}); Menyongsong Kedaulatan Tani - Kampus Desa Indonesia
  • Tentang Kami
  • Kirim Tulisan
  • Tim Redaksi
Kampus Desa Indonesia
Advertisement
  • Home
  • Layanan
  • Agenda
  • Produk
  • News
    Para peserta membuat Popiah, makanan tradisional khas Taiwan. Di Indonesia, Popiah disebut Lumpia.

    Popiah; Lumpia Taiwan Bikin Perayaan Kematian Semakin Nikmat

    Unggahan Kartini Millenial bikin viralkan fotografer anak

    Fotografer Cilik Kaka, Viral Lewat TikTok Unggahan Kartini Millenial

    Di Balik Vaksin Covid-19 dan Upaya Indonesia Mengontrol Pandemi

    Di Balik Vaksin Covid-19 dan Upaya Indonesia Mengontrol Pandemi

    Gusdurian, Dialog Lintas Agama dan Lintas Negara

    Gusdurian, Dialog Lintas Agama dan Lintas Negara

    Mahasiswa Muslim Taiwan dari Indonesia berkumpul di Yangmingshan Park.

    Mahasiswa Muslim Taiwan dari Indonesia Rihlah di Yangmingshan Park, Kebersamaan yang Tak Tertandingi

    Toko Sejarah

    Toko Sejarah, Kampung Pahlawan Nasional di Kota Surabaya

    ide di kala virus corona

    Terimakasih Virus Corona

    kelas wanita cerdas, kesehatan seksual

    Kelas Wanita Cerdas: Membahas Soal Seksualitas

    Iwak kali, sensasi lezat desa yang lezat

    Kuliner Iwak Kali, Sensasi Lezat Menu Desa

  • Opini
    digital detox

    Tips Orang Tua Menjadi Guru Belajar Dari Rumah

    aksi-hari-perempuan-internasional-antarafoto_ratio-16x9

    Simalakama Perempuan Dalam Bayangan Patriarki

    Menanti Swab PCR test untuk bebas dari isolasi mandiri

    Positif Covid-19, Suka Duka Hidup di Balik Jendela

    Oligarkhi. Cara melawan jerat oligrakhi dapat juga menggunakan perlawanan rakyat dengan berbudaya

    Cara Melawan Jerat Oligarki

    Perempuan, keluar dari budaya patriarkhi

    Perempuan Seharusnya Bisa Keluar dari Budaya Patriarki

    Girl getting bullied in high school hallway

    Bullying, Benarkah Menyisakan Trauma Seumur Hidup?

    Demokrasi di Pilkada itu Bukan Mencoblos, Tapi Memberikan Suara dan Bersuara

    Demokrasi di Pilkada itu Bukan Mencoblos, Tapi Memberikan Suara dan Bersuara

    Ilmu Bukanlah Alat untuk Mencari Kekayaan, Benarkah Intelektualitas Tidak Menjamin Kesuksesan?

    Ilmu Bukanlah Alat untuk Mencari Kekayaan, Benarkah Intelektualitas Tidak Menjamin Kesuksesan?

    hujan

    Mengeja Hujan

  • NGAJI TANI
  • Dokter Rakyat
  • Pendidikan Hari Ini
  • Psikologi Hari Ini
No Result
View All Result
  • Home
  • Layanan
  • Agenda
  • Produk
  • News
    Para peserta membuat Popiah, makanan tradisional khas Taiwan. Di Indonesia, Popiah disebut Lumpia.

    Popiah; Lumpia Taiwan Bikin Perayaan Kematian Semakin Nikmat

    Unggahan Kartini Millenial bikin viralkan fotografer anak

    Fotografer Cilik Kaka, Viral Lewat TikTok Unggahan Kartini Millenial

    Di Balik Vaksin Covid-19 dan Upaya Indonesia Mengontrol Pandemi

    Di Balik Vaksin Covid-19 dan Upaya Indonesia Mengontrol Pandemi

    Gusdurian, Dialog Lintas Agama dan Lintas Negara

    Gusdurian, Dialog Lintas Agama dan Lintas Negara

    Mahasiswa Muslim Taiwan dari Indonesia berkumpul di Yangmingshan Park.

