Travelling Writing: Kenangan Taiwan Rasa Indonesia

326
SHARES
2.5k
VIEWS

Rihlah adalah strategi sesaat melepas lelah sekaligus mencari ridha Ilahi. Berbagai ragam cara dapat dilakukan untuk rihlah. Mulai dari traveling writing, berkunjung ke destinasi wisata tertentu, wisata kuliner halal, silaturahmi baik daring maupun luring, atau wisata religi mengunjungi masjid. Singkatnya, rihlah identik dengan rekreasi Islami pelepas lelah.

Kampusdesa.or.id — Delapan diaspora Taiwan mengunjungi destinasi wisata pada Sabtu (2/10). Kegiatan bertajuk “travelling writing” ini terselenggara berkat sinergi dan kolaborasi antara Forum Mahasiswa Muslim Indonesia di Taiwan (FORMMIT), School of Life Institute (SLI), dan Indonesian Scholars Network (ISNet). Program kerja kolaboratif ini bermula dari obrolan ringan di media sosial. Ada beberapa usulan untuk mengadakan rekreasi sekaligus silaturahmi. Meskipun beberapa personil berhalangan, namun ada delapan orang yang bersedia mengikutinya.

RelatedPosts

Anggota yang hadir diantaranya adalah Abu Amar Fauzi (mahasiswa S3 di NTUST Taiwan dan Dosen Universitas Hayam Wuruk Perbanas), Dito Anurogo (Mahasiswa S3 di IPCTRM TMU Taiwan dan Dosen FKIK Unismuh Makassar), Dwinto Martri Aji Buana (Mahasiswa S3 di NTUST Taiwan dan Dosen Widyatama), Erfansyah Ali (Mahasiswa S3 di NTUST Taiwan dan Dosen Universitas Telkom), Jusuf Hendra Kusuma (Pegawai di Nokia), Muhammad Iqbal Hanafri (Mahasiswa S3 di NTUST Taiwan dan Dosen Global Institute of Technology and Business, Tangerang), M Rakhmat Setiawan (Pegawai di Jazz Hipster Corporation), Noorman Rinanto (Mahasiswa S3 di NTUST Taiwan dan Dosen Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya).

Rihlah identik dengan rekreasi Islami pelepas lelah.

Rihlah adalah strategi sesaat melepas lelah sekaligus mencari ridha Ilahi. Berbagai ragam cara dapat dilakukan untuk rihlah. Mulai dari traveling writing, berkunjung ke destinasi wisata tertentu, wisata kuliner halal, silaturahmi baik daring maupun luring, atau wisata religi mengunjungi masjid. Singkatnya, rihlah identik dengan rekreasi Islami pelepas lelah.

Pesona Ximen

Pukul 09:30, masing-masing diaspora telah berkemas dari kediamannya. Penulis bersiap lebih awal, sekitar pukul 9 pagi, mengingat perlu berjalan kaki menuju stasiun MRT Taipei 101/World Trade Center (R 03), line merah. Melewati enam stasiun MRT, yakni Xinyi Anhe, Daan, Daan Park, Dongmen, sampailah di stasiun MRT Chiang Kai-Shek Memorial Hall (CKS). Dari CKS beralih ke line hijau, melewati stasiun MRT Xiaonanmen, akhirnya saya tiba di stasiun MRT Ximen. Perjalanan dari kos menuju stasiun MRT Ximen berjarak 9,4 kilometer itu memerlukan waktu tempuh sekitar delapan belas menit.

Di stasiun MRT Ximen itu, saya menunggu sekitar lima menit, sebelum bertemu mas Iqbal. Sembari menunggu lainnya, kami duduk santai sambil membaca al-Quran. Satu per satu sahabat pun berdatangan. Setelah lengkap berkumpul semuanya, kami berswafoto sejenak sebelum berjalan-jalan menikmati cerahnya Ximen. Suasana masih relatif sepi. Beberapa toko serta restoran belum buka. Saat itu jarum jam belum genap menunjukkan pukul sebelas pagi.

Ximen memang mulai menggeliat dan padat di malam hari. Beragam atraksi hiburan jalanan mulai dipertunjukkan sore menjelang malam. Beragam cenderamata khas Taiwan, pakaian, makanan, kerajinan tangan, street food, seafood begitu memanjakan mata dan lidah wisatawan mancanegara. Ini memang sesuai namanya, yakni Ximen Night Market. Mereka yang telah mengunjungi Ximen sekali, pastilah ketagihan dan dijamin akan kembali lagi.

Meskipun demikian, siang hari pun beberapa toko dan restoran sudah mulai beraktivitas. Sambil berkeliling Ximen, kami mendiskusikan semua hal. Mulai dari kabar diri dan keluarga, pernak-pernik kehidupan, hobi, film, kos, serta selera kuliner. Di tengah perjalanan, saya menyempatkan diri untuk membaca buku yang memang disediakan secara gratis oleh pemilik toko.

