Pandemi COVID-19 Mampu Membangun Percaya Diri dalam Melaksanakan Belajar Dari Rumah

326
SHARES
2.5k
VIEWS

Belajar Dari Rumah (BDR) memberi pengakuan pada keluarga sebagai institusi yang bisa menjadi bagian penting dari belajar. Meski banyak keluarga yang kualahan, namun di masa pandemi Covid-19, para orang tua yang selama ini mengutamakan mendidik anaknya di rumah, mendapatkan pengakuan penting. Bagaimana kesempatan ini berkembang dan menambah semakin percaya diri orang tua?

Kampusdesa.or.id–Kebijakan Belajar Dari Rumah (BDR) sejak awal pandemi COVID-19 (Maret 2020) sejatinya mendorong orang tua memiliki rasa percaya diri lebih baik dalam mendidik anaknya sendiri. Jika sampai hari ini banyak orang tua dan anak menginginkan proses belajar di sekolah seperti sebelum pandemi, kemungkinan karena keduanya belum menyaksikan dan merasakan kelebihan proses belajar mengajar di dalam rumah.

RelatedPosts

Kebijakan Bekajar Dari Rumah (BDR)  dibarengi dengan kebijakan WFH (Work From Home) bukanlah  kebetulan semata. Ini adalah sekenario hebat dari Sang Mahakuasa. Orang tua memiliki kesempatan mengajar anaknya sendiri lebih leluasa.

Tentu saja, orang tua harus belajar agar memperoleh keterampilan mengajar jika orang tua berprofesi bukan dari kalangan dunia pendidikan. Belajar mengajar dan belajar mengantongi wawasan dan ilmu pengetahuan yang dipelajari anaknya bisa sambil jalan. Pendek kata, orang tua lebih tepatnya diposisi sebagai fasilitator. Tak harus menguasai materi pelajaran tapi menjadi teman belajar yang menyenangkan. Tak harus memberi pelajaran tapi bisa membangkitkan semangat ingin belajar pada diri anaknya sendiri.

Belajar Dari Rumah (BDR) dan WFH bagai pasangan yang ditakdirkan berjodoh. Kehadiran WFH adalah anugrah bagi para orang tua agar bisa menerapkan idealistis mengajar yang  disandarkan kepada sekolah anak-anaknya. Ketika orang tua mengharapkan bahkan menuntut metode mengajar dan konten materi pelajaran sesuai keinginannya dan juga keinginan anaknya, masa WFH inilah saatnya. WFH memberi kesempatan kepada orang tua mengelola pembelajaran untuk anaknya sendiri lebih berkualitas.

Pelajaran di sekolah yang disampaikan secara daring harus diselesaikan anaknya, ya tetap diselesaikan. Orang tua hanya mendampingi dan  memotivasi karena guru yang memberi materi pelajaran masih bisa diajak komunikasi secara daring. Antara lain bisa memberi penjelasan ketika anak belum bisa memahami pelajaran.

Sementara itu, tugas orang tua sebagai guru di rumah adalah menggali dan  mengembangkan minat dan bakat anaknya. Orang tua pasti lebih mengetahui minat dan bakat anak daripada guru dan warga sekolah. Orang tua juga tidak dikekang oleh serangkaian program sekolah yang tidak sesuai minat dan bakat anak.

Kita sudah setahun melaksanakan program Belajar Dari Rumah. Mau tidak mau orang tualah penentu kesuksesan belajar anak. Guru di sekolah sejatinya mendistribusikan ilmu pengetahuan tidak seberat tanggung jawab memotivasi anak belajar.

Melalui google classroom, group WA, dan aplikasi belajar lainnya guru hanya menjalankan mengajar dari jauh. Aktivitas belajar terasa normatif. Belajar mengajar berlangsung, namun suasananya tak sama jika belajar dengan orang tuanya.

Bagi orang tua yang memahami aturan belajar selama pandemi COVID-19, mendampingi dan mengajari anaknya belajar sebenarnya mudah. Belajar era pandemi COVID-19 tidak menuntut ketuntasan kurikulum. Tetapi, pembelajaran harus bermakna. (Baca SE Mendikbud No 4 Tahun 2020, SE Sesjen No 15 tahun 2020). Di sinilah orang tua bisa memainkan perannya sebagai guru era pandemi COVID-19.

Mendukung passion anak bisa menjadi mata pelajaran di rumah. Urusan paketan belajar dari sekolah terserah apa perintah gurunya. Orang tua tak perlu galau jika anak belum mampu mencapainya. Tugas di kelas online tak semuanya mampu dituntaskan seketika itu juga. Kesehatan menghadapi perangkat digital perlu diperhatikan. Selain itu kemampuan fisik dan pikiran memenuhi deadline belajar  tak bisa disamaratakan.

