• Call: +62 858-5656-9150
  • E-mail: [email protected]
Education Blog
  • Home
  • Artikel
    6 Jenis Konsentrasi yang Mempengaruhi Keberhasilan Belajar Anak

    6 Jenis Konsentrasi yang Mempengaruhi Keberhasilan Belajar Anak

    Semua Orang Adalah Guru Bagi Siswa Merdeka Belajar

    Semua Orang Adalah Guru Bagi Siswa Merdeka Belajar

    Media Sosial dalam Pembelajaran: Masih Relevankah Penolakan?

    Media Sosial dalam Pembelajaran: Masih Relevankah Penolakan?

    Mental Passenger, Problem Laten Dunia Pendidikan Kita

    Mental Passenger, Problem Laten Dunia Pendidikan Kita

    Pandemi COVID-19 Mampu Membangun Percaya Diri dalam Melaksanakan Belajar Dari Rumah

    Pandemi COVID-19 Mampu Membangun Percaya Diri dalam Melaksanakan Belajar Dari Rumah

    Korupsi Merajalela, Pendidikan Harus Bagaimana?

    Korupsi Merajalela, Pendidikan Harus Bagaimana?

    Peran Pemuda dalam Mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

    Peran Pemuda dalam Mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

    Menanya Ulang Tujuan Pendidikan Modern

    Menanya Ulang Tujuan Pendidikan Modern

    Mengenali Emotional Burnout dan Tips Untuk Mengatasinya

    Mengenali Emotional Burnout dan Tips Untuk Mengatasinya

    Trending Tags

    • Opini
      • Psikologi Hari Ini
      • Pendidikan Hari Ini
      • Refleksi
      • Gubuk Sastra
      • Sepak Bola
  • Agenda
  • Hari ini
  • Profil Kami
No Result
View All Result
Kampus Desa Indonesia
No Result
View All Result
Home Pendidikan Hari Ini

Sebelum Ibu Terpapar Radikalisme, Apa yang Seharusnya Dilakukan?

Astatik Bestari by Astatik Bestari
March 27, 2022
in Pendidikan Hari Ini
208 2
0
Sebelum Ibu Terpapar Radikalisme, Apa yang Seharusnya Dilakukan?
Share on FacebookShare on Twitter

Terorisme telah mengambil peran keluarga. Pelaku bom bunuh diri pun telah terbukti dilakukan oleh sebuah keluarga yang melibatkan istri dan anak-anak pelaku teroris. Ketahanan keluarga menjadi soko guru bagi masyarakat. Simpul hubungan di dalam keluarga menjadi tolak ukur dalam membangun keberagamaan kritis. Situasi ini memberikan gambaran bahwa terorisme telah memasuki ruang keluarga sehingga kita perlu memagari kewaspadaan beragama bagi seluruh anggota keluarga kita agar tidak terpapar radikalisme, termasuk perempuan dan anak-anak.

Kampusdesa.or.id- Berita tiga personel Tentara Nasional Indonesia (TNI) mendapat saksi hukum dan dicopot dari jabatannya karena unggahan status sosial media istrinya mengusik pikiran saya sampai sekarang. Meskipun berita itu sudah terjadi beberapa waktu lalu. Khalayak sudah paham sebab pencopotan itu karena mereka dinilai berujar secara tidak pantas di media sosial, terkait kasus penusukan terhadap Menko Polhukam Wiranto. Saya tidak membahas seputar penusukan ini lebih jauh. Saya terusik karena mereka selain istri TNI juga ibu bagi anak-anaknya. Menurut ajaran di agama saya, ibu adalah madrasah (sekolah) pertama bagi anaknya. Tentu untuk menjadi sekolah bagi anaknya ibu harus memiliki sekian ilmu pengetahuan untuk mendidik anak-anaknya agar tumbuh dan berkembang baik sesuai jamannya dan tentu saja menjadi generasi unggul dalam kebaikan.

