• Call: +62 858-5656-9150
  • E-mail: [email protected]
Education Blog
  • Home
  • Artikel
    6 Jenis Konsentrasi yang Mempengaruhi Keberhasilan Belajar Anak

    6 Jenis Konsentrasi yang Mempengaruhi Keberhasilan Belajar Anak

    Semua Orang Adalah Guru Bagi Siswa Merdeka Belajar

    Semua Orang Adalah Guru Bagi Siswa Merdeka Belajar

    Media Sosial dalam Pembelajaran: Masih Relevankah Penolakan?

    Media Sosial dalam Pembelajaran: Masih Relevankah Penolakan?

    Mental Passenger, Problem Laten Dunia Pendidikan Kita

    Mental Passenger, Problem Laten Dunia Pendidikan Kita

    Pandemi COVID-19 Mampu Membangun Percaya Diri dalam Melaksanakan Belajar Dari Rumah

    Pandemi COVID-19 Mampu Membangun Percaya Diri dalam Melaksanakan Belajar Dari Rumah

    Korupsi Merajalela, Pendidikan Harus Bagaimana?

    Korupsi Merajalela, Pendidikan Harus Bagaimana?

    Peran Pemuda dalam Mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

    Peran Pemuda dalam Mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

    Menanya Ulang Tujuan Pendidikan Modern

    Menanya Ulang Tujuan Pendidikan Modern

    Mengenali Emotional Burnout dan Tips Untuk Mengatasinya

    Mengenali Emotional Burnout dan Tips Untuk Mengatasinya

    Trending Tags

    • Opini
      • Psikologi Hari Ini
      • Pendidikan Hari Ini
      • Refleksi
      • Gubuk Sastra
      • Sepak Bola
  • Agenda
  • Hari ini
  • Profil Kami
No Result
View All Result
Kampus Desa Indonesia
No Result
View All Result
Home Opini

Narasi Alternatif Masjid yang Terkubur

Mohammad Mahpur by Mohammad Mahpur
March 27, 2022
in Opini
195 10
0
Narasi Alternatif Masjid yang Terkubur
Share on FacebookShare on Twitter

Saat kecil menginjak remaja, masjid menjadi bagian dari rumah kedua. Saban malam kami saling bertemu di masjid dan menghabiskan mimpi di dalam masjid. Saya mendengar aneka kisah-kisah sempalan yang membekas. Masjid tempat storytelling, mengisahkan pengalaman atau fiksi di luar ubudiah. Di pojok dan sisi pinggir, masjid menjadi reproduksi kisah-kisah imajiner seputar perdemitan. Asyik dan bikin rindu akan suasana masjid yang lebih longgar dimaknai.

Kampusdesa.or.id — Di sudut masjid itu bergerombol anak-anak berkalung sarung. Semua kewajiban solat sudah diikuti dengan baik, atau bahkan kurang baik. Meskipun begitu, kurang baiknya tidak mereka pikir panjang karena mereka anggap sebagai kesenangan. Anak-anak ini tak tanggung karena masjid seperti rumah keduanya. Anak-anak ini mulai memojok bergerombol, mencari tempat yang istimewa.

Nampaknya bukan ingin mengaji membaca Alquran, tetapi mojok untuk memasrahkan menjadi audiens penceramah. Seusai solat, penceramah itu mendekati bocah yang bergerombol berkalung sarung dan terkesan ingusan. Terkesan bocah-bocah itu rindu dengan penceramah lokal itu.

“Bagaimana le, kabarmu, sudah makan kan.”

“Sudah pak,” sahut bocah itu dengan cepat yang seolah ingin mempercepat pembicaraan. Bocah-bocah ini tidak ingin pertanyaan itu sebagai basa-basi. Mereka hanya ingin ceramah itu yang segera didengar. Wow, sepertinya mereka sangat antusias. Taat betul bocah ini.

Sosok bapak ini mencoba berdialog ringan untuk masuk dalam sesi ceramahnya. Dia tidak ingin langsung masuk ke inti ceramah. Padahal bocah-bocah ini super menahan agar tidak ada basa-basi, tetapi bapak ini harus menerapkan situasi agar si bocah tersebut dipastikan punya perhatian, sehingga isi ceramahnya tidak ingin lepas dari perhatian.

Setelah terjalin komunikasi dan perhatian, bapak ini langsung memulai ceramah.

Namanya anak-anak, ternyata bapak tersebut justru mendakwahkan sebuah cerita.

“Saya itu pernah berjalan malam dalam kegelapan. Hanya berdua dengan pak Rido. Waktu itu saya melewati sebuah jalan yang disamping kiri kanan jalam sebuah tegal yang sepi. Jarak tegal itu kira-kira 200 meter baru ada rumah. Kira-kira ada di sekitar rumahnya pak Sonan.”

