• Call: +62 858-5656-9150
  • E-mail: [email protected]
Education Blog
  • Home
  • Artikel
    6 Jenis Konsentrasi yang Mempengaruhi Keberhasilan Belajar Anak

    6 Jenis Konsentrasi yang Mempengaruhi Keberhasilan Belajar Anak

    Semua Orang Adalah Guru Bagi Siswa Merdeka Belajar

    Semua Orang Adalah Guru Bagi Siswa Merdeka Belajar

    Media Sosial dalam Pembelajaran: Masih Relevankah Penolakan?

    Media Sosial dalam Pembelajaran: Masih Relevankah Penolakan?

    Mental Passenger, Problem Laten Dunia Pendidikan Kita

    Mental Passenger, Problem Laten Dunia Pendidikan Kita

    Pandemi COVID-19 Mampu Membangun Percaya Diri dalam Melaksanakan Belajar Dari Rumah

    Pandemi COVID-19 Mampu Membangun Percaya Diri dalam Melaksanakan Belajar Dari Rumah

    Korupsi Merajalela, Pendidikan Harus Bagaimana?

    Korupsi Merajalela, Pendidikan Harus Bagaimana?

    Peran Pemuda dalam Mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

    Peran Pemuda dalam Mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

    Menanya Ulang Tujuan Pendidikan Modern

    Menanya Ulang Tujuan Pendidikan Modern

    Mengenali Emotional Burnout dan Tips Untuk Mengatasinya

    Mengenali Emotional Burnout dan Tips Untuk Mengatasinya

    Trending Tags

    • Opini
      • Psikologi Hari Ini
      • Pendidikan Hari Ini
      • Refleksi
      • Gubuk Sastra
      • Sepak Bola
  • Agenda
  • Hari ini
  • Profil Kami
No Result
View All Result
Kampus Desa Indonesia
No Result
View All Result
Home Pendidikan Hari Ini

Strategi Deschooling dalam Menghindari Dhurriyatan Dhi’afan

Astatik Bestari by Astatik Bestari
March 27, 2022
in Pendidikan Hari Ini
191 14
0
Strategi Deschooling dalam Menghindari Dhurriyatan Dhi’afan
Share on FacebookShare on Twitter

Mengapa mendapat ijazah menjadi tujuan utama pendidikan. Sejak kapan ijazah menjadi dewa dari legitimasi keahlian. Semua berburu ijazah. Lantas, ijazah itu sebuah identitas yang selalu sejalan dengan manusianya pun tidak jelas-jelas amat. Ijazah, mewakili orangnya atau sebuah kesaksian bahwa seseorang telah sekolah. Itu saja. Selebihnya, seorang bisa apa, ya diuji di lapangan. Ijazah tidak berarti mewakili manusianya.

Kampusdesa.or.id– Akhir-akhir ini saya membaca media online dan gagasan deschooling di WAG menjadi topik yang menarik untuk saya ikuti. Apakah ini gagasan baru di dunia pendidikan setelah berbagai ide terobosan di dunia penddidikan bermunculan? Lagi-lagi saya mencari tahu lebih banyak di google. Di situ saya membaca gagasan deschooling dalam wikipedia adalah wacana kritis tentang pendidikan sebagaimana dipraktikkan dalam ekonomi modern. Bahasan ini dimunculkan pertama kali pada tahun 1971 dalam buku Deschooling Society oleh Ivan Illich. Ia seorang filsuf Kroasia-Austria, pastor Katolik Roma, dan kritikus lembaga-lembaga budaya Barat modern, yang membahas praktik-praktik kontemporer dalam pendidikan, kedokteran, pekerjaan, penggunaan energi, transportasi, dan pembangunan ekonomi.

Sebagai pengelola layanan pendidikan nonformal dan informal dalam bentuk lembaga PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat), diskusi dan sumber informasi lain tentang deschooling ini saya kira patut diikuti perkembangannya. Lagi-lagi agar lebih bisa mengaplikasikannya dengan tepat sebagai penyediaan layanan pendidikan yang “creating the need and provide it’, satu istilah penyemangat yang dilontarkan Pak Nafik ownernya The Naff School bagi pengelola PKBM dalam diskusi WAG Konvensi Pendidikan.

