Menyambut perayaan kemerdekaan Republik Indonesia, SMA Negeri 15 Semarang mengadakan Kelas Inspirasi: Literasi Kesehatan. Diaspora Taiwan, dr Dito Anurogo MSc, diundang sebagai narasumber.
Pelaksana tugas Kepala SMA Negeri 15 Semarang, Bapak Rusmiyanto SPd MPd mengungkapkan kegembiraannya atas kehadiran dokter Dito. Saat memberikan kata sambutan, beliau berpesan agar siswa-siswi dapat terinspirasi dan mengikuti jejak langkah dokter Dito, terutama dalam hal literasi dan prestasi yang mencerahkan peradaban.
Sebagai mahasiswa yang sedang studi S3 di International PhD Program for Cell Therapy and Regeneration Medicine (IPCTRM), College of Medicine, Taipei Medical University (TMU), Taiwan, dokter Dito membawakan materi tentang stem cells (sel punca), nanoteknologi, konsep rida, serta The Art of Health Literacy 5.0.
Dosen tetap di Fakultas Kesehatan dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Makasar itu menjelaskan tentang terapi stem cells. Terapi sel punca atau stem cells bermanfaat sebagai antipenuaan (antiaging), berperan mengatasi kelainan neurologi (sistem persarafan) seperti: autisme, ataksia, serebral palsy, Parkinson, cedera tulang belakang, stroke, Alzheimer, multipel sklerosis; penyakit ortopedi (tulang) berupa: kelelahan kronis, nyeri punggung kronis, osteoartritis; kelainan imun (sistem kekebalan tubuh) misalnya: lupus, artritis reumatoid; penyakit jantung, contohnya: infark miokard, penyakit jantung iskemik; penyakit diabetes, ginjal, hati, dan kanker.
Ibarat koin, stem cells juga memiliki dua sisi, yakni keuntungan dan kerugian. Pada sel punca dewasa (adult stem cell), tubuh akan menerima sel tanpa rejeksi atau penolakan. Tidak ada problematika moral atau etis. Kerugiannya hanyalah teknologi ini amatlah rumit dan masih dalam proses pengembangan. Pada kasus sel punca embrionik (embryonic stem cell), sumber sel tersedia dari terapi IVF (in vitro fertility). Adapun kerugiannya, beberapa ahli berpendapat bahwa merusak embrio berarti merusak potensi kehidupan manusia.
Dokter penulis puluhan buku berlisensi BNSP itu juga mengungkapkan tentang nanoteknologi. Nanoteknologi adalah penggunaan material berukuran sangat kecil untuk menciptakan material berukuran besar. Nanoteknologi merupakan teknologi yang memungkinkan manusia untuk mengembangkan beragam material. Skala nano berkisar dari 1 nm hingga 100 nm. Skala nano berarti sepermiliar dari sesuatu. Jika ditulis dengan angka: 0,000000001.
Nanoteknologi telah membuat perbedaan yang signifikan dalam hal nanobots medis, perlengkapan sensors, teknologi fitness yang dapat dipakai, penyembuhan diri sendiri (self-healing), keuntungan big data, dan keuntungan lingkungan. Seperti halnya stem cells, nanoteknologi juga memiliki berbagai keuntungan dan kerugian. Keuntungan nanoteknologi misalnya: berperan dalam energi terbarukan, memiliki sirkuit yang sangat presisi di dalam perlengkapan elektronika, mengefektifkan dunia kedokteran, gen-gen yang rusak dapat diperbaiki. Adapun kerugian nanoteknologi misalnya: menghasilkan toksin dan polutan yang mengancam lingkungan hidup, berdampak pada hilangnya lowongan kerja tertentu, memiliki tingkat keamanan yang masih dipertanyakan terutama pada penggunaan nanoweapons dan smart bullets.
Kelas inspirasi bertambah semakin seru tatkala dokter Dito memeragakan senam jari tangan. Senam ini bertujuan untuk menyeimbangkan otak kanan dan otak kiri sekaligus hiburan edukatif.
Puncaknya, saat dokter Dito menjelaskan tentang the Art of Health Literacy 5.0. Inilah inti dari literasi. Konsep ciptaan dokter Dito ini berintikan keseimbangan (harmoni) di empat penjuru mata angin. Untuk mencapai keseimbangan, diperlukan kolaborasi, komunikasi, jejaring (channel), dan efisiensi biaya (cost-effectiveness). Hal-hal lainnya juga diperlukan, seperti: digitalisasi, kebersinambungan proses, kolaborasi internasional, kesehatan dan sosiokultural, edukasi dan ekonomi. Tentunya, perlu didukung lintas-sektoral dan para pakar multidisipliner. Slogan yang diperkenalkan dokter Dito sungguh menarik. Mari kita senantiasa bersinergi dan berkolaborasi demi mewujudkan dunia yang lebih baik dan peradaban yang lebih cerah.
Menariknya, dokter Dito juga mengemukakan istilah “Literasi Sehat” yang berarti literasi yang holistik-komprehensif. Beberapa unsur pendukungnya meliputi: berintegritas, beretika-berestetika, solutif, inovatif, futuristik, bernuansa lokal, berwawasan global, berkarakter kuat, dan mengandung kebenaran.
