• Call: +62 858-5656-9150
  • E-mail: [email protected]
Education Blog
  • Home
  • Artikel
    6 Jenis Konsentrasi yang Mempengaruhi Keberhasilan Belajar Anak

    6 Jenis Konsentrasi yang Mempengaruhi Keberhasilan Belajar Anak

    Semua Orang Adalah Guru Bagi Siswa Merdeka Belajar

    Semua Orang Adalah Guru Bagi Siswa Merdeka Belajar

    Media Sosial dalam Pembelajaran: Masih Relevankah Penolakan?

    Media Sosial dalam Pembelajaran: Masih Relevankah Penolakan?

    Mental Passenger, Problem Laten Dunia Pendidikan Kita

    Mental Passenger, Problem Laten Dunia Pendidikan Kita

    Pandemi COVID-19 Mampu Membangun Percaya Diri dalam Melaksanakan Belajar Dari Rumah

    Pandemi COVID-19 Mampu Membangun Percaya Diri dalam Melaksanakan Belajar Dari Rumah

    Korupsi Merajalela, Pendidikan Harus Bagaimana?

    Korupsi Merajalela, Pendidikan Harus Bagaimana?

    Peran Pemuda dalam Mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

    Peran Pemuda dalam Mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

    Menanya Ulang Tujuan Pendidikan Modern

    Menanya Ulang Tujuan Pendidikan Modern

    Mengenali Emotional Burnout dan Tips Untuk Mengatasinya

    Mengenali Emotional Burnout dan Tips Untuk Mengatasinya

    Trending Tags

    • Opini
      • Psikologi Hari Ini
      • Pendidikan Hari Ini
      • Refleksi
      • Gubuk Sastra
      • Sepak Bola
  • Agenda
  • Hari ini
  • Profil Kami
No Result
View All Result
Kampus Desa Indonesia
No Result
View All Result
Home Kuliah Terbuka

Diskusi Mengatasi Kemiskinan dan Riwayat Alat Bantu Pemerintah

Nurani Soyomukti by Nurani Soyomukti
March 26, 2022
in Kuliah Terbuka
199 2
0
Diskusi Mengatasi Kemiskinan dan Riwayat Alat Bantu Pemerintah
Share on FacebookShare on Twitter

Program pengentasan kemiskinan dari dulu hingga sekarang selalu dihadapkan dengan berbagai kendala. Tak jarang kendala tersebut justru datang dari si pelaksana program itu sendiri. Misalnya hanya asal memberi bantuan tanpa pengkajian mendalam terhadap kebutuhan masyarakat sasaran. Akhirnya, pemberian bantuan tersebut hanya sekadar untuk penyerapan anggaran. Alat yang diberikan akhirnya tak terpakai, mangkrak di gudang, atau dijual.

Kampusdesa.or.id-Kemarin saya tidak jadi menyimak diskusi di pendopo tentang peran pemuda dalam pemberantasan kemiskinan. Karena, baru datang dan menyimak pengantar dari moderator, anak saya mengajak pulang. Maklum karena tugas utama saya siang kemarin adalah menjemput anak di Pendopo, karena ia sudah dijemput dulu Ibunya dan ibunya yang punya kewajiban untuk menyimak diskusi itu.

Tema kemiskinan itu cukup menarik. Sebab kemiskinan adalah situasi yang bisa dibicarakan dengan nada memberi harapan dan ketika dibuat retorika yang bagus, ia bisa mendatangkan harapan besar pada si pembuat janji-janji untuk mengatasi kemiskinan.

“Kemiskinan itu harus diurai. Mulai dari kontradiksi polok relasi material ekonomi, hingga problem-problem ikutannya yang kadang dianggap sebagai problem pokok”

Tapi setidaknya kemiskinan itu harus diurai. Mulai dari kontradiksi polok relasi material ekonomi, hingga problem-problem ikutannya yang kadang dianggap sebagai problem pokok. Meski arah diskusi di atas panggung kemarin sebenarnya tidak akan cukup membedah itu. Tapi saya tertarik karena setidaknya ada frase “peran pemuda” dalam mengatasi kemiskinan. Pertanyaan yang paling tepat diajukan tentunya adalah tentang bagaimana peran kaum muda mengatasi kemiskinan?

Saya hanya membayangkan bahwa ada beberapa pilihan untuk atasi kemiskinan. Cara-cara ini keluar dari narasumber, lalu kita tahu kelebihan dan kekurangan dari masing-masing strategi mengatasi kemiskinan. Tentu pilihan-pilihan bisa diambil oleh para generasi muda sesuai dengan posisi dan perannya masing-masing.

Salah satunya, misalnya, membagi kekayaan orang kaya ke orang miskin. Misalnya konsep zakat sudah bagus. Di sini, berarti istilahnya sistem charity atau kedermawanan. Yang kaya berderma. Ini adalah aksi heroik dan punya legitimasi kuat dalam moral dan reliji (agama).