Suasana menjadi hening, Bocah-bocah itu mengencangkan sarungnya. Ada yang bergeser merapat ke teman sebelahnya. Ada yang menyangga dagu. Semua hanya terpana menatap bapak yang sedang bercerita itu. Tidak ada suara. Hanya suara jangkrik yang terdengar. Maklum, di masjid desa itu memang sudah sepi kalau sudah selesai solat isya’. Hanya jeritan bocah-bocah itu saja yang menjadikan masjid lebih hidup saat malam hari.

“Saya kaget dan terdiam le,” lanjut bapak itu menyambung ceritanya.

“Dalam kesunyian dan kegelapan itu, sayup-sayup ada suara dokar dan kaki kuda. Saya terdiam dan berjalan pelan di samping pak Rido. Tapi pak Rido seolah tak mendengar dan santai saja jalannya. Tidak memperlambat jalan. Sementara saya agak tertinggal di belakang. Saya aneh saja rasanya. Mana mungkin malam begini ada dokar dan kuda berjalan di malam gulita begini,” gumam bapak ini sembari menurunkan suaranya ketika bercerita di hadapan bocah-bocah tersebut. Bocah-bocah itu semakin merapat karena merasa suara dokar itu ada di sekitarnya karena memang di masjid ini sudah sepi. Seolah malam semakin mencekam. Tak ada yang bersuara.

Bapak ini melanjutkan ceritanya. “Saat saya semakin tertinggal langkah dengan pak Rido, dokar dan kuda itu mendskat dan semakin nyata di pandangan saya. Semakin dekat saya semakin terasa aneh dan penuh ketakutan. Sementara pak Rido mencuekin saya hingga jarak saya dengannya kira-kira 10 meter.”

“Bulu kuduk saya merinding. Meski tidak befitu jelas, suara dokar dan kuda semakin dekat dari arah belakang. Semakin dekat di belakang saya. Saya tidak berani menoleh saking takutnya. Perlahan dokar dan kuda iti melintasi saya. Saya tercengang dan tidak bisa bicara apa-apa. Dokar dan kuda itu menyalip saya tetapi saya merasa aneh. Seharusnya dokar itu kan ada kusirnya. Tetapi kok dokar ini tanpa kusir. Meski terlihat remang-remang karena memang di desa ini belum ada listrik, maka dokar itu tidak begitu kelihatan. Cuma ada penerangan di dokar itu yang juga remang-remang. Tetapi saya yakin jika dokar itu melaju tanpa kusir.”

Bruak. Bocah-bocah itu kaget dan saling merapat, dan ada yang berpelukan, ada yang tengkurap dengan sarungnya. Suara kursi yang jatuh karena didesak oleh salah satu bocah yang agak ketakutan.

“Sudah-sudah, begitu saja kok takut,” sahut bapak sembari melanjutkan cerita.

Setelah dokar itu berlalu. Saya mendekati pak Rido dan bertanya pak Rid, kok bapak ini santai dan meninggalkan langkah saya. Eh pak, itu tadi dokarnya siapa kok tidak ada kusirnya. Malam begini mau kemana,” sahut saya lirih sambil memegang lengan pak Rido sembari berjalan lebih cepat.

“Itu tadi hantu dokar (medi dokat),” sahut pak Ridho yang sudah sering ditemui medi dokar di jalan tersebut.

‘Saya semakin ngeri mendengarnya. Saya akhirnya lari meninggalkan pak Ridho untuk segera pulang ke rumah duluan,” sembari bapak ini mengakhiri cerita. Sudah ya tidur sana, seru bapak penceramah ini ke bocah-bocah tersebut yang setiap malam tidur di masjid tersebut.

Penceramah itu bernama bapak Ahad. Sia ramah pada anak-anak yang suka tidur di masjid. Pak Ahad sangat senang dengan anak-anak yang menyukai tidur di masjid. Pak Ahad adalah bagian dari narator handal tentang perhantuan di masjid ini. Dia dikenal sebagai penceramah hantu. Dia memang sangat peduli pada anak-anak di masjid ini sehingga dia memikat anak-anak ini bukan hanya dengan aneka instruksi mengaji, tetapi dia warnai kegembiraan bocah-bocah itu dengan aneka cerita tentang dirinya.

Pak Ahad menjadi populer dan sisukai narasi-narasi horornya oleh anak-anak. Sebuah ceramah alternatif yang dirindukannya dari kejenuhan mengaji dan beribadah mahdah di masjid Al Anshori. Pertanyaannya, apakah kisah di sudut masjid ini masih hidup sekarang di tengah masjid yang bergerak semakin tertutup? Apakah ruang narasi alternatif tersebut masih hidup hingga sekarang, yang dulu di antara spirit lain masjid dihidupi oleh story telling lokal yang melengkapi daya pikat anak-anak seamngat bermalam di masjid.

Entahlah. Bagi saya, cerita tersebut menjadikan saya sendiri mengingat bagaimana kehidupan saya di masjid saat kecil dulu memberikan kesan masjid menjadi rumah kedua saya, bagian mendapatkan pengakuan sosial pertemanan dan tempat belajar saya membangun kisah hidup, tidak hanya ikhwal solat dan mengaji. Saya menemukan seni terhubung dengan orang lain.

Apakah narasi masjid ini sudah terkubur? Saya kira evolusi budaya dan pola Islamisme yang lebih eksklusif semakin meminggirkan narasi tersebut. Bahkan saat masjid tidak lagi menjadi rumah kedua bagi anak-anak, niscaya daya tarik eksotis ala desa tersebut-pun tidak lagi bisa hidup di masjid, karena, barangkali, sudah banyak tulisan di berbagai masjid bertuliskan, “dilarang tidur di dalam masjid.”

Tags: Cerita AnakMasjid
Previous Post

Subuh yang Kelabu

Next Post

Sholat Tarawih dalam Analogi Kepemimpinan

Mohammad Mahpur

Mohammad Mahpur

Ilmuan Psikologi Sosial, Peace Activist and Gusdurian Advisor, Writer, Pemberdaya Masyarakat dan Komunitas. Founder Kampus Desa Indonesia. Memberikan beberapa pelatihan gender, moderasi beragama, dan metodologi penelitian kualitatif, khusus pendekatan PAR

RelatedPosts

Era Berperilaku Baik dalam Dunia Pendidikan
Opini

Era Berperilaku Baik dalam Dunia Pendidikan

by Astatik Bestari
November 24, 2022
0
24

Kampusdesa.or.id -- Pernahkan kita mendengar larangan begini, "jangan sering absen mengajar, nanti diiri guru yang lain!" Larangan ini sering  diperdengarkan...

Read more
Kawula muda  bijaklah dalam bermelodi, karena musik itu sugesti
Opini

Kawula muda bijaklah dalam bermelodi, karena musik itu sugesti

by Maulana Arif Muhibbin
March 30, 2022
0
212

Ini tentang musik, sifatnya yang universal terkadang mereduksi pemikiran rasional. Lantas bagaimana dengan hal yang bersifat emosional? Bisa dibilang musik...

Read more
Apakah Olimpiade Tokyo 2020 Paling Ramah Gender ? Simak Fakta Berikut
Lifestyle

Apakah Olimpiade Tokyo 2020 Paling Ramah Gender ? Simak Fakta Berikut

by Nur Aisyah Maullidah
March 25, 2022
0
204

SOBAT! YUK FLASHBACK SEJENAK KE GELARAN OLIMPIADE OLAHRAGA DUNIA TAHUN 2020. PADA MOMENT ITU TOKYO MENJADI TUAN RUMAH YANG MENYELENGGARAKAN...

Read more

Discussion about this post

Archive Artikel

Most commented

Gagalnya Makalah sebagai Tugas Kuliah

Balewiyata-Unisma; Situs Toleransi Gereja-Pesantren di Malang

Waspadai Kandungan Boraks atau Garam Kuning

Balewiyata dan Gus Dur; Situs Toleransi Malang yang Perlu Dirawat

Rembug Komunitas; Gusdurian Malang Tawarkan Peluang Menjadi Aktifis Penggerak

Metode Pemberdayaan Imamah; Mengubah dari Sense of Budgeting ke Sense of Benefit

Kampus Desa Indonesia

Kampus Desa Indonesia

Jl. Raya Candi VI-C Gang Pukesmas No. 4 RT 09 RW 06 Karangbesuki, Sukun, Kota Malang

SK Menkumham No. AHU-01356.AH.02.01 Tahun 2016

Tags

Agenda (36) Aktual (7) Desa Giat (2) Desa Unggul (3) Dokter Rakyat (45) Gubuk Sastra (10) Hari ini (3) Indonesia Menulis COVID 19 (82) Kearifan Lokal (8) Kelas Ekoprinting (3) Kelas Motivasi (1) Kita Belajar Menulis (66) Kopipedia (5) Kuliah Desa (10) kuliah hari ini (2) Kuliah Terbuka (133) Layanan (9) Lifestyle (1) Magang (1) Ngaji Tani (18) Opini (317) Pendidikan Hari Ini (73) Produk (27) Psikologi Hari Ini (126) Refleksi (27) Sepak Bola (6) Uncategorized (147) Wacana (1) World (1)

Recent News

Gagalnya Makalah sebagai Tugas Kuliah

Gagalnya Makalah sebagai Tugas Kuliah

March 27, 2023
Balewiyata-Unisma; Situs Toleransi Gereja-Pesantren di Malang

Balewiyata-Unisma; Situs Toleransi Gereja-Pesantren di Malang

March 8, 2023

© 2022 Kampusdesa.or.id - Designed with 💕 RuangBit.

No Result
View All Result
  • Home
  • Artikel
    • Opini
      • Psikologi Hari Ini
      • Pendidikan Hari Ini
      • Refleksi
      • Gubuk Sastra
      • Sepak Bola
  • Agenda
  • Hari ini
  • Profil Kami

© 2022 Kampusdesa.or.id - Designed with 💕 RuangBit.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In