Kasus istri TNI yang notabene ibu bagi anak-anak mereka yang dinilai tidak etis dalam bersosial media ini dinilai oleh banyak kalangan bahwa mereka diduga terpapar paham radikalisme. Apa itu radikalisme? Menurut Badan Nasional Penanggulagan Terorisme (BNPT), radikalisme merupakan embrio lahirnya terorisme. Radikalisme merupakan suatu sikap yang mendambakan perubahan secara total dan bersifat revolusioner dengan menjungkirbalikkan nilai-nilai yang ada secara drastis lewat kekerasan (violence) dan aksi-aksi yang ekstrem. Sedangkan cirinya menurut BNPT yang bisa dikenali adalah dari sikap dan paham radikal antara lain; 1) intoleran (tidak mau menghargai pendapat dan keyakinan orang lain), 2) fanatik (selalu merasa benar sendiri; menganggap orang lain salah), 3) eksklusif (membedakan diri dari umat Islam umumnya) dan 4) revolusioner (cenderung menggunakan cara-cara kekerasan untuk mencapai tujuan).

Menyoal radikalisme yang pelakunya dari kaum ibu ini, saya teringat beberapa peristiwa-perstiwa berikut ini.

Peristiwa 15 Mei 2018 di Surabaya, 3 hari setelah teror bom bunuh diri yang melibatkan anak-anak dalam satu keluarga, di tanggal 15 Mei saya pernah menulis status facebook yang menyoal tanyangan acara religi salah satu TV yang mana anak sulung saya heran dengan konten ajaran yang disampaikan berupa larangan ziarah ke makam wali. Stasiun TV ini beberapa hari kemudian muncul dalam pemberitaan online bahwa tayangan religinya ada yang tidak sesuai dengan aqidah keluarga saya maupun mata pelajaran di sekolah dan tentunya hampir seluruh umat Islam di negara ini. Mengingat pemberitaan ini, saya tulis dalam status facebook saya kurang lebih begini,

“Kakak, kalau lihat TV yang tayangannya tidak sama dengan yang diajarkan umi, abi, guru-guru di MI dan di TPQ, pean percaya yang diajarkan umi, abi dan guru- guru saja geh.”

Status ini saya tulis tahun 2013 lalu. Tiga tahun kemudian ada pemberitaan Gerakan Fajar Nusantara atau Gafatar. Gerakan ini mendadak heboh setelah seorang dokter bernama Rica Tri Handayani dan anaknya di Yogyakarta menghilang sejak 30 Desember 2015 lalu.Dokter Rica kemudian ditemukan di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, 11 Januari 2016. Dari hasil penyelidikan, dokter Rica diketahui adalah anggota Gafatar. Dia menjadi anggota sejak 2012. ( Liputan6.com, 20 Januari 2016). Gafatar yang diketahui sebagai organisasi yang menghembuskan ajaran sesat inipun di Jombang sudah ada titik-titik yang digunakan oleh Gafatar Jombang atau organisasi sejenis sebagai basisnya, diantaranya di desa Ngumpul, kecamatan Jogoroto, kemudian di Denanyar dan Plandi, kecamatan Jombang (Surya.co.id , 13 Januari 2016).

Betapa beratnya pendidikan keluarga dengan kepungan informasi berisi terorisme dan aliran sesat ini. Tentunya orang tua tidak boleh lengah, orang tua harus semakin membekali dirinya dengan pengetahuan agar bisa memberi penjelasan yang tepat tentang dinamika informasi, dalam hal ini radikalisme, terorisme dan aliran sesat.

Pada Minggu 13 Mei 2018 sampai Rabu (16 Mei 2018) terorisme muncul kembali setelah tragedi Kampung Melayu pada 24 Mei 2017. Mengejutkan pula karena jaringan terorist yang menyerang 3 gereja di Surabaya pengeboman tidak lagi dilakukan oleh pria, tapi juga anak dan istri. Saya terhenyak, heran dan kuatir. Begitu dasyatnya serangan terorisme mencuci otak mereka hingga melakukan tindakan yang tidak bisa dinalar akal dan tidak dibenarkan agama (membunuh dan bunuh diri ajaran manapun melarang) yang melibatkan anak dan perempuan, satu keluarga. Betapa beratnya pendidikan keluarga dengan kepungan informasi berisi terorisme dan aliran sesat ini. Tentunya orang tua tidak boleh lengah, orang tua harus semakin membekali dirinya dengan pengetahuan agar bisa memberi penjelasan yang tepat tentang dinamika informasi, dalam hal ini radikalisme, terorisme dan aliran sesat.