Tapi kalau berderma ini memang punya efek akan memunculkan banyak ketergantungan. Demikian juga sistem penjaminan sosial di mana masyarakat dikasih uang tunai. Tapi mungkin menariknya jika uang (cash money) yang disalurkan benar-benar dipakai untuk kegiatan sebagaimana diharapkan. Benar-benar untuk pendidikan, kesehatan, gizi, dll. Bantuan tak sia-sia. Ini seperti dilakukan program PKH (Program Keluarga Harapan) yang memang sudah diakui secara global dan diterapkan di beberapa negara.

Kegiatan berderma dari komunitas masyarakat juga baik. Hanya saja kelemahan model charity ini juga ada, misalnya si pemberi bisa mempolitisir untuk kepentingan, bisa untuk meraup suara dalam pemilihan, bisa juga sekedar untuk narsis-narsisan. Memberi lalu difoto, dan si pemberi merasa bak pahlawan. Kalau programnya dari duit negara, secara aturan memang tidak bisa dipolitisir secara sepihak. Tidak perlu juga exposure yang begitu narsistik.

Tapi kesadaran untuk berderma ini memang sangat penting sekali. Kompetisi berderma di era medsos menjadi semarak, dilakukan oleh berbagai komunitas. Bukan hanya calon kepala desa, calon anggota legislatif, dan calon bupati dan wakil bupati ketika memasuki masa pemilihan—tapi antar komunitas medsos juga berkompetisi untuk tampil sebagai penderma dan mem-posting di medsos.

Biasanya kalau berderma memang harus ikhlas, bahkan konon ada sebagian kalangan yang berpendapat bahwa kalau memberi itu harus diam-diam dan bahkan tidak ditunjuk-tunjukkan. Mungkin di era medsos hal itu sulit. Positifnya, ketika memberi atau menyumbang lalu dimedsoskan, mungkin bisa menginspirasi yang lain. Kebaikan menularkan kebaikan. Semoga bukan kompetisi antar komunitas atau antar individu untuk saling merasa eksis karena memberi. Kita harus berpersepsi positif bagi bangkitnya aksi karitas dari berbagai komunitas.

“Problemnya, apakah alat tersebut diberikan pada orang-orang yang memang membutuhkan? Ataukah bantuan alat hanya sekedar penyerapan anggaran”

Ada pula jalan pemberdayaan. Jadi orang yang dianggap miskin diberikan keterampilan, alat, dan bahkan juga modal (atau semuanya, termasuk pelatihan). Tapi juga ada juga yang diberikan alat atau sarana saja. Problemnya, apakah alat tersebut diberikan pada orang-orang yang memang membutuhkan? Ataukah bantuan alat hanya sekedar penyerapan anggaran.

Saya pernah melihat sendiri tentang hal ini. Kebetulan ibu saya yang dulu berdagang ikan di pasar pernah mendapat bantuan dari pemerintah. Satu alat berupa alat tempat pembakaran ikan. Satunya kotak/boks tempat penyimpanan ikan. Lucunya, keduanya akhirnya tidak dipakai. Alat untuk pembakaran ternyata tak digunakan karena kurang enak dipakai, terlalu lebar. Dan hasil pembakarannya lebih bagus jika dibakar dengan alat menggunakan batu bata sebagai “amping-amping” perapian dan meletakkan sapit ikan (ujung dan pangkal Sapit, terbuat dari bambu).

Yang boks juga tidak terpakai. Kenapa, tempatnya terlalu besar, terlalu lebar dan tinggi. Alat itu terlalu besar untuk pedagang kecil seperti Mbok Fatonah (ibu saya) dan pedagang-pedagang ikan lainnya. Malahan, boks itu akhirnya saya pakai untuk menyimpan arsip, beberapa buku, dan kliping-kliping koran yang saya buat sejak kuliah.

Posisi boks itu sekarang di rumah kami yang berada di Karangan, bukan lagi di Prigi rumah ibu saya yang sudah meninggal lima tahun lalu. Bukan Mbok Fatonah saja yang tidak menggunakan alat yang merupakan bantuan dari pemerintah. Ada juga beberapa pedagang yang mengalami hal yang sama.

“Problem bantuan barang seringkali seperti itu. Yang didahulukan biasanya adalah pokoknya ada pengadaan barang untuk menyerap anggaran atau kegiatan pengadaan barang”

Menurut suami saya, problem bantuan barang seringkali seperti itu. Yang didahulukan biasanya adalah pokoknya ada pengadaan barang untuk menyerap anggaran atau kegiatan pengadaan barang. Bahkan kadang pada pencarian kelompok sasaran juga dilelang. Kalimat tawarannya ada yang begini: “Mau kami kasih bantuan barang senilai sekian, tapi tolong ‘susukan’ (uang kembalian) ke kami ya. Berani nggak? Kalau nggak berani aku tawarkan ke yang lain!”

