• Call: +62 858-5656-9150
  • E-mail: [email protected]
Education Blog
  • Home
  • Artikel
    6 Jenis Konsentrasi yang Mempengaruhi Keberhasilan Belajar Anak

    6 Jenis Konsentrasi yang Mempengaruhi Keberhasilan Belajar Anak

    Semua Orang Adalah Guru Bagi Siswa Merdeka Belajar

    Semua Orang Adalah Guru Bagi Siswa Merdeka Belajar

    Media Sosial dalam Pembelajaran: Masih Relevankah Penolakan?

    Media Sosial dalam Pembelajaran: Masih Relevankah Penolakan?

    Mental Passenger, Problem Laten Dunia Pendidikan Kita

    Mental Passenger, Problem Laten Dunia Pendidikan Kita

    Pandemi COVID-19 Mampu Membangun Percaya Diri dalam Melaksanakan Belajar Dari Rumah

    Pandemi COVID-19 Mampu Membangun Percaya Diri dalam Melaksanakan Belajar Dari Rumah

    Korupsi Merajalela, Pendidikan Harus Bagaimana?

    Korupsi Merajalela, Pendidikan Harus Bagaimana?

    Peran Pemuda dalam Mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

    Peran Pemuda dalam Mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

    Menanya Ulang Tujuan Pendidikan Modern

    Menanya Ulang Tujuan Pendidikan Modern

    Mengenali Emotional Burnout dan Tips Untuk Mengatasinya

    Mengenali Emotional Burnout dan Tips Untuk Mengatasinya

    Trending Tags

    • Opini
      • Psikologi Hari Ini
      • Pendidikan Hari Ini
      • Refleksi
      • Gubuk Sastra
      • Sepak Bola
  • Agenda
  • Hari ini
  • Profil Kami
No Result
View All Result
Kampus Desa Indonesia
No Result
View All Result
Home Kuliah Terbuka

Selamat Tinggal Televisi, Selamat Datang Media Sosial

Nurani Soyomukti by Nurani Soyomukti
March 26, 2022
in Kuliah Terbuka
188 14
0
Selamat Tinggal Televisi, Selamat Datang Media Sosial
Share on FacebookShare on Twitter

Media lama (old media) sudah mulai ditinggalkan. TV mulai banyak tidak dilihat, terutama bagi generasi milenial. Mungkin hanya ibu-ibu tua yang masih setia duduk di depan TV untuk melihat sinetron, gosip selebritis (infotainment), atau acara-acara hiburan di TV. Sedangkan, anak-anak muda dan belia atau yang masuk kategori generasi milenial mulai beralih pada Youtube sebagai tontonan, juga jenis-jenis media sosial lainnya.

Kampusdesa.or.id–Para peneliti mengatakan bahwa, “media sosial adalah televisi yang baru”—persis yang dikatakan Brahamson (2017) dalam tulisannya berjudul Social Media Is the New Television. Dipaparkan bahwa saat ini media sosial menjadi televisi baru bagi khalayaknya khususnya kaum muda. Menurutnya, kaum muda sudah mulai menjauhi layar televisi. Mereka berganti layar ke layar smartphone.

CNN Indonesia (09/05/2018) memberitakan bahwa jumlah netizen Indonesia yang nonton Youtube hampir menyaingi jumlah netizen yang nonton televisi. Hal ini terungkap dari Survei Google dan Kantor TNS pada Januari 2018: YouTube ditonton oleh 53% pengguna internet di Indonesia. Sementara 57% netizen juga nonton televisi. Berdasarkan survey tersebut membuat prime time menjadi lebih luas karena orang tidak perlu menunggu jam tayang di TV.

Kian ditinggalkannya televisi sebagai old media menurut saya membuka ruang yang lebih demokratis dalam hal hubungan manusia dengan manusia lainnya melalui media. Televisi telah menjadi biang kerok resmi dan tumpuan kesalahan dari beberapa generasi pendidik dan orangtua yang mengkhawatirkan pengaruh buruk dari si “kotak bodoh” pada anak-anak muda yang mudah terpengaruh. Reputasi TV sudah selayaknya tenggelam karena TV sendiri punya dampak buruk untuk otak. Sebuah studi yang dilakukan oleh The National Opinion Research Center dari tahun 1974 sampai 1990— sebagaimana diungkapkan oleh Michael R. LeGault (1996)—menemukan bahwa “menonton televisi memperburuk kosakata, sedangkan membaca koran memperbaikinya.”

