Ora Poso, Ora Oleh Riyoyo

330
SHARES
2.5k
VIEWS

Ketika penulis masih kanak-kanak, sering dikata-katai/dinasehati orang tua dengan ungkapan diatas. Arti ungkapan ini adalah jika tidak berpuasa maka tidak punya hari raya.

Salah satu hal yang menggembirakan anak setelah puasa Ramadhan adalah menikmati suasana hari raya Idul Fitri atau lebaran. Diantara nuansa lebaran yang menyenangkan anak adalah “nglencer”, yaitu saling berkunjung ke rumah saudara, tetangga dan teman atau silaturrahmi.

RelatedPosts

Dulu, ungkapan diatas biasanya digunakan oleh orang tua untuk menakut-nakuti anaknya yang tidak mau berpuasa agar mau berpuasa. Termasuk orang tua penulis. Sering pula diungkapkan “lek sampeyan ora poso, ora oleh riyayan”, artinya jika kamu tidak berpuasa maka tidak boleh berhari-raya. Seringkali ungkapan ini dibumbui tidak akan dibelikan baju baru, tidak diajak nglencer dan menikmati aneka hidangan yang lezat.

Dengan ungkapan itu, penulis waktu itu menjadi takut juga. Akhirnya penulis mau berpuasa walaupun sesuai dengan kemampuan. Harapannya nanti berhak pula menikmati lebaran.

Lebaran biasanya identik dengan kesenangan dan kebahagiaan. Pakaian lengkap serba baru, aneka jenis makanan dan minuman lezat dan rasa suka cita mengiringi suasana lebaran. Walaupun sebenarnya bukan itu hakikat lebaran, namun sudah menjadi pemahaman umum di masyarakat.

Jika kita mau menelusuri makna yang agak mendalam dari ungkapan diatas, mungkin, merupakan penyederhanaan dari sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya “Bagi orang yang berpuasa akan mendapat dua kegembiraan, yaitu kegembiraan saat berbuka dan saat bertemu dengan Tuhannya”.

Hadits ini memberikan kabar gembira kepada kita yang mau istiqomah berpuasa Ramadhan, akan mendapatkan dua kegembiraan. Kegembiraan pertama saat berbuka puasa.

Sangat jelas sekali, setelah sehari penuh kita menahan lapar dan dahaga, ketika adzan maghrib berkumandang, alangkah gembiranya kita. Hidangan yang sudah disiapkan segera bebas untuk kita nikmati. Hidangan apapun, karena sudah sangat lapar dan dahaga, maka akan terasa nikmat sekali. Pendapat lain, kegembiraan saat berbuka diartikan kegembiraan saat hari raya Idul Fitri. Gembira karena telah mampu mencapai kemenangan mengendalikan hawa nafsu selama sebulan penuh. Gembira karena telah diterima taubatnya, terhapus semua dosanya, dikabulkan doanya dan diterima seluruh amal ibadahnya. Kemenangan itu diwujudkan dalam bentuk berhari-raya. Gembiranya luar biasa.

Dari kegembiraan pertama inilah kemungkinan munculnya ungkapan diatas. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan kegembiraan, baik saat berbuka maupun hari raya. Sebaliknya, bagi orang yang tidak berpuasa tidak akan mendapat kegembiraan ini. Ketika adzan maghrib tiba, bagi orang yang tidak berpuasa suasananya akan sama saja dengan hari biasa. “Kagak ngefek”. Termasuk saat lebaran, tentunya dalam hatinya yang terdalam, tidak akan merasakan kegembiraan sejati. Walaupun sama-sama berhari-raya, sama-sama nglencer, namun akan jauh berbeda rasa suka citanya. Bagi yang berpuasa sebelum berhari-raya ditempuh dengan perjuangan berat, sementara yang tidak berpuasa tidak ada perjuangan sama sekali. Jelas akan berbeda. Hari raya bagi ahli puasa menjadi hari yang sangat istimewa.

Sampai saat ini, penulis juga masih sering mendengar ungkapan ini dari para orang tua untuk anak-anaknya. Tujuannya tiada lain kecuali dalam rangka memotivasi anak untuk mau berpuasa. Ternyata ungkapan ini sangat positif. Oleh karena itu tidak ada salahnya jika ungkapan ini juga digunakan sebagai penyemangat seluruh umat Islam untuk berpuasa, termasuk kita.

Semoga dengan ungkapan sederhana ini kitapun juga tergugah untuk berusaha maksimal menyempurnakan ibadah di bulan Ramadhan agar kitapun bisa “Riyayan”. Aamiiiin.

*Cerita pendek ini adalah sebuah catatan saya yang mengisahkan betapa indahnya Ramadhan di masa kanak-kanak.

Arsip Terpilih

Related Posts

Welcome Back!

Login to your account below

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.