Keluarga memiliki peran sebagai benteng bagi pertumbuhan bibit radikalisme anak-anak muda. Data BNPT memperlihatkan lebih dari 52 persen narapidana teroris yang menghuni lembaga pemasyarakatan berusia 17-34 tahun ( A Safril, Jawa Pos, 15 Mei 2018).

Kenyataan ini membukakan mata saya, bahwa aliran sesat, radikalisme dan terorisme tidak saja ada di pemberitaan media elektronik maupun media online yang jauh dari pandangan kita, tapi kenyataannya ada di sekitar kita, di sekitar keluarga kita dan anak-anak kita. Media -media tersebut juga mudah diakses oleh keluarga kita, sehingga kita, anak-anak kita mengetahui kejadian apa saja di luar rumah termasuk gerakan gerakan yang berbau terorisme, pemikiran radikal maupun aliran sesat. O ya, menyaksikan Gafatar kala itu, lagi-lagi saya berpesan kepada anak saya.

“Kelak, kalau kalian jauh dari umi dan abi untuk melanjutkan sekolah, dan di sana ada pengajian atau kumpul-kumpul ngomong soal agama, kalau ada yang tidak sesuai dengan yang diajarkan umi dan abi atau bertentangan dengan pelajaran jaman sekolah MI, kalian tanyakan dulu kepada umi, abi atau guru- guru MI dulu.”

“Kelak, kalau kalian jauh dari umi dan abi untuk melanjutkan sekolah, dan di sana ada pengajian atau kumpul-kumpul ngomong soal agama, kalau ada yang tidak sesuai dengan yang diajarkan umi dan abi atau bertentangan dengan pelajaran jaman sekolah MI, kalian tanyakan dulu kepada umi, abi atau guru- guru MI dulu.” Saya berpesan seperti ini karena anak saya usia madrasah ibtidaiyah waktu itu. Saya berharap, pesan -pesan masa kecilnya akan diingat terus di masa yang akan datang. Saya merasa penting berpesan seperti itu, karena saya tidak tahu apa yang direncanakan oleh penyebar aliran sesat dan pemelihara sel tidur radikalisme kelak. Saya ‘njagani’ agar anak -anak punya komitmen tepat dan benar dalam menjalankan agamanya di eranya nanti. Dan kekhawatiran saya ini beralasan dengan kejadian pengeboman pelayanan publik menjadi sasaran gerakan terorisme .

Maka, 15 Mei 2018, saya tergerak mengajak kawan-kawan facebook saya dengan status seperti ini,

Tugas orang tua pada pendidikan anak, tidak saja seputar urusan akademik sekolahnya (formal, nonformal, informal) dan tata krama bermasyarakat, tapi urgen membekalinya aqidah akhlaq di tengah berhamburannya ideologi sesat, adanya bom bunuh diri, aliran sesat, organisasi terlarang yang dapat mereka saksikan kapan saja. Jangan tunggu sekolah yang bergerak, kelamaan.

Handphone adalah jendela bagi orang tua untuk mengetahui informasi lebih banyak. Jangan hanya nge-share tentang korban-korban terorist, menulis kecaman di status sosial media saja. Mari kita berbisik sayang kepada anak anak kita.

Semua orang tua sudah pegang handphone, selain untuk bisnis, “say hello’ dengan kawan nun jauh di sana, berhaha-hihi dengan komunitas. Handphone adalah jendela bagi orang tua untuk mengetahui informasi lebih banyak. Jangan hanya nge-share tentang korban-korban terorist, menulis kecaman di status sosial media saja. Mari kita berbisik sayang kepada anak anak kita.

“Anakku, kalau kalian diajak beribadah dengan berjihad lalu pahalanya dapat surga dan bidadari, maka taat pada orang tua juga ibadah, membantu sesama di sekitar kita juga ibadah, sholat berjamaah, zakat, puasa, berhaji juga ibadah. Kalau ada orang lain selain ayah dan ibu, guru kalian sekalipun mengajari kalian yang tidak sama diajarkan oleh ibu dan ayah, guru ngaji kalian, guru-guru senior kalian di sekolah, jangan percaya pada nasehat, atau pelajaran atau cerita aneh aneh tersebut ya.”