    Mahasiswa Muslim Taiwan dari Indonesia Rihlah di Yangmingshan Park, Kebersamaan yang Tak Tertandingi

    Toko Sejarah

    Toko Sejarah, Kampung Pahlawan Nasional di Kota Surabaya

    ide di kala virus corona

    Terimakasih Virus Corona

    kelas wanita cerdas, kesehatan seksual

    Kelas Wanita Cerdas: Membahas Soal Seksualitas

    Iwak kali, sensasi lezat desa yang lezat

    Kuliner Iwak Kali, Sensasi Lezat Menu Desa

  • Opini
    digital detox

    Tips Orang Tua Menjadi Guru Belajar Dari Rumah

    aksi-hari-perempuan-internasional-antarafoto_ratio-16x9

    Simalakama Perempuan Dalam Bayangan Patriarki

    Menanti Swab PCR test untuk bebas dari isolasi mandiri

    Positif Covid-19, Suka Duka Hidup di Balik Jendela

    Oligarkhi. Cara melawan jerat oligrakhi dapat juga menggunakan perlawanan rakyat dengan berbudaya

    Cara Melawan Jerat Oligarki

    Perempuan, keluar dari budaya patriarkhi

    Perempuan Seharusnya Bisa Keluar dari Budaya Patriarki

    Girl getting bullied in high school hallway

    Bullying, Benarkah Menyisakan Trauma Seumur Hidup?

    Demokrasi di Pilkada itu Bukan Mencoblos, Tapi Memberikan Suara dan Bersuara

    Demokrasi di Pilkada itu Bukan Mencoblos, Tapi Memberikan Suara dan Bersuara

    Ilmu Bukanlah Alat untuk Mencari Kekayaan, Benarkah Intelektualitas Tidak Menjamin Kesuksesan?

    Ilmu Bukanlah Alat untuk Mencari Kekayaan, Benarkah Intelektualitas Tidak Menjamin Kesuksesan?

    hujan

    Mengeja Hujan

  • NGAJI TANI
  • Dokter Rakyat
  • Pendidikan Hari Ini
  • Psikologi Hari Ini
No Result
View All Result
Kampus Desa Indonesia
No Result
View All Result
Home Kita Belajar Menulis

Menyongsong Kedaulatan Tani

Sigit Priatmoko by Sigit Priatmoko
26/07/2018
in Kita Belajar Menulis, Ngaji Tani, Opini
1 1
1
Menyongsong Kedaulatan Tani

Exif_JPEG_420

5
SHARES
6
VIEWS

Mewujudkan kedaulatan pangan tanpa memberdayakan petani ibarat pungguk merindukan bulan. Mustahil tercapai. Masih banyak PR yang harus segera diselesaikan, sebelum para petani bernasib seperti ayam yang mati di lumbung padi.

Seringkali ketika ngobrol perihal bertani dengan adik ipar, tetangga, maupun bapak-bapak yang baru saja bertemu, berbagai perasaan membuncah di hati saya. Ada gregetan, miris, prihatin, optimis, dan masih banyak yang lainnya. Namun satu kesimpulan yang saya peroleh adalah bertani di Indonesia sekarang ini ternyata tidak mudah.

Para petani, yang ngobrol dengan saya, mengeluhkan banyak hal. Pertama, musim yang sulit diprediksi. Kita semua bisa merasakannya hari ini, bahwa lamanya musim hujan dan musim kemarau sungguh sulit diprediksi. Jaman SD dulu kita diajarkan bahwa musim hujan berlangsung antara bulan Oktober hingga Maret dan musim kemarau antara April hingga September. Namun sekarang, rumusan ini tidak berlaku lagi. Tahun ini, kemarau berlangsung hampir sepanjang tahun.

Akibat dari anomali alam ini adalah banyak petani yang gagal panen dan gagal tanam. Minimnya curah hujan membuat tempat-tempat penampungan air kosong melompong dan kering kerontang. Bahkan, waduk-waduk juga turut mengering. Sehingga, tanaman yang mulai masuk masa panen tidak dapat tumbuh dengan sempurna.

