Hendry: Fisikawan Eksperimental Bereputasi Internasional dari Ambon (1)

327
SHARES
2.5k
VIEWS

Hendry Izaac Elim adalah Fisikawan asal Ambon yang berhasil mencapai prestasi dan diakui partisipasinya secara internasional terutama dalam fisika eksperimen. Ketertarikan pada fisika eksperimen dimulai dari National University of Singapore. Dia menyukai fisika sejak SMP. Hendry membuat takjub Fisikawan Inggris, Nail Akhmediev, kok ada orang Indonesia begitu berminat pada gelombang soliton. Bahkan dia diakui oleh Akhmediev sebagai murid terbaiknya. Simak kisah sukses Hendry.

Kampusdesa.or.id — Sangat jarang fisikawan di Indonesia yang menguasai bidang nanosciences dengan kekhususan nanomaterial. Hendry Izaac Elim, SSi., MSi., PhD. adalah salah satu diantaranya. Fisikawan kelahiran Ambon, 22 Januari 1969 ini memiliki berjuta pengalaman riset bertaraf Internasional. Salah satunya adalah riset postdoctoral di IMRAM (Institute of Multidisciplinary Research for Advanced Materials), di Universitas Tohoku University, Katahira, Aobaku, Sendai, Jepang, dengan supervisor Prof. Okihiro Sugihara.

Uniknya, fisikawan pengagum Albert Einstein, Murray Gell-Mann, Richard Phillips Feynman dan Steven Tong, ini mengaku belum punya cita-cita pasti sejak kecil. Meskipun demikian, ia mengakui kalau masa kecilnya teramat bahagia.

RelatedPosts

“Pengetahuan tanpa faith itu buta, faith tanpa pengetahuan itu (juga) buta. Faith itu adalah rasio yang tunduk pada kebenaran.”

Hendry Izaac Elim, SSi., MSi., PhD., Experimental Physics in Nanosciences

“Masa kecil saya sangat bahagia. Saat kecil, saya suka bermain layang-layang, pernah berenang di sungai, mendaki gunung, bermain kelereng, gasing, petak umpet, bermain kartu domino, dan sebagainya. Saat remaja barulah saya aktif dengan mengikuti persekutuan remaja.”

Memang tak banyak yang tahu, kalau ilmuwan penyuka buku berbobot dan hobi mendengarkan musik (pop, jazz, slow-rock, classic) ini lancar membaca saat kelas 1 SD. Dengan rendah hati, dia mengakui bahwa saat itu diajari bapak kok nggak bisa-bisa. Bahkan hingga dimarahi bapak. Namun setelah melihat guru mengajar malah jadi bisa sendiri. Saat SD, Hendry mengakui paling menyukai pelajaran matematika. Ia mulai suka pelajaran fisika setelah SMP. “Ya, mulai SMP dan SMA saya punya kelompok belajar dan belajar fisika bersama teman-teman, tanpa guru.” tutur Hendry.

Baca juga:
Suhartono Taat Putra: Begawan Psikoneuroimunologi Berjuta Prestasi dan Rendah Hati (1)
Sang Begawan Hematologi, Prof. dr. Abdul Salam M. Sofro Ph. D

Pengalaman SMA adalah yang paling berkesan. Hendry menjelaskan sewaktu kelas 3 di SMA 1 Ambon, ada teman yang suka bisnis. Nah, ia berlangganan nilai 100 karena sudah mendapatkan soal sekaligus penjelasannya dari teman.

Awal Kisah Menjadi Sarjana Fisikawan       

Memasuki dunia perkuliahan, Hendry bercerita kalau dirinya pernah merasakan kuliah selama 1 tahun di fakultas pertanian (hama dan penyakit tumbuhan) Universitas Pattimura, Ambon melalui jalur PMDK.

Nah, saat inilah, fisikawan yang punya semboyan “bergantung pada kasih Tuhan” ini merasakan kerasnya perjuangan hidup. Hendry bercerita, saat itu papa sudah tidak bekerja dan ibu berjualan barang-barang kelontong (seperti: jam tangan, sandal, sepatu, baju anak-anak dan dewasa), sementara adik-adiknya berjumlah lima orang. Di keluarganya, Hendry anak tertua. Dia enam bersaudara.

Beruntunglah saat itu ada CIDA (Canadian International Development Agency). CIDA adalah bentuk kerjasama antara pemerintah Canada dengan pemerintah Indonesia bagian timur, terutama dengan beragam universitas, seperti: Pattimura, Cendrawasih, Sam Ratulangi, dan beberapa universitas di Kendari. CIDA ingin mendirikan fakultas MIPA di universitas-universitas tersebut. Nah, yang pertama kali mengadakan kerjasama adalah universitas Pattimura.

