Kampusdesa.or.id–Festival Kopi 2025 dengan istilah Patuwen Kopi, yang digelar di GKJW Jemaat Sengkaling pada 15-16 Februari 2025 resmi berakhir. Acara ini menjadi ajang silaturahmi sekaligus pemberdayaan petani kopi yang tergabung dalam Patuwen Kopi. Dengan konsep yang lebih matang, festival tahun ini menghadirkan pengalaman yang lebih guyub dan interaktif bagi pengunjung.
Mengapa Festival Kopi 2025 Digelar di Kota Malang?
Setelah dua kali penyelenggaraan di Surabaya, kali ini Festival Kopi digelar di Malang dengan beberapa alasan utama:
- Aspirasi petani kopi dari Malang yang ingin berpartisipasi lebih aktif.
- Lokasi strategis di GKJW Jemaat Sengkaling yang mudah diakses oleh jemaat lain.
- Dukungan SDM dari warga jemaat yang memiliki kapasitas budaya dalam penyelenggaraan acara.
Baca juga: Roasting Kopi dan Secangkir Kopi Bagi Petani Kopi
Pemilihan tempat ini juga memperkuat komitmen Patuwen Kopi dalam membangun jejaring ekonomi berbasis komunitas.
Format Festival Kopi yang Lebih Interaktif
Jika sebelumnya sarasehan kopi, cupping coffee, dan bazar berlangsung bersamaan, kali ini penyelenggara mengatur ulang konsepnya:
- Sarasehan digelar Minggu pagi, sehingga petani dan pengunjung bisa lebih fokus pada diskusi.
- Sabtu malam dipenuhi dengan hiburan live music, bazar kopi, dan sesi interaksi pengunjung dengan petani kopi.
- Tim Patuwen Kopi semakin profesional dengan dukungan admin penjualan, seperti Mas Anang dan Mbak Margaretha, yang memastikan kelancaran distribusi produk.
Pengunjung yang hadir pun dimanjakan dengan sajian kopi gratis, aneka kuliner dari stand UMKM, serta hiburan dari grup musik lokal. MC acara bahkan berkeliling mengenalkan produk-produk unggulan secara langsung.
Patuwen Kopi: Gerakan Ekonomi Berbasis Komunitas
Gagasan utama dari Patuwen Kopi adalah membangun ekosistem ekonomi berbasis komunitas dengan prinsip “sinau bareng”. Seperti yang disampaikan oleh Pdt. Em. Dr. Suwignyo, pemberdayaan ekonomi gereja bukan hal baru, tetapi kali ini dilakukan dengan lebih terstruktur dan berorientasi pada penguatan kelompok tani.
Baca juga: Menanam Bibit Kopi, Menanam Pengharapan Hidup
“Lho yang dulu-dulu kok enggak seperti ini?,” ujar beliau. “Ya, mungkin sekaranglah Kairos-nya. Saatnya kita membangun sistem yang lebih kuat dengan mengorganisasi petani kopi dalam kelompok tani.”
Komitmen ini juga mendapat dukungan akademisi. Prof. Dr. Setyono Yudo Tyasmoro dari Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya menekankan pentingnya pendampingan dan penguatan kelembagaan kelompok tani agar program ini berkelanjutan.
Selain itu, Pdt. Prof. Dr. Gerrit Singgih dari Universitas Kristen Duta Wacana melihat Patuwen Kopi sebagai sarana membangun relasi lintas agama, mengingat banyak petani yang berasal dari latar belakang berbeda.
Patuwen Kopi Menuju Entitas Kelembagaan
Festival Kopi 2025 bukan sekadar perayaan, tetapi menjadi bagian dari perjalanan Patuwen Kopi menuju entitas kelembagaan yang lebih mapan. Jika sebelumnya gerakan ini hanya berupa program, kini perlahan berkembang menjadi sistem yang lebih terorganisir dengan skema pemasaran, edukasi, dan distribusi yang lebih baik.
Seiring berjalannya waktu, Festival Kopi menjadi setetes tinta sejarah dalam perjalanan Patuwen Kopi untuk membangun kemandirian ekonomi warga.
Menyatukan SDM Kopi
Festival Kopi 2025 bukan hanya sekadar acara tahunan, tetapi momen penting dalam perjalanan pemberdayaan ekonomi berbasis komunitas. Melalui Patuwen Kopi, petani kopi, akademisi, dan komunitas gereja bersatu untuk membangun sistem yang lebih berkelanjutan.
Bagi Anda yang ingin mendukung gerakan ini, ikuti terus perkembangannya di Kampus Desa dan media sosial kami!
#FestivalKopi2025 #PatuwenKopi #PetaniKopiMalang #JemaatSengkaling #KopiNusantara #BazarKopi #SarasehanKopi #GerejaKristenJawiWetan #PemberdayaanEkonomi #KampusDesa