Kedua, biaya tanam mahal. Hal yang paling banyak dikeluhkan adalah harga pupuk. Meski sudah disubsidi, harga pupuk belum sepenuhnya terjangkau bagi para petani. Selain itu, sistem paket yang diberlakukan pemerintah, ternyata kurang begitu didukung oleh petani. Mereka mengatakan ada jenis pupuk di dalam paket tersebut yang tidak terlalu berpengaruh terhadap tanaman. Masalah lainnya adalah kelangkaan. Meski sudah dijatah dan dikoordinir oleh gapoktan (gabungan kelompok tani), kelangkaan pupuk masih terjadi di sana-sini.

Selain pupuk, mahalnya biaya tanam juga datang dari sektor benih. Jika ingin kualitas hasil panenya jempolan, petani harus merogoh kocek yang dalam untuk membeli bibit varietas unggulan. Mirisnya, tidak semua bibit unggulan itu bisa ditanam kembali pasca panen. Kata para petani, hasilnya jauh dibandingkan panen pertama yang menggunakan bibit asli. Mahalnya biaya tanam juga dipicu oleh mahalnya obat-obat hama dan ongkos tenaga.

para petani lokal harus berjibaku bersaing dengan produk pertanian luar negeri yang dengan leluasanya memasuki pasar. Harga murah dan kualitas yang lebih baik, membuat para konsumen lebih memilih produk impor dibanding produk lokal

Ketiga, harga jual rendah. Masalah ini selalu terjadi setiap kali panen raya. Banyak teori yang mengungkap penyebabnya, mulai dari permainan para spekulan, stok yang melimpah, sampai kualitas produk yang rendah. Parahnya lagi, para petani lokal harus berjibaku bersaing dengan produk pertanian luar negeri yang dengan leluasanya memasuki pasar. Harga murah dan kualitas yang lebih baik, membuat para konsumen lebih memilih produk impor dibanding produk lokal. Pernah ada yang cerita ke saya, petani ramai-rami membuang dan memusnahkan hasil panennya karena kesal dengan harga jual yang rendah ini.

Keempat, irigasi yang buruk. Kelangkaan air akibat anomali musim sebagaimana diungkapkan sebelumnya dilengkapi dengan tidak tersedianya irigasi yang memadai. Irigasi buruk ini sangat terasa sekali dampaknya di daerah-daerah tadah hujan. Mereka kesulitan memulai masa tanam karena minimnya stok air. Sumur bor yang ada pun tidak terlalu bisa diandalkan karena debit air yang tidak seberapa, sementara mereka harus berbagi dengan petani lain yang tidak memiliki sumur.

Kelima, serangan hama. Masalah ini didera oleh semua petani. Tidak ada petani yang steril dari hama. Bahkan tidak jarang terjadi gagal panen akibat ulah hama. Masalah ini didukung dengan mahalnya obat-obat hama yang tersedia dan metode pemberantasan hama yang kurang efektif. Para petani masih minim pengetahuan akan hal ini.

Lima masalah mendasar tersebut memang telah menjadi isu utama pemerintah dalam upaya memberdayakan petani. Banyak program juga sudah diluncurkan. Informasi mengenai hal ini bisa kita akses dengan mudah di website Kementan. Namun dalam realitasnya, para petani yang saya jumpai masih mengeluhkan hal ini.

Jika dicermati dengan seksama, sepertinya masih ada beberapa hal yang belum dilakukan dengan maksimal. Sehingga program-program pro petani belum terealisasi sepenuhnya. Jika pun sudah terrealisasi, namun dampaknya belum begitu dirasakan oleh para petani. Apakah itu? Kementan tentunya lebih dari tahu akan hal ini.

Paling tidak ada beberapa hal menurut saya yang harus lebih dioptimalkan lagi oleh Kementan dan jajarannya. Pertama, menyediakan irigasi yang memadai bagi petani, terutama di daerah tadah hujan. Upaya ini juga harus diiringi sistem dan tata kelola yang baik. Beberapa langkah yang bisa diupