin hari terus mengerucut.  Peristiwa pentingnya, ada titik perjumpaan diantara para elit GKJW yang diwakili oleh Pdt. Wismoady, dan Gus Dur bersama sekelompok mahasiswa dengan rohaniawan yang terjadi secara kultural. FDB, gerakan mahasiswa lintas agama, dan Gus Dur menjadi simpul mengristalnya komunikasi kultural lintas agama.

Konon, belakangan ini, Gus Im-lah yang kemudian mendapat mandat untuk menemani bibit gerakan mahasiswa Malang tersebut, tegas Trianom.

Virus cerdas gerakan mahasiswa ini terpantau radar Gus Dur dari Balewiyata. Salah satu perbincangan Pdt. Wismoady dan Gus Dur yang pernah terekam oleh Pdt. Suwignyo adalah, mereka berdua rasan-rasan yang menyinggung bahwa ada sekelompok mahasiswa di Malang ini yang progresif sehingga perlu ditemani arah gerakannya. Mereka para mahasiswa itu ada di wilayah pojokan Uniswa. Boleh jadi ini basecamp PMII yang ada di studio 6. Pdt. Suwignyo yang mendengar rasan-rasan dua tokoh ini (Pdt. Wismoady dan Gus Dur), menjadi mesem guyu, karena tahu yang dimaksud adalah mahasiswa lintas agama yang berkumpul di pojok Unisma. Konon, belakangan ini, Gus Im-lah yang kemudian mendapat mandat untuk menemani bibit gerakan mahasiswa Malang tersebut, tegas Trianom. Radar Gus Dur mengusik Balewiyata dan potensi gerakan mahasiswa Malang dari pojok Unisma menjadi simpul kultural gerakan toleransi Kota Malang lebih terakomodasi. Menurut Trianom, bisa jadi peristiwa tersebut ada kaitannya dengan aksi FAMI (Front Aksi Mahasiswa Malang Indonesia).

Baca juga: Dari Ambon Menjadi Indonesia, Suara dari Kana Kopi

Jalinan Persaudaraan Sejati lintas agama sebagai pemantik ruh damai Balewiyata menjadi semangat zaman yang tepat waktu itu yang melahirkan FDB dalam aliran nasi goreng. Bukti FDB lahir dari perjumpaan yang disadari sebagai relasi harmonis lintas agama. Keprihatinan mahasiwa terhadap penyimpangan Orde Baru menjadi kesempatan berkumpul para mahasiswa lintas agama merajut kebersamaan mengurai situasi krisis atas munguatnya perpecahan dan benturan sosial. Pdt. Suwignya selalu memberi ruang pertemuan mereka untuk merancang kegiatan melalui rapat, rembugan, dan diakhiri dengan makan nasi goreng di Balewiyata. Waktu, itu, sela Trianom, keterlibatan pemuka agama masih dibilang dalam hitungan jari, namun kebersamaan itu mengundang simpati kalangan agamawan. Persaudaraan sejati menjadi praktik kultural yang mencairkan hubungan dalam merespon krisis sosial waktu itu.

SITI Merawat Toleransi (GKJW-Pesantren).

Awal Gus Dur hadir di Balewiyata semata sebagai pengajar Islamologi berbuah SITI. Atas permintaan Pdt. Sri Wismoady Wahono, Gus Dur menjadi Islamolog terpilih setelah KH. Abdul Azis di Balewiyata yang melengkapi spirit Persaudaraan Sejati sebagai basis kultural komunikasi kemanusiaan agama-agama. Komando Balewiyata paska Pdt. Wismoady diteruskan Pdt Bambang Ruseno yang merawat Persaudaraan Sejati menjadi terbuka dengan kegiatan sejumlah seminar dialog lintas agama. Gerakan lintas agama dan hadirnya tokoh muslim terpantik oleh adanya ruang Islamologi sebagai tidak hanya pengajaran, tetapi buah perjumpaan.

SIKI menjadi wadah resmi bagi dialog hidup mengalami merawat budaya toleransi yang mempertemukan sekumpulan jamaah Kristen Islam (Gereja Pesantren) dalam ruang terpelajar.