Maka sudah selayaknyalah di era milenial ini, warga bisa menikmati media baru yang memungkinkan mereka semua berpartisipasi untuk menyuguhkan dirinya sebagai penyampai pesan—dan bukan hanya sebagai penerima pesan saja. Ketika hanya ada TV, maka yang ada hanyalah masyarakat penonton yang harus menerima tayangan kaum-kaum elit (selebritis) di atas sana.

Kejayaan TV dan old media lainnya bersama struktur sosial yang elitis telah mendapatkan kritik sejak lama—yang tak terpisahkan pula dari masyarakat kapitalistik. Industrialisasi media kapitalis menciptakan—apa yang disebut Alex Comfort sebagai—“masyarakat penonton” yang “berjejal-jejal tetapi kesepian, dipandang dari segi teknik sama sekali tidak merasa aman, dikendalikan oleh suatu mekanisme tata tertib yang rumit tetapi tidak bertanggungjawab terhadap individu.”

Dalam bukunya The Power Elite (1956), Mills mengutuk fungsi media yang lebih berfungsi sebagai instrumentyang memfasilitasi—apa yang ia sebut sebagai—“kebutahurufan psikologis.”

Bahkan sosiolog ternama seperti C. Wright Mills mengajukan pandangan yang pesimistik terhadap fungsi media waktu itu. Dalam bukunya The Power Elite (1956), Mills mengutuk fungsi media yang lebih berfungsi sebagai instrumentyang memfasilitasi—apa yang ia sebut sebagai—“kebutahurufan psikologis.” Mills juga memandang media sebagai pemimpin “dunia palsu” (pseudo-world), yang menyajikan realitas eksternal dan pengalaman internal serta penghancuran privasi dengan cara menghancurkan “peluang untuk pertukaran opini yang masuk akal dan tidak terburu-buru serta manusiawi”.

Elitisme terjadi karena kepemilikan media. Pemilik media adalah kaum elit dengan pergaulannya sebagai kekuatan ekonomis yang mencari keuntungan dan mengakomodasi kepentingan kaum elit sebagai komunikator seperti politisi kelas atas, seniman-selebritis, dan para moralis yang bisa menjaga stabilitas tatanan kapitalistik. Massa rakyat sebagai penonton hanya menjadi penerima pesan (bersifat pasif).

Kini ketika era media sosial muncul, melaui persebaran ‘smartphone’ dan akses internet yang kian mudah orang memiliki medianya sendiri. Media kian dekat dengan banyak manusia. Mungkin juga bisa dikatakan sebagai “sosialisme media” karena jika dulunya media hanya milik kapitalis, sekarang rakyat pekerja dan orang banyak juga punya media—yang disebut “Media Sosial”.

Apakah tanpa masalah? Tentunya masalah baru muncul. Yang paling menonjol, sejak setiap orang bisa menjadi pengirim pesan dan menyebar informasi, peluang munculnya pesan-pesan yang buruk, informasi yang tidak teruji atau bohong (hoax), fitnah, dan ungkapan-ungkapan serta opini yang agresif dan bernuansa kebencian semakin besar. Sebanyak-banyaknya kritik terhadap media lama yang diorganisir sebagai perusahaan media, justru mereka punya pekerja-pekerja informasi yang terlatih, profesioal, dan dibekali dengan etika jurnalistik yang ketat.

Tapi, terbukanya ruang bagi tiap orang sebagai penyebar informasi, memungkinkan niat jahat lewat penyebaran informasi dapat dilakukan. Demikian juga niat narsis difasilitasi. Egoisme dan selfisme merajalela lewat media sosial. Artinya, tidak semua distribusi tulisan, gambar, dan video adalah suatu pesan yang berkualitas. Bisa jadi malah punya dampak yang buruk.

Maka yang harus dilakukan kemudian adalah dua hal. Pertama, menciptakan content-creator atau pencipta pesan yang berkualitas. Kedua, mengajak melakukan literasi media sosial agar pesan-pesan yang berseliweran di medsos tidak diterima mentah-mentah dan ditelan begitu saja sebagai sebuah kebenaran. Di situ mencakup pemberdayaan warga medsos baik sebagai penyampai pesan dan sebagai penerima pesan.

Kemampuan menciptakan content harus ditingkatkan. Harus dicetak kreator-kreator yang kreatif, edukatif, yang tidak menyumbangkan dampak negatif bagi masyarakat di era medsos.

Sebagai penyampai pesan, kemampuan menciptakan content harus ditingkatkan. Harus dicetak kreator-kreator yang kreatif, edukatif, yang tidak menyumbangkan dampak negatif bagi masyarakat di era medsos. Workshop-workshop menulis postingan, membuat video dengan basis literasi yang baik, pemahaman terhadap pentingnya melakukan edukasi melalui konten-konten yang berkualitas menjadi penting untuk sering dilakukan.