Dilihat dari kisah-kisah demikian itu, setidaknya kita masih menghadapi beberapa mentalitas SDM baik di kalangan si miskin sendiri maupun pihak yang merasa atau ingin membantu si miskin. Diskusi tentang mentalitas ini tampaknya rumit. Tetapi sebenarnya bisa diurai. Relasi kuasa yang terkonstruksi bisa dibongkar (didekonstruksi).

“Berbagai cara dan strategi melawan kemiskinan harus dilakukan bersama-sama bagi kaum muda yang merasa punya posisi dan peran untuk berbuat”

Cara pemberdayaan maupun model “charity” sama-sama penting untuk dilakukan. Kontrol terhadap kebijakan pemerintah agar mau dan mampu mengatasi kemiskinan juga penting untuk dilakukan. Berbagai cara dan strategi melawan kemiskinan harus dilakukan bersama-sama bagi kaum muda yang merasa punya posisi dan peran untuk berbuat.

Tags: Bantuan Hidup Dasarkemiskinanpemberdayaan masyarakatpemberdayaan masyarakat desapemuda desa
Previous Post

Islam Jalan Hidup, Bukan Gaya Hidup

Next Post

Merdeka Belajar: Model BCCT dalam Pengelolaan Sekolah (1)

Nurani Soyomukti

Nurani Soyomukti

RelatedPosts

Balewiyata-Unisma; Situs Toleransi Gereja-Pesantren di Malang
Kearifan Lokal

Balewiyata-Unisma; Situs Toleransi Gereja-Pesantren di Malang

by Mohammad Mahpur
March 8, 2023
0
230

Kampusdesa.or.id--Kebutuhan mengkaji Islam untuk menguatkan pemahaman lintas agama pada studi Islamologi menghubungkan Balewiyata dengan Pesantren Ainul Yakin Unisma Malang. Tak...

Read more
Sumber photo: https://static.republika.co.id/uploads/images/inpicture_slide/aparat-polsek-citeureup-mengamankan-bakso-daging-babi-_150201220228-436.jpg
Kuliah Desa

Waspadai Kandungan Boraks atau Garam Kuning

by Redaksi
February 15, 2023
0
336

Kampusdesa.or.id--Borax itu adalah garam bleng atau juga cetitet dalam dunia industri. Boraks menjadi bahan solder, bahan pembersih, pengawet kayu, antiseptik...

Read more
Mengenal Lebih Dekat Teman Tuli
Kuliah Terbuka

Mengenal Lebih Dekat Teman Tuli

by Siti Fatimah
November 25, 2022
0
103

Kampusdesa.or.id-- Kata tuna umum dipakai untuk menunjukkan keadaan disabilitas atau difabel seseorang. Orang yang tidak bisa melihat disebut tuna netra,...

Read more

Discussion about this post

Archive Artikel

Most commented

Gagalnya Makalah sebagai Tugas Kuliah

Balewiyata-Unisma; Situs Toleransi Gereja-Pesantren di Malang

Waspadai Kandungan Boraks atau Garam Kuning

Balewiyata dan Gus Dur; Situs Toleransi Malang yang Perlu Dirawat

Rembug Komunitas; Gusdurian Malang Tawarkan Peluang Menjadi Aktifis Penggerak

Metode Pemberdayaan Imamah; Mengubah dari Sense of Budgeting ke Sense of Benefit

Kampus Desa Indonesia

Kampus Desa Indonesia

Jl. Raya Candi VI-C Gang Pukesmas No. 4 RT 09 RW 06 Karangbesuki, Sukun, Kota Malang

SK Menkumham No. AHU-01356.AH.02.01 Tahun 2016

Tags

Agenda (36) Aktual (7) Desa Giat (2) Desa Unggul (3) Dokter Rakyat (45) Gubuk Sastra (10) Hari ini (3) Indonesia Menulis COVID 19 (82) Kearifan Lokal (8) Kelas Ekoprinting (3) Kelas Motivasi (1) Kita Belajar Menulis (66) Kopipedia (5) Kuliah Desa (10) kuliah hari ini (2) Kuliah Terbuka (133) Layanan (9) Lifestyle (1) Magang (1) Ngaji Tani (18) Opini (317) Pendidikan Hari Ini (73) Produk (27) Psikologi Hari Ini (126) Refleksi (27) Sepak Bola (6) Uncategorized (147) Wacana (1) World (1)

Recent News

Gagalnya Makalah sebagai Tugas Kuliah

Gagalnya Makalah sebagai Tugas Kuliah

March 27, 2023
Balewiyata-Unisma; Situs Toleransi Gereja-Pesantren di Malang

Balewiyata-Unisma; Situs Toleransi Gereja-Pesantren di Malang

March 8, 2023

© 2022 Kampusdesa.or.id - Designed with 💕 RuangBit.

No Result
View All Result
  • Home
  • Artikel
    • Opini
      • Psikologi Hari Ini
      • Pendidikan Hari Ini
      • Refleksi
      • Gubuk Sastra
      • Sepak Bola
  • Agenda
  • Hari ini
  • Profil Kami

© 2022 Kampusdesa.or.id - Designed with 💕 RuangBit.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In