Literasi sehat mampu mencerahkan peradaban dunia. Dimulai dari mencerahkan jiwa, menyehatkan warga, akhirnya dapat menghebatkan bangsa. “Kuncinya sederhana. Kembali kepada komitmen kita bersama,” jelas dokter Dito bersemangat.
Dokter peraih penghargaan “International Scientist Awards 2022″ sebagai “Best Researcher Award” ini juga mengemukakan tentang urutan alur pikir ilmiah. Mulai dari fenomena, masalah, tujuan umum, kerangka konseptual, tujuan khusus, rumusan masalah, manfaat, dan perumusan judul.
Penulis “Ensiklopedia Penyakit dan Gangguan Kesehatan” ini juga mengemukakan tentang “12 Prinsip Literasi Kesehatan di Era Digital”. Pertama, berdoalah sebelum dan setelah berkegiatan di dunia maya (internet). Kedua, perbanyaklah membaca kritis (critical reading) dari sumber website terpercaya. Ketiga, persering membaca kitab suci dan referensi atau jurnal ilmiah daripada media sosial. Keempat, tidak semua berita atau hal yang viral mengandung kebenaran. Tidak semua kebenaran menjadi berita viral. Kelima, jadilah dan berperilakulah sebagai netizen (warga internet) seperti Anda ingin diperlakukan netizen lainnya. Keenam, lakukan miniriset (cek-ricek, konfirmasi, klarifikasi) saat Anda menerima berita atau informasi dari media sosial. Ketujuh, hendaklah Anda tidak langsung share berita atau video apapun yang Anda terima.
Kedelapan, berpikirlah dahulu sebelum berkomentar. Kesembilan, berkomentarlah dengan sopan, santun, beretika, dan berbudaya. Kesepuluh, hindarilah toxic friendship dan hargai waktu Anda saat bermedia sosial. Kesebelas, hindari selalu update status, waspadai predator seksual. Keduabelas, hendaklah orangtua selalu mendampingi putera atau puterinya saat berinternet-ria dan bermedia sosial. Semua kaidah ini dapat disebut juga sebagai “12 Kaidah Etika Digital”.
Sebagai pondasi kejayaan negeri, literasi dibangun secara bertahap. Dimulai dari terbangunnya kecerdasan literasi, berlanjut dengan terbentuknya masyarakat literasi, didukung oleh regulasi dan kolaborasi dengan stake-holders, akhirnya terciptalah peradaban literasi.
Serunya kegiatan ini membuat sejumlah 40 siswa-siswi bersemangat mengikuti dari awal hingga akhir. Antusiasme ini rupanya dipantik oleh kepiawaian dokter Dito dalam membuka acara. Beliau membukanya dengan:
Serat Wedhatama: Tembang Pangkur Mingkar mingkuring angkara Akarana karenan mardi siwi Sinawung resmining kidung sinuba sinukarta mrih kretarta pakartining ilmu luhung kang tumrap ing tanah jawa agama ageming aji
Kelas terasa semakin hidup saat dokter Dito mengajak siswa-siswi untuk menyanyikan lagu Kokoro No Tomo karya Mayumi Itsuwa sebagai pembuka. Sebelum berakhir kegiatan, lagu legendaris “Yue liang dai biao wo de xin 月亮代表我的心” yang dipopulerkan oleh Teresa Teng 邓丽君 rupanya mampu mengharmoniskan suasana.
Para siswa-siswi juga terlihat sangat antusias saat dokter Dito mengajak bermain. Permainannya cukup sederhana. Siswa-siswi diminta menggambar tiga persegi panjang di kertas kosong, lalu menuliskan identitas lengkap. Dengan tekun dan cermat, dokter Dito menuliskan hasil analisis kepribadian berdasarkan tulisan dan tanda tangan mereka.
Adanya sesi tanya jawab kesehatan juga tidak disia-siakan oleh siswa-siswi. Beberapa dia antara mereka tidak ragu mengangkat jari lalu curhat tentang masalah kesehatan yang pernah dialaminya. Dengan sabar, dokter Dito merespons semua pertanyaan siswa-siswi.
Di sela-sela kegiatan itu, dokter Dito memberikan tanda kasih berupa satu buku “Ensiklopedia Penyakit dan Gangguan Kesehatan” untuk diberikan kepada perpustakaan SMA Negeri 15 Semarang.
Buku setebal 448 halaman dan berukuran 16 x 24 cm yang ditulis oleh dokter Dito Anurogo, M.Sc. bersama Prof. Dr. Taruna Ikrar, M. Biomed, Ph.D., dan diterbitkan oleh CV. Pustaka Setia, Bandung ini merupakan cetakan pertama, Agustus 2021, dengan ISBN 978-979-076-789-8. Ensiklopedia ini simbolis sekaligus embrio lahirnya “sekolah literasi kesehatan”.
Tidak terasa, lima jam telah berlalu. Kelas inspirasi berakhir dengan kegiatan foto bersama. Tampak raut muka bahagia di wajah siswa-siswi saat meninggalkan kelas.(Reportase Kegiatan ini ditulis oleh Bapak Rusmiyanto SPd MPd, selaku Plt Kepala SMA Negeri 15 Semarang)