Sebagai penerima pesan, warga harus punya kemampuan kritis dan analitis terhadap apa yang disebarkan oleh akun medsos. Jangan gampang menyebarkan (share) atau like. Dianalisis dulu bagaimana isinya. Bahkan jika postingan atau tayangan media sosial masuk pada kategori kejahatan, maka ia harus dilawan dan setidaknya jangan sampai menyebar luas.

Trenggalek, 20/10/2019

Tags: hoaxliterasimedia sosialTelevisi
Previous Post

Jangan Khianati Rakyat, Surat Terbuka Pelantikan Jokowi Ma’ruf Amin

Next Post

Biopik Habibie-Ainun, Kesetiaan Melampaui Hasrat Poligami

Nurani Soyomukti

Nurani Soyomukti

RelatedPosts

Mengenal Lebih Dekat Teman Tuli
Kuliah Terbuka

Mengenal Lebih Dekat Teman Tuli

by Siti Fatimah
November 25, 2022
0
102

Kampusdesa.or.id-- Kata tuna umum dipakai untuk menunjukkan keadaan disabilitas atau difabel seseorang. Orang yang tidak bisa melihat disebut tuna netra,...

Read more
Pengobatan HIV-AIDS dengan Nano-Teknologi
Dokter Rakyat

Pengobatan HIV-AIDS dengan Nano-Teknologi

by Redaksi
November 11, 2022
0
247

Kampusdesa.or.id – Minggu (25/09) Generasi Peneliti melaksanakan seminar nasional secara virtual. Kali ini bertemakan The Art of Nano-immuno-biotechno-medicine 5.0 in...

Read more
Kuliah Pakar, Kajian al-Qur’an dan Neurosains
Kuliah Terbuka

Kuliah Pakar, Kajian al-Qur’an dan Neurosains

by Kampus Desa Indonesia
September 22, 2022
0
224

Kampusdesa.or.id – Senin (1/8) telah hadir dilaksanakan Kuliah Pakar: Kajian Al-Qur’an dan Neurosains. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Universitas Al-Azhar Indonesia...

Read more

Discussion about this post

Archive Artikel

Most commented

Balewiyata dan Gus Dur; Situs Toleransi Malang yang Perlu Dirawat

Rembug Komunitas; Gusdurian Malang Tawarkan Peluang Menjadi Aktifis Penggerak

Metode Pemberdayaan Imamah; Mengubah dari Sense of Budgeting ke Sense of Benefit

Era Berperilaku Baik dalam Dunia Pendidikan

Sehat dengan Hemat Menggunakan VCO Buatan Sendiri

Bunga Kenanga berpadu VCO Bermanfaat untuk Kecantikan Kulit dan Rambut

Kampus Desa Indonesia

Kampus Desa Indonesia

Jl. Raya Candi VI-C Gang Pukesmas No. 4 RT 09 RW 06 Karangbesuki, Sukun, Kota Malang

SK Menkumham No. AHU-01356.AH.02.01 Tahun 2016

Tags

Agenda (36) Aktual (7) Desa Giat (2) Desa Unggul (3) Dokter Rakyat (45) Gubuk Sastra (10) Hari ini (3) Indonesia Menulis COVID 19 (82) Kearifan Lokal (7) Kelas Ekoprinting (3) Kelas Motivasi (1) Kita Belajar Menulis (66) Kopipedia (5) Kuliah Desa (9) kuliah hari ini (2) Kuliah Terbuka (131) Layanan (9) Lifestyle (1) Magang (1) Ngaji Tani (18) Opini (317) Pendidikan Hari Ini (73) Produk (27) Psikologi Hari Ini (126) Refleksi (27) Sepak Bola (6) Uncategorized (146) Wacana (1) World (1)

Recent News

Balewiyata dan Gus Dur; Situs Toleransi Malang yang Perlu Dirawat

Balewiyata dan Gus Dur; Situs Toleransi Malang yang Perlu Dirawat

January 22, 2023
Rembug Komunitas; Gusdurian Malang Tawarkan Peluang Menjadi Aktifis Penggerak

Rembug Komunitas; Gusdurian Malang Tawarkan Peluang Menjadi Aktifis Penggerak

January 9, 2023

© 2022 Kampusdesa.or.id - Designed with 💕 RuangBit.

No Result
View All Result
  • Home
  • Artikel
    • Opini
      • Psikologi Hari Ini
      • Pendidikan Hari Ini
      • Refleksi
      • Gubuk Sastra
      • Sepak Bola
  • Agenda
  • Hari ini
  • Profil Kami

© 2022 Kampusdesa.or.id - Designed with 💕 RuangBit.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In