Tentang deschooling lagi, ini rupanya menjadi konsep bagi diberlakukan pembelajaran metode homeschooling. Salah satu semangat mengembalikan peran keluarga agar tidak tergantung kepada institusi pendidikan yang bernama ‘sekolah.’ Pernyataan ini tersirat disampaikan oleh Pak Lukman Hakim pengelola Sekolah Dolan Malang Jawa Timur dalam diskusi serupa dan dalam media WAG konvensi Pendidikan juga. Pernyataan-pernyataan beliau tentang peran keluarga dalam hal ini orang tua dalam memaksimalkan pendidikan anak sering pula saya baca dalam postingan sosial medianya.

Ketika membaca postingan seperti itu, sering muncul dalam benak saya, apakah peran orang tua dalam menentukan pola pendidikan anak ini mutlak tak tergantikan oleh sekolah? Bagaimana dengan orang tua yang minim wawasan pengetahuannya? Bagaimana orang tua yang sibuk bekerja bukan hanya karena demi karier tapi demi menyambung hidup?

Mungkinkah mereka ada waktu untuk hal ini sementara di luar disediakan sekolah untuk mewakili tanggungjawab orang tua ini? Belum lagi anak-anak yang tak tahu siapa orang tuanya bagi mereka yang ada di panti asuhan, hidup di jalanan dan rumah-rumah singgah. Baiklah, mungkin terlalu jauh saya menyangkutpautkan hal ini, tapi ketahuilah bahwa garapan layanan penddidikan di PKBM tak jauh dari realita ini. Kenyataan bahwa ada yang menyadari orang tua punya peran besar dalam hal pendidikan anaknya hingga masuklah si anak di model belajar homeschooling dalam lembaga PKBM.

Tak dapat dipungkiri ada pula orang tua juga masyarakat pada umumnya memandang PKBM sebagai tempat mendapatkan ijazah dengan proses yang bisa dinego bahkan dibeli.

Tak dapat dipungkiri ada pula orang tua juga masyarakat pada umumnya memandang PKBM sebagai tempat mendapatkan ijazah dengan proses yang bisa dinego bahkan dibeli. Untuk yang terakhir ini urgen mengubah mind-set demikian ketika PKBM ingin survive dalam melayani masyarakat yang semakin lama semakin paham bahwa kualitas layanan tidak saja bertumpu pada kecepatan mendapatkan ijazah.

Dalam kaitannya dengan konteks deschooling ini, saya mengajak para orangtua agar mempertimbangkan berbagai hal di mana ijazah tidak menjadi satu-satunya orientasi belajar. Bahkan sebaliknya, ada kecenderungan menomersekiankan keberadaannya, karena proses pembelajaran bertumpu pada kebebasan dalam mengembalikan kebutuhan belajar kepada siswanya, bukan ke kurikulum yang dirumuskan dari luar kemauan anak.

Mata pelajaran ditempatkan sebagai selera yang boleh jadi akan diperlukan oleh anak atau tidak. Semua bermuara pada proses anak mengetahui kesadaran kritisnya dengan dhurriyatan dhi’afaan (keturunan yang lemah)? Pendidikan sebagai salah satu hak azasi manusia, dalam lingkungan keluarga, orang tualah yang berkewajiban memenuhi hak memperoleh pendidikan bagi anak-anaknya.

Mengingat output sekolah itu ada tiga segmen yaitu akademis, profesional /skill, dan entrepreneur, maka anak yang memiliki potensi akademis mau tidak mau harus punya ijazah untuk jenjang karirnya. Namun untuk yang profesional dan enterpreuner tidak mutlak harus punya ijazah. Jaman sekarang sudah banyak lembaga yang mengeluarkan sertifikat keahlian dan itu lebih mahal harganya ketika melamar di perusahaan-perusahaan asing atau luar negeri. Ini Sebagaimana disampaikan oleh Pak Eko Suprihantomo dalam diskusi WAG yang sama, Konvensi Pendidikan Indonesia.
Berangkat dari tiga segmen output sekolah tersebut, jika anak atau orang tua memilihkan jalur deschooling untuk anaknya, tugas orang tua harus menyiapkan bekal skill dan membangun jiwa entrepreneurship anak. Jika belum siap keduanya, saya kira bijak tetaplah memprioritaskan membekali anak dengan ‘ijazah ‘ melalui proses yang sesuai dengan kebutuhan anak. Saya kira, di PKBM-lah model deschooling dengan membekali anak ijazah untuk menjalani masa depannya melalui proses belajar merdeka dan sesuai passionnya bisa dijalani.