“Waktu itu, puji Tuhan, IP saya tertinggi, sehingga dosen fisika saya merekomendasikan untuk melanjutkan studi Fisika di Fakultas MIPA UGM. Saya mulai belajar fisika di UGM mulai tahun 1989.

Lalu, apa sih yang membuat Hendry tertarik pada fisika? “Sebenarnya saya suka pada pelajaran fisika matematika. “Ceritanya begini, ketertarikan saya bermula dari saat mempelajari Pengantar Fisika Matematika, lalu berkembang menjadi fisika matematika 1-4 yang dipelajari dari semester 3 hingga 7.”

Kecintaan itu berlanjut pada mata kuliah kalkulus 2. “Dosennya saat itu, (kalau nggak salah) bernama Sri Wahyuni atau Sriningsih, emmm saya agak lupa…. Tapi yang pasti, lumayan cantik sih, he he he….”

Kecintaan Hendry pada dunia fisika tentunya berbeda dengan kisah cintanya pada Susanviani Yapiawan, istrinya. Ia menuturkan kepada Kampus Desa Indonesia pertama kali bertemu istrinya itu di ITB Bandung. Saat itu, ia sedang studi S2 fisika teori di ITB.

Ia bertemu istri di grup pipit English Programme saat mengisi bahasa Inggris di radio Maestro pada September tahun 1997. Kalau ditanya hal apa yang paling ia sukai dari sang Istri, ayah dari Deniel Ezekiel ini mengakui kalau ia menyukai betisnya yang indah. Saat mengetahui bahwa bidadari pujaan hatinya itu terampil bermain piano, maka rasa cintanya pun semakin bertambah.

Rahasia Sukses, Belajar dari Fisikawan UGM

Pria penggila film-film action buatan Hollywood ini menceritakan kalau rajin dan suka baca buku yang berbobot adalah kiatnya untuk sukses.

“Saya suka habiskan uang beasiswa saya untuk memfotokopi buku-buku text-book luar negeri yang bermutu tinggi. Sayangnya saat itu belum ada ebooks. Saya mulai kenal internet saat S2. Ada banyak jurnal-jurnal online di bidang fisika di situs arXiv.org yang berpusat di Los Alamos, USA. Mulai dari fisika komputasi, fisika nuklir, fisika modern, fisika biologi, fisika biofisik, dan hampir semua jurnal ada.”

“Kita bisa publish jurnal secara gratis dan suka sharing ilmu. Fisikawan itu suka berbagi-bagi ilmu dan tidak suka menyimpan ilmu.”

“Kita bisa publish jurnal secara gratis dan suka sharing ilmu. Fisikawan itu suka berbagi-bagi ilmu dan tidak suka menyimpan ilmu.”

“Kita bisa publish jurnal secara gratis dan suka sharing ilmu. Fisikawan itu suka berbagi-bagi ilmu dan tidak suka menyimpan ilmu.” tuturnya kepada Kampus Desa Indonesia.

Beliau ini jenius, dia hafal semua rumus-rumus fisika dan matematika di luar kepala. Dia tahu konsep dasarnya. Jadi, kita harus tahu darimana asal rumus itu. Nah, ini kunci di dalam belajar fisika. Jadi bukan menghafalkan rumus.”

Fisika itu bukan menghafalkan rumus, kita harus tahu darimana asalnya. Sehingga bisa menurunkan dengan mudah dan bisa mengembangkannya.

Nah, yang paling rumit di fisika adalah mekanika kuantum. Karena berisi fisika matematika yang rumit sebagai tool untuk menyelesaikan berbagai persoalan fisisnya. Misalnya: pada tumbuhan ada klorofil. Bagaimana klorofil itu menyerap dan menyimpan energi foton dari sinar matahari dan mengubahnya menjadi energi, seperti sistem solar cells. Ini ilustrasi cara berpikir fisikawan. Jelaslah bahwa semua problematika di alam ini tidak dapat dilepaskan dari fisis.

Singapura: Surganya Soliton, Awal Mendalami Fisika di NUS

Setelah S2 di ITB, Hendry melanjutkan studi ke NUS (National University of Singapore) Singapore. Ia mempublikasikan riset-risetnya saat studi S2 di situs arXiv.org. Rupanya Dewi Fortuna sedang berpihak kepada Hendry. Saat itu, kebetulan ada profesor bernama Dr. Nail Akhmediev, ahli non-linear optics yang berhubungan dengan teori Soliton. Soliton itu gelombang yang biasa dipakai didalam berkomunikasi, yang merambat di serat optik.