Mari lebih banyak belajar, membaca (tulisan dan situasi) agar bisa melawan radikalisme, terorisme, dan aliran sesat dari pola pendidikan keluarga. Saya juga belajar.

Tags: keluargaPendidikanTerorismeterorist
Previous Post

Menyibak Intan yang Tersembunyi pada Masyarakat Desa

Next Post

Nasib Dunia Pendidikan Dalam Debat Pilpres 2019

Astatik Bestari

Astatik Bestari

RelatedPosts

6 Jenis Konsentrasi yang Mempengaruhi Keberhasilan Belajar Anak
Pendidikan Hari Ini

6 Jenis Konsentrasi yang Mempengaruhi Keberhasilan Belajar Anak

by Siti Fatimah
March 28, 2022
0
239

6 jenis konsentrasi mempunyai pengaruhnya masing-masing bagi keberhasilan belajar anak. Apa saja dan bagaimana pengaruh dari setiap konsentrasi? Kampusdesa.or.id --...

Read more
Semua Orang Adalah Guru Bagi Siswa Merdeka Belajar
Opini

Semua Orang Adalah Guru Bagi Siswa Merdeka Belajar

by Mohammad Mahpur
March 27, 2022
0
221

Hari guru pada 25 November ini mengingatkan saya tentang merdeka belajar. Saat banyak orang, bahkan siswa bisa mengembangkan diri tanpa...

Read more
Media Sosial dalam Pembelajaran: Masih Relevankah Penolakan?
Opini

Media Sosial dalam Pembelajaran: Masih Relevankah Penolakan?

by Sigit Priatmoko
March 25, 2022
0
239

Media sosial hari ini telah menjadi realitas yang sulit dipisahkan dari keseharian peserta didik kita. Hampir setiap saat mereka ditemani...

Read more

Discussion about this post

Archive Artikel

Most commented

Balewiyata dan Gus Dur; Situs Toleransi Malang yang Perlu Dirawat

Rembug Komunitas; Gusdurian Malang Tawarkan Peluang Menjadi Aktifis Penggerak

Metode Pemberdayaan Imamah; Mengubah dari Sense of Budgeting ke Sense of Benefit

Era Berperilaku Baik dalam Dunia Pendidikan

Sehat dengan Hemat Menggunakan VCO Buatan Sendiri

Bunga Kenanga berpadu VCO Bermanfaat untuk Kecantikan Kulit dan Rambut

Kampus Desa Indonesia

Kampus Desa Indonesia

Jl. Raya Candi VI-C Gang Pukesmas No. 4 RT 09 RW 06 Karangbesuki, Sukun, Kota Malang

SK Menkumham No. AHU-01356.AH.02.01 Tahun 2016

Tags

Agenda (36) Aktual (7) Desa Giat (2) Desa Unggul (3) Dokter Rakyat (45) Gubuk Sastra (10) Hari ini (3) Indonesia Menulis COVID 19 (82) Kearifan Lokal (7) Kelas Ekoprinting (3) Kelas Motivasi (1) Kita Belajar Menulis (66) Kopipedia (5) Kuliah Desa (9) kuliah hari ini (2) Kuliah Terbuka (131) Layanan (9) Lifestyle (1) Magang (1) Ngaji Tani (18) Opini (317) Pendidikan Hari Ini (73) Produk (27) Psikologi Hari Ini (126) Refleksi (27) Sepak Bola (6) Uncategorized (146) Wacana (1) World (1)

Recent News

Balewiyata dan Gus Dur; Situs Toleransi Malang yang Perlu Dirawat

Balewiyata dan Gus Dur; Situs Toleransi Malang yang Perlu Dirawat

January 22, 2023
Rembug Komunitas; Gusdurian Malang Tawarkan Peluang Menjadi Aktifis Penggerak

Rembug Komunitas; Gusdurian Malang Tawarkan Peluang Menjadi Aktifis Penggerak

January 9, 2023

© 2022 Kampusdesa.or.id - Designed with 💕 RuangBit.

No Result
View All Result
  • Home
  • Artikel
    • Opini
      • Psikologi Hari Ini
      • Pendidikan Hari Ini
      • Refleksi
      • Gubuk Sastra
      • Sepak Bola
  • Agenda
  • Hari ini
  • Profil Kami

© 2022 Kampusdesa.or.id - Designed with 💕 RuangBit.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In