Dilema Dosen Masakini: Antara Do Science atau Do Cent?

328
SHARES
2.5k
VIEWS

Menjadi dosen dengan “beban” kerja yang cukup besar kadang tidak sejalan dengan upah yang diterima. Sehingga beberapa mungkin masih merasa kurang dan jadi tidak maksimal dalam mengamalkan tri dharma Perguruan Tinggi, dalam hal ini saya sebut dengan “Do-Science” atau mengerjakan sesuai keilmuannya baik itu mengajar, meneliti, maupun diaplikasikan di tengah-tengah masyarakat.

Kampusdesa.or.id–Dosen merupakan sebutan bagi para pendidik di lingkungan perguruan tinggi. Menurut laman duniadosen.com seorang dosen terkenal memiliki kemampuan akademik di atas rata-rata. Maka tak heran jika dosen masih menjadi profesi yang terpandang dalam sosial masyarakat.

Indonesia adalah salah satu negara dengan jumlah dosen paling banyak, dikarenakan jumlah perguruan tinggi mulai dari institut, sekolah tinggi, hingga universitas baik swasta maupun negeri sangat banyak sekali.

Namun yang menjadi persoalan adalah dikarenakan dosen adalah sebuah pekerjaan, tentu seorang yang bekerja pasti ingin mendapatkan uang. Gaji dosen di Indonesia jika dirata-rata seperti dilansir oleh pintek.id menyatakan kisaran gaji pokok yang diterima dosen setiap bulan yaitu sebesar Rp 2.688.500 sampai Rp 4.415.600. Pemberian besaran gaji dosen tersebut tergantung pada masa kerjanya.

RelatedPosts

Beda halnya dengan gaji pokok dosen non-PNS di universitas swasta yang diterima. Nominalnya pun berbeda-beda tergantung dari kebijakan masing-masing institusi yang menaunginya.

Meskipun demikian, pemerintah menetapkan gaji pengajar baik guru maupun dosen ke dalam Peraturan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yaitu guru memiliki hak atas pekerjaannya dari penyelenggara pendidikan dalam bentuk finansial secara berkala.

Dari peraturan undang-undang tersebut, dosen swasta diharuskan mendapat penghasilan minimum sesuai dengan Upah Minimum Provinsi (UMP). Akan tetapi faktanya, jauh dari upah minimum.

Padahal dosen memiliki beban kerja yang tidak kaleng-kaleng, yaitu berperan sebagai agen pembelajaran, pengembang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta pengabdi kepada masyarakat berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.

Sebagaimana Kemendikbud-ristek mewajibkan semua dosen harus memenuhi tiga kewajiban yang dikenal dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, sebagaimana yang tertuang di dalam RI No. 14 tahun 2005 yakni Pendidikan dan Pengajaran; Penelitian dan Pengembangan; Pengabdian kepada Masyarakat.

Dengan “beban” kerja yang cukup besar kadang tidak sejalan dengan upah yang diterima. Sehingga beberapa mungkin masih merasa kurang dan jadi tidak maksimal dalam mengamalkan tri dharma Perguruan Tinggi, dalam hal ini saya sebut dengan “Do-Science” atau mengerjakan sesuai keilmuannya baik itu mengajar, meneliti, maupun diaplikasikan di tengah-tengah masyarakat.

Oleh karena itu, pasti tidak sedikit dosen di Indonesia yang masih mencari sampingan seperti jualan online, beternak, atau membuka bisnis lainnya. Bahkan berjibaku dengan urusan administratif belaka. Dalam hal ini saya sebut dengan “Do-Cent”, mencari uang dan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Meskipun pada dasarnya kategori nominal “cukup” itu tidak ada batasnya dan tergantung sifat masing-masing perseorangan. Berdasar kebutuhan dan keinginan masing-masing. Sehingga ada yang “gedhe syukure” ada yang berpikir ideal dan harus ngamen mencari cuan dari tunjangan jabatan fungsional, danah hibah, minta tambahan tugas, dan lain-lain.

Sebagai pelaku dan pengamat, saya tidak menyalahkan siapapun. Karena begitulah faktanya dan sudah menjadi tuntutan. Di mana memiliki ilmu pengetahuan, maka wajib hukumnya mengajarkan dan mengamalkan. Hal ini juga merupakan ajaran agama Islam.

Ibnu ‘Abbas RA berkata; Rasul SAW bersabda; “Barang siapa yang berusaha mengamalkan ilmu yang telah diketahuinya, maka Allah akan menunjukkan apa yang belum diketahuinya.”

Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa ayat 66 yang artinya: “Dan sesungguhnya kalau mereka mengamalkan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan mereka.”

Asalkan masih dalam jalur yang benar tidak mengambil yang bukan haknya atau menyunat dana. Mari saling berintropeksi dan semoga pemerintah menjamin dan menyejahterakan semua pendidik yang ada di Indonesia. Ketika ada istilah guru (baca: termasuk juga dosen) tanpa tanda jasa, tentu bentuk penghargaan sebesar nominal berapapun tidak akan menggantikan dengan ilmu dan jariyah yang diberikan. Namun apabila dengan nominal yang layak, maka seorang dosen akan dapat fokus “Do-Science” bukan hanya “Do-Cent”. []

Tulisan bandingan
Mas Sigit: https://web.facebook.com/photo/?fbid=4474300095952660&set=a.518646254851417
Mojok: https://mojok.co/pojokan/buka-bukaan-soal-gaji-dosen-pns-dosen-tetap-non-pns-dan-dosen-luar-biasa/

Arsip Terpilih

Related Posts

Welcome Back!

Login to your account below

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.