• Call: +62 858-5656-9150
  • E-mail: [email protected]
Education Blog
  • Home
  • Artikel
    6 Jenis Konsentrasi yang Mempengaruhi Keberhasilan Belajar Anak

    6 Jenis Konsentrasi yang Mempengaruhi Keberhasilan Belajar Anak

    Semua Orang Adalah Guru Bagi Siswa Merdeka Belajar

    Semua Orang Adalah Guru Bagi Siswa Merdeka Belajar

    Media Sosial dalam Pembelajaran: Masih Relevankah Penolakan?

    Media Sosial dalam Pembelajaran: Masih Relevankah Penolakan?

    Mental Passenger, Problem Laten Dunia Pendidikan Kita

    Mental Passenger, Problem Laten Dunia Pendidikan Kita

    Pandemi COVID-19 Mampu Membangun Percaya Diri dalam Melaksanakan Belajar Dari Rumah

    Pandemi COVID-19 Mampu Membangun Percaya Diri dalam Melaksanakan Belajar Dari Rumah

    Korupsi Merajalela, Pendidikan Harus Bagaimana?

    Korupsi Merajalela, Pendidikan Harus Bagaimana?

    Peran Pemuda dalam Mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

    Peran Pemuda dalam Mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

    Menanya Ulang Tujuan Pendidikan Modern

    Menanya Ulang Tujuan Pendidikan Modern

    Mengenali Emotional Burnout dan Tips Untuk Mengatasinya

    Mengenali Emotional Burnout dan Tips Untuk Mengatasinya

    Trending Tags

    • Opini
      • Psikologi Hari Ini
      • Pendidikan Hari Ini
      • Refleksi
      • Gubuk Sastra
      • Sepak Bola
  • Agenda
  • Hari ini
  • Profil Kami
No Result
View All Result
Kampus Desa Indonesia
No Result
View All Result
Home Opini

ISTRI “NGLUNJAK” KARENA SUDAH MANDIRI FINANSIAL?

Nurani Soyomukti by Nurani Soyomukti
March 25, 2022
in Opini, Uncategorized
193 12
0
ISTRI  “NGLUNJAK” KARENA SUDAH MANDIRI FINANSIAL?
Share on FacebookShare on Twitter

Jika seorang perempuan sudah mandiri—punya pekerjaan dan penghasilan—dan dalam hak pemenuhan ekonomi tak tergantung pada laki-laki, bagaimanakah ketika ia menikah? Apa tidak akan “nglunjak” pada suami? Apa akan “patuh” pada suami?

Kampusdesa.or.id-Loh, apakah istri itu budak suami kok ada istilah “patuh”? Lelaki dan perempuan (suami dan istri) menurut saya adalah hubungan yang dibangun atas dasar kesetaraan, bukan hubungan tuan-budak, tuan-abdi. Arah hubungan dan tindakan-tindakan atau putusan yang diambil dalam keseharian adalah hasil diskusi bersama, bukan atas dasar keinginan satu pihak yang dipaksakan dan harus dituruti satu pihak lainnya tanpa bisa ditolak atau direspon (dan diberi masukan jika salah).

Tentu jika seorang perempuan (istri) punya penghasilan sendiri, memang akan berbeda situasinya. Bentuk relasi dalam pernikahan yang dibangun tentu akan beda dengan ketika si perempuan hanyalah seorang yang tidak berdaya secara ekonomi dan menjadikan pernikahan sebagai ikatan yang menyelamatkannya karena artinya ia secara ekonomi akan ditolong oleh si laki-laki (suami). Di sini ada asumsi, seakan pernikahan adalah upaya perempuan tidak berdaya agar bisa  numpang hidup pada suami?

Baca Juga :Tips Melindungi Anak Dari Kekerasan Seksual

Lantas apakah perempuan perempuan mandiri tidak butuh pernikahan? Tentu kembali pada pilihan masing-masing individu (perempuan-nya).