Menunggu berakhirnya pandemi COVID-19 sepatutnya tidak sekadar menunggu pengumuman kapan SFH dihentikan. Cerdas manakala orang tua tidak melulu berharap pada paketan pelajaran dari sekolah. Setahun sudah pengalaman menyaksikan SFH anaknya sendiri. Pantas jika orang tua memiliki inovasi kegiatan bagi anak agar SFH lebih bermakna.

Harapan dan rencana awal tahun pelajaran 2021-2022 bisa masuk tatap muka di sekolah, akhirnya berantakan juga. Saat ini telah muncul varian baru dari COVID-19. Kita semua kecele dengan harapan dan rencana kita.

Orang tua seyogyanya sudah mulai terbiasa mengisi hari BDR anaknya tidak saja sebagai supervisor bagi sekolah anaknya, tapi menjadi tokoh pendidik yang bisa diandalkan karena mampu menjadi fasilitator bagi pengembangan minat dan bakat anak. Diandalkan anak sendiri, dijadikan konsultan anak sendiri saat ingin mengembangkan passionnya.

Setahun yang lalu, saya berniat mengajar anak bungsu saya sendiri, tetapi diragukan suami. Setelah setahun belajar secara daring dengan guru sekolah formalnya, saya banyak bercerita bahwa perkembangan wawasan dan skill anak kami pesat. Perkembangan itu bukan tentang pelajaran di sekolahnya ,tapi skill di pengembangan minat dan bakat yang saya explore secara terencana.

Selayaknya orang tua percaya diri, bahwa pandemi COVID-19 telah mendatangkan hikmah. Hikmah bisa menjadi guru bagi anaknya, dengan mata pelajaran sesuai minat bakatnya.

Selamat memanen hasil sebagai guru BDR kepada para orang tua yang telah menjalaninya.

Selain mengeksplorasi minat dan bakatnya, pembentukan akhlak mulia juga menjadi prioritas kami dalam mendidik anak. Dalam pandemi COVID-19 ini, orang tua bisa lebih fokus menyaksikan perkembangan akhlaknya.

Bungsu saya ini memiliki minat besar di dunia digital. Ini matching dengan kebutuhan saat ini. Usia tua dan muda pasti berinteraksi dengan dunia digital gara-gara WFH dan BDR demi melaksanakan social distance. Kemampuannya di bidang digital tidak menjadikannya sibuk urusannya sendiri. Saya sering dibantu dalam mengoperasikan perangkat digital.

Cara saya mengeksplorasi dan menjaga minat dan bakatnya dengan meminta bantuannya atas semua aktivitas WFH saya melalui perangkat digital. Dalam prespektif saya, ia sedang mendemonstrasikan kemampuannya, tapi dalam prespektif anak saya, dia sedang membantu saya. Kalau dia belum punya ilmu atas apa yang saya minta, ia mencari tahu melalui YouTube atau sumber lain. Inilah saya kira yang menyebabkan wawasannya terus bertambah dan bermanfaat.

Saya yakin dia senang saya mempercayai kemampuannya. Saya pun tetap bisa mengukur dan mengevaluasi pengembangan minat dan bakatnya. Dalam pendidikan kesetaraan Paket B namanya mata pelajaran pemberdayaan. Dia di jenjang Paket B setara SMP saat ini.

Dia juga mendapat informasi apa saja yang terjadi dalam skala nasional dan internasional dari hasil interaksinya dengan perangkat digital. Saya memantau hasil kegiatannya itu melalui tingkah laku dan kualitas topik yang dibicarakan.

Kami juga saling mengingatkan untuk jeda dari kegiatan yang terus menerus dalam berinteraksi dengan perangkat digital, agar kesehatan kami tidak terganggu akibat radiasi atau kondisi tubuh dalam posisi tetap, tidak banyak gerak karena fokus dengan kegiatan perangkat digital.

Saya ambil cara menjarangkan interaksi dengan perangkat digital bagi si bungsu dengan menawarkan aturan.

“Jika banyak nge-game, maka ngajinya juga banyak.” Cara saya membangun komitmen dalam membagi waktu bermain dan mengaji. Dampaknya, dia sudah terbiasa mengaji Al-Qur’an tiap usai salat fardhu.

Tahun pelajaran 2021-2022 ini saya mantab mengambil alih pendidikan anak bungsu saya dari sekolah formal. Dia saya edukasi sendiri melalui homeschooling yang saya selenggarakan. Suami saya tidak ragu lagi mendukung keputusan saya. Pelajaran sekolah bisa gabung dengan lembaga pendidikan nonformal yang saya kelola yaitu PKBM Bestari, sementara minat bakatnya saya sendiri yang merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran.

Arsip Terpilih

Related Posts

Welcome Back!

Login to your account below

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.