Gelombang ini merambat namun amplitudonya tidak pernah mengecil. Ketika berinteraksi dengan sesamanya, gelombang ini tidak berubah. Gelombang soliton ini pertama kali ditemukan di pinggir pantai, saat Russel melihat gelombang laut di salah satu pantai di Inggris.

Dr. Nail Akhmediev tertarik dan berkirim email ke saya. Beliau kaget kok ada orang Indonesia yang tertarik belajar gelombang Soliton. Hendry berkomunikasi ke supervisor di ITB bernama Prof. Dr. Freddy P. Zen. Prof Freddy adalah fisikawan teori di ITB. Beliau merekomendasikan dan mengatakan ke Dr. Nail Akhmediev kalau Hendry adalah salah satu murid terbaiknya.

Ketika itu, Prof. Dr. Freddy P. Zen sedang memiliki proyek kerjasama dengan Prof. Dr. Edy Soewono (ahli matematika di ITB). Dengan dana riset Prof. Dr. Edy Soewono, Dr. Nail Akhmediev diundang untuk presentasi ilmiah selama tiga hari di ITB. Selama tiga hari guest lecture tentang Soliton di ITB, Hendry diminta oleh Prof. DR. Freddy P. Zen dan Prof. Dr. Edy Soewono untuk menemani Dr. Nail Akhmediev. “Nah, saat itu saya ikut hadir, padahal yang kebanyakan hadir adalah fisikawan dan profesor di bidang fisika teori,” ujar Hendry.

Segera setelah mendapatkan informasi adanya NUS research scholarship di Singapura, Hendry secepatnya memutuskan apply secara online di warnet.

“Saya memang belum tahu apa itu NUS (National University of Singapore). Untuk apply saya meminta rekomendasi dari Prof. Dr. Freddy P. Zen dan Prof. Dr. Nail Akhmediev, padahal mereka berdua sedang melakukan riset di ANU (Australian National University) di Canberra.”

“Akhirnya sebulan saya ditelepon untuk interview. Kebetulan sedang berada di Surabaya. Sebulan kemudian diberitahu via email kalau diterima. Saat itu, saya baru menyadari bahwa saya adalah satu-satunya dari Indonesia yang diterima di physics department sebagai post graduate student di NUS.”

“Karir saya di bidang fisika eksperimen baru dimulai di NUS ini. Saya baru mulai belajar dan mengetahui laser yang canggih (seperti nano second laser, femto second laser, dan berbagai continuous wave laser). Saya kebetulan satu-satunya student yang melakukan riset di laboratorium milik Profesor Ji Wei, ahli di bidang non-linear optics of nanomaterials.” cerita Hendry kepada Kampus Desa Indonesia.

Sekadar diketahui, nano second laser dan femto second laser adalah pulse laser dengan energi tinggi. Maksudnya, nano second laser adalah pulse laser dengan 10 pangkat (-9) second, sedangkan femto second laser adalah pulse laser dengan 10 pangkat (-15) second).

Lebih lanjut, Hendry menjelaskan, kalau partikel-partikel nano ini saling menempel satu sama lain (aggregation). Dalam aplikasinya, aggregation ini tidak terlalu bermanfaat. Karena menimbulkan high-scattering atau high-absorption. Untuk menghindari hal ini, kita menshakingnya dengan gelombang ultrasonic di dalam solvent (larutan). Karena partikel-partikel ini lengketnya sangat kuat, kita memakai microparticles bernama beads-milling technique. Diaduk, sehingga microparticles ini “memukul” aggregation dari nanopartikel, sehingga menghancurkan aggregation. Tujuannya adalah untuk membuat nanohybrid particles with high transparency and high refractive index. Ini untuk membuat optical switching pada alat-alat telekomunikasi. Nah, kalau riset yang ini saya lakukan ketika berada di Universitas Tohoku, Sendai Jepang.

Selepas dari Singapura, Hendry berpetualang ke Jepang. Ia bahkan tak pernah mengira, kalau gempa akan menjadi “sahabatnya”. (bersambung).

Ikuti berbagai artikel dan profil keren di laman Dokter Rakyat Kampus Desa Indonesia yang ditulis oleh dr. Dito Anurogo, M. Sc

Picture of Dito Anurogo

Dito Anurogo

Dokter literasi digital, dokter rakyat di Kampus Desa Indonesia, dosen FKIK Unismuh Makassar, penulis puluhan buku, sedang menempuh S3 di Taipei Medical University Taiwan.

Arsip Terpilih

Related Posts

Welcome Back!

Login to your account below

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.