Kami bersepakat untuk berwisata kuliner halal di Ximen. Tibalah kami di restoran halal Muslim, yakni Chang’s Beef Noodles. Restoran yang tutup sekitar pukul 7.30 malam ini beralamat di No. 21, Yanping S Rd, Zhongzheng District, Taipei City, 100. Beberapa menu mie favorit segera saja tersaji setelah dipesan. Sensasi mie tersebut benar-benar sulit dilupakan. Kuahnya yang gurih, daging sapi dan tendon yang empuk, belum lagi “semacam siomay” yang menggoyang lidah. Seorang teman sampai menambah porsi makanannya.

Usai menikmati lezatnya mie Taiwan beserta kudapannya, kami menunaikan shalat Dzuhur berjamaah bergiliran. Ada mushalla kecil di restoran itu yang cukup digunakan dua orang untuk berjamaah.

Destinasi Wisata Legendaris

Kami bergegas menuju salah satu destinasi wisata yang terkenal di Taiwan, yakni National Chiang Kai-Shek (CKS) Memorial Hall. Jarak restoran menuju CKS Memorial Hall sekitar 600 meter. Meskipun demikian, kami memilih menggunakan moda transportasi MRT. Waktu operasional bangunan dengan luas sekitar 250 ribu meter persegi di hari Sabtu adalah jam sembilan pagi hingga jam enam sore. Entah sekadar kebetulan atau memang faktor keberuntungan, kami dapat menyaksikan atraksi militer Taiwan. Puluhan taruna dan taruni bersegeram militer berbaris rapi. Mereka kompak mengikuti derap irama, terampil memainkan senjata diikuti gerak tubuh nan harmonis. Atraksi itu ditonton oleh puluhan pelancong serta diabadikan beberapa awak media.  

Setelah menikmati atraksi militer taruna dan taruni Taiwan di bawah terik matahari, kami beristirahat sejenak di taman yang berada di National Chiang Kai-Shek Memorial Hall. Beberapa burung terlihat hinggap di ranting tanaman dan tupai berloncatan di cabang pepohonan. Sejenak melepas lelah, kami bersepakat mengunjungi museum CKS yang merupakan bagian dari National Chiang Kai-Shek Memorial Hall. Beruntung museum itu buka usai atraksi milter tadi.

Memasuki museum, protokol kesehatan diberlakukan ketat. Mulai memindai barcode, mencuci tangan, hingga screening suhu tubuh dengan detektor otomatis. Di dalam museum, beragam diorama menarik dibaca. Seolah mengikuti memorabilia serta perjalanan hidup Chiang Kai-Shekdari lahir hingga meninggal dunia.

Diorama Historis

Berbagai peninggalan Chiang Kai-Shek dapat diobservasi dengan mendalam. Mulai dari limousine buatan Cadillac tahun 1955, surat-surat, telegram, buku catatan Matematika, seragam dan baju kebesaran serta harian, foto-foto kunjungan, lukisan cat air dan cat minyak, kursi, hingga replika menu favorit tersimpan dan terawat rapi.

Uniknya, museum itu juga dilengkapi dengan rekaman pidato Chiang Kai-Shek, diorama ruang pribadi Chiang Kai-Shek, serta siluet Chiang Kai-Shek beserta rombongan yang semuanya instagramable. Terlihat para pengunjung berswafoto dan berfoto-ria bersama sahabat dan keluarga mereka.

Tidak hanya itu, pihak pengelola museum juga memanjakan para pengunjung dengan fasilitas kedai teh dan kopi, kantor pos yang menjual perangko dan dapat berkirim surat, tempat membeli suvernir khas Taiwan, seperti: gantungan kunci, kaus, topi, kartu pos, magnet untuk hiasan kulkas, batu giok, tasbih, dekorasi meja, piring, mutiara, dan beragam produk khas Taiwan. Harganya beragam. Yang pasti, sesuai dengan kualitasnya. (Liputan oleh: dr Dito Anurogo MSc, seorang dokter literasi digital, dokter rakyat di Kampus Desa Indonesia, CEO dan founder School of Life Institute, penulis puluhan buku berlisensi BNSP, trainer berlisensi BNSP, pendidik di FKIK Unismuh Makassar, pembelajar multi-lintasdisipliner, S3 di IPCTRM College of Medicine, Taipei Medical University, Taiwan).

Editor: Haniffa Iffa

Dito Anurogo

Dito Anurogo

Dokter literasi digital, dokter rakyat di Kampus Desa Indonesia, dosen FKIK Unismuh Makassar, penulis puluhan buku, sedang menempuh S3 di Taipei Medical University Taiwan.

Arsip Terpilih

Related Posts

Welcome Back!

Login to your account below

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.