Pernikahan sendiri adalah hak. Menikah adalah hak, tidak menikah juga hak. Ini berbeda dengan konsep dan praktik pernikahan yang dipaksakan. Di zaman modern, perempuan boleh menolak menikah jika memang tidak menginginkannya, misalnya dinikahkan dengan lelaki yang tidak diinginkannya. “Lha apa gak punya kebutuhan seks kok gak menikah?”, pertanyaan seperti itu terkadang muncul.

Saya juga pernah berbincang dengan teman beberapa kali soal itu. Saya balik tanya: “Kalau orang tidak ngeseks itu apa akan mati atau tak bisa hidup? Bukankah yang mungkin membuat kita mungkin mati itu adalah kalau tidak makan sebulan atau setahun. Tidak melakukan seks bertahun-tahun, saya pikir, juga tak akan membuat kita mati. Yang kadang bikin cepat mati itu bisa jadi pernikahan yang buruk, yang membuat depresi, lalu bunuh diri. Atau mungkin istri dibunuh suaminya, atau sebaliknya, dalam sebuah hubungan yang buruk!”

Lantas jika perempuan itu mandiri, menikah apa tidak bisa (boleh)? Ya bisa saja (boleh). Dan apakah suaminya (lelaki) akan nyaman dan hubungan berjalan dengan baik jika ternyata si istri ternyata pendapatannya lebih dari si suami.

Baca Juga: Aksi Komunitas Lamongan Teduh Menanggulangi Climate Change di Pesisir Pantura Lamongan

Apakah si istri tidak akan “nglunjak”?

Kalau itu ya tergantung si lelakinya juga. Bukan semata karena pihak istri (perempuan). Masalahnya tujuan pernikahan memang bukan untuk saling mendominasi, tapi untuk saling mengerti. Istri bukan pelayan suami yang harus patuh. Suami juga bukan pihak yang harus selalu dituruti. Jadi tak ada masalah dengan kesetaraan antara suami dan istri. Sebab kesetaraan bukan kesamaan.

Kesetaraan itu menjamin masing-masing bisa diskusi soal pembagian tugas. Yang namanya orang mau membangun hubungan itu layaknya akan berbagi peran sesuai pengertian dan pemahaman, ada evaluasi, ada komunikasi yang bisa disampaikan. Latar belakang masing-masing, kemampuan masing-masing, bahkan pendapatan masing-masing, harus masuk dalam agenda diskusi.

Erich Fromm mengatakan: “Cinta didasarkan atas persamaan dan kebebasan. Jika ia didasarkan pada pembawahan (subordinasi) dan menghilangkan integritas pasangannya, yang demikian adalah ketergantungan masokistis, tak peduli bagaimana hubungan itu dirasionalisasikan. Sadisme juga sering menyamar sebagai cinta. Untuk menguasai orang lain, jika ia dapat mengatakan bahwa menguasai orang adalah demi orang itu sendiri, seringkali muncul ungkapan-ungkapan cinta, tetapi hakikatnya adalah kenikmatan menguasai”.

Dasarnya bukan pembagian tugas dan peran yang hasil doktrin budaya yang diikuti, tapi atas kesadaran masing-masing. Dan begitulah seharusnya pernikahan modern yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang memahami pentingnya humanisasi, bukan untuk tujuan mendominasi dan mendapatkan keuntungan pribadi.

Jangan lagi ada laki-laki yang tujuan nikahnya hanya sekedar, agar bisa mendapatkan orang dekat yang terikat dan bisa memenuhi hasrat seks, ada yang memasakkan makanan untuk dia, ada yang menjaga rumah, bersih-bersih dan cuci baju, serta merawat anak-anaknya. Demikian juga untuk perempuan, bahwa menikah bukan hanya untuk “nunut urip” dengan kompensasi memberikan dirinya sebagai abdi pada laki-laki. Saya pikir memang sudah seperti itulah pernikahan modern berjalan. Jadi tak ada masalah dengan konsep kesetaraan gender.

Tags: gender equalitykesetaraangenderwanita karierwanitakarirwomanday
Previous Post

Kita Semua adalah Makhluk Politik

Next Post

Panta Rhei Kai Uden Menei, Sebuah Pandangan Hidup

Nurani Soyomukti

Nurani Soyomukti

RelatedPosts

Era Berperilaku Baik dalam Dunia Pendidikan
Opini

Era Berperilaku Baik dalam Dunia Pendidikan

by Astatik Bestari
November 24, 2022
0
24

Kampusdesa.or.id -- Pernahkan kita mendengar larangan begini, "jangan sering absen mengajar, nanti diiri guru yang lain!" Larangan ini sering  diperdengarkan...

Read more
Kuliah Pakar, Kajian al-Qur’an dan Neurosains
Kuliah Terbuka

Kuliah Pakar, Kajian al-Qur’an dan Neurosains

by Kampus Desa Indonesia
September 22, 2022
0
224

Kampusdesa.or.id – Senin (1/8) telah hadir dilaksanakan Kuliah Pakar: Kajian Al-Qur’an dan Neurosains. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Universitas Al-Azhar Indonesia...

Read more
Kawula muda  bijaklah dalam bermelodi, karena musik itu sugesti
Opini

Kawula muda bijaklah dalam bermelodi, karena musik itu sugesti

by Maulana Arif Muhibbin
March 30, 2022
0
212

Ini tentang musik, sifatnya yang universal terkadang mereduksi pemikiran rasional. Lantas bagaimana dengan hal yang bersifat emosional? Bisa dibilang musik...

Read more

Discussion about this post

Archive Artikel

Most commented

Balewiyata-Unisma; Situs Toleransi Gereja-Pesantren di Malang

Waspadai Kandungan Boraks atau Garam Kuning

Balewiyata dan Gus Dur; Situs Toleransi Malang yang Perlu Dirawat

Rembug Komunitas; Gusdurian Malang Tawarkan Peluang Menjadi Aktifis Penggerak

Metode Pemberdayaan Imamah; Mengubah dari Sense of Budgeting ke Sense of Benefit

Era Berperilaku Baik dalam Dunia Pendidikan

Kampus Desa Indonesia

Kampus Desa Indonesia

Jl. Raya Candi VI-C Gang Pukesmas No. 4 RT 09 RW 06 Karangbesuki, Sukun, Kota Malang

SK Menkumham No. AHU-01356.AH.02.01 Tahun 2016

Tags

Agenda (36) Aktual (7) Desa Giat (2) Desa Unggul (3) Dokter Rakyat (45) Gubuk Sastra (10) Hari ini (3) Indonesia Menulis COVID 19 (82) Kearifan Lokal (8) Kelas Ekoprinting (3) Kelas Motivasi (1) Kita Belajar Menulis (66) Kopipedia (5) Kuliah Desa (10) kuliah hari ini (2) Kuliah Terbuka (133) Layanan (9) Lifestyle (1) Magang (1) Ngaji Tani (18) Opini (317) Pendidikan Hari Ini (73) Produk (27) Psikologi Hari Ini (126) Refleksi (27) Sepak Bola (6) Uncategorized (146) Wacana (1) World (1)

Recent News

Balewiyata-Unisma; Situs Toleransi Gereja-Pesantren di Malang

Balewiyata-Unisma; Situs Toleransi Gereja-Pesantren di Malang

March 8, 2023
Sumber photo: https://static.republika.co.id/uploads/images/inpicture_slide/aparat-polsek-citeureup-mengamankan-bakso-daging-babi-_150201220228-436.jpg

Waspadai Kandungan Boraks atau Garam Kuning

February 15, 2023

© 2022 Kampusdesa.or.id - Designed with 💕 RuangBit.

No Result
View All Result
  • Home
  • Artikel
    • Opini
      • Psikologi Hari Ini
      • Pendidikan Hari Ini
      • Refleksi
      • Gubuk Sastra
      • Sepak Bola
  • Agenda
  • Hari ini
  • Profil Kami

© 2022 Kampusdesa.or.id - Designed with 💕 RuangBit.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In