Tags: deschooling societyIvan IllichPendidikan Alternatifpendidikan indonesiaPKBM Bestari
Previous Post

Memoar Pesan Damai dan Cinta Seorang BJ. Habibie

Next Post

Menyikapi Suka Duka Merawat Orangtua

Astatik Bestari

Astatik Bestari

RelatedPosts

6 Jenis Konsentrasi yang Mempengaruhi Keberhasilan Belajar Anak
Pendidikan Hari Ini

6 Jenis Konsentrasi yang Mempengaruhi Keberhasilan Belajar Anak

by Siti Fatimah
March 28, 2022
0
239

6 jenis konsentrasi mempunyai pengaruhnya masing-masing bagi keberhasilan belajar anak. Apa saja dan bagaimana pengaruh dari setiap konsentrasi? Kampusdesa.or.id --...

Read more
Semua Orang Adalah Guru Bagi Siswa Merdeka Belajar
Opini

Semua Orang Adalah Guru Bagi Siswa Merdeka Belajar

by Mohammad Mahpur
March 27, 2022
0
221

Hari guru pada 25 November ini mengingatkan saya tentang merdeka belajar. Saat banyak orang, bahkan siswa bisa mengembangkan diri tanpa...

Read more
Media Sosial dalam Pembelajaran: Masih Relevankah Penolakan?
Opini

Media Sosial dalam Pembelajaran: Masih Relevankah Penolakan?

by Sigit Priatmoko
March 25, 2022
0
239

Media sosial hari ini telah menjadi realitas yang sulit dipisahkan dari keseharian peserta didik kita. Hampir setiap saat mereka ditemani...

Read more

Discussion about this post

Archive Artikel

Most commented

Gagalnya Makalah sebagai Tugas Kuliah

Balewiyata-Unisma; Situs Toleransi Gereja-Pesantren di Malang

Waspadai Kandungan Boraks atau Garam Kuning

Balewiyata dan Gus Dur; Situs Toleransi Malang yang Perlu Dirawat

Rembug Komunitas; Gusdurian Malang Tawarkan Peluang Menjadi Aktifis Penggerak

Metode Pemberdayaan Imamah; Mengubah dari Sense of Budgeting ke Sense of Benefit

Kampus Desa Indonesia

Kampus Desa Indonesia

Jl. Raya Candi VI-C Gang Pukesmas No. 4 RT 09 RW 06 Karangbesuki, Sukun, Kota Malang

SK Menkumham No. AHU-01356.AH.02.01 Tahun 2016

Tags

Agenda (36) Aktual (7) Desa Giat (2) Desa Unggul (3) Dokter Rakyat (45) Gubuk Sastra (10) Hari ini (3) Indonesia Menulis COVID 19 (82) Kearifan Lokal (8) Kelas Ekoprinting (3) Kelas Motivasi (1) Kita Belajar Menulis (66) Kopipedia (5) Kuliah Desa (10) kuliah hari ini (2) Kuliah Terbuka (133) Layanan (9) Lifestyle (1) Magang (1) Ngaji Tani (18) Opini (317) Pendidikan Hari Ini (73) Produk (27) Psikologi Hari Ini (126) Refleksi (27) Sepak Bola (6) Uncategorized (147) Wacana (1) World (1)

Recent News

Gagalnya Makalah sebagai Tugas Kuliah

Gagalnya Makalah sebagai Tugas Kuliah

March 27, 2023
Balewiyata-Unisma; Situs Toleransi Gereja-Pesantren di Malang

Balewiyata-Unisma; Situs Toleransi Gereja-Pesantren di Malang

March 8, 2023

© 2022 Kampusdesa.or.id - Designed with 💕 RuangBit.

No Result
View All Result
  • Home
  • Artikel
    • Opini
      • Psikologi Hari Ini
      • Pendidikan Hari Ini
      • Refleksi
      • Gubuk Sastra
      • Sepak Bola
  • Agenda
  • Hari ini
  • Profil Kami

© 2022 Kampusdesa.or.id - Designed with 💕 RuangBit.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In