Berikutnya peran Pdt. Bambang Ruseno digantikan Pdt. Suwignyo yang terus bergerak melanjutkan semangat Persaudaraan Sejati. Pada era Pdt. Suwignyo, Balewiyata menyelenggarakan SITI (Studi Intensif tentang Islam), yang akhirnya berubah menjadi SIKI (Studi Intensif Kristen Islam) sebagai terminologi yang dianggap lebih sepadan dalam menempatkan agama keduanya dari semata sisi lain Islamologi. Saat merintis SIKI, Trianom dan beberapa koleganya menemani Pdt. Suwignyo roadshow ke sejumlah pesantren mulai dari Pasuruan, Probolinggo, Jember, sampai seputaran Jombang untuk tempat live in SIKI. Gus Najib dari pondok pesantren Shirotul Fuqoha, juga mendelegasikan para ustadz untuk belajar bersama. SIKI menjadi wadah resmi bagi dialog hidup mengalami merawat budaya toleransi yang mempertemukan sekumpulan jamaah Kristen Islam (Gereja Pesantren) dalam ruang terpelajar.

FKAUB, Geliat Mutakhir 

FDB terbentur dengan sebagian kebijakan pemimpin rohani setelah sering berkegiatan secara bergantian, ungkap salah satu aktifis pendamping kopi Koetjoer, Trianom S. Jalur kultural tetap berjalan. Ada yang juga terlibat menemani FDB termasuk Romo Eko Putranto dan Romo Eko Atmono. Bahkan FDB sudah mengarah pada model pelembagaan layaknya NGO. Sejumlah program pemberdayaan seperti pertanian organik pernah diselenggarakan di Tumpang atas dana dari Belanda. Nampaknya, FDB tidak berlanjut oleh karena sejumlah kegiatan yang tidak berkesinambungan dengan beberapa pimpinan. Namun demikian, jalur kultural tetap berjalan dan merespon surutnya FDB lalu muncul forum yang kemudian dikenal dengan FKAUB (Forum Komunitasi Antarumat Beragama) Kota Malang. FKAUB dideklarasikan lagi-lagi di Balewiyata.  Beberapa kalangan menyebut bahwa FKAUB menjadi model yang potensial yang kemudian diambil semangat tersebut oleh pemerintah. Muncullah FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) dari pemerintah. FKAUB menjadi geliat terakhir dari proses kultural yang dipantik dari relasi Balewiyata, Unisma, bahkan Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang, yang sekarang adalah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

Malang dengan demikian memiliki jejak (Jawa: petilasan) yang telah melahirkan model toleransi dari realitas perjumpaan GKJW dan Pesantren. Mereka muncul dari gerakan mahasiswa yang notabene memiliki kepedulian merespon friksi dan konflik sosial atasnama agama. Bahkan, Gus Dur menjadi tokoh yang menjangkari gerakan tersebut sebagai simbol yang akhirnya menjadikan Malang tidak bisa dilepaskan dari situs toleransi. Hingga hari ini, jejak itu masih terekam dengan baik di kisah-kisah Balewiyoto dan Unisma, termasuk UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

Note: Tulisan ini dikembangkan dari hasil komunikasi melalui whatsapp dengan Trianom Suryandaru dan Muhamad Nurudin. Informasi dan data dapat berkembang sesuai respon publik dan pengembangan dari beberapa sumber. Perkembangan ini akan kami update secara berseri. Jika Bapak/Ibu/Saudara memiliki informasi, penulis akan mengembangkan untuk edisi berikutnya.

Mohammad Mahpur

Mohammad Mahpur

Ilmuan Psikologi Sosial, Peace Activist and Gusdurian Advisor, Writer, Pemberdaya Masyarakat dan Komunitas. Founder Kampus Desa Indonesia. Memberikan beberapa pelatihan gender, moderasi beragama, dan metodologi penelitian kualitatif, khusus pendekatan PAR

Arsip Terpilih

Related Posts

Welcome Back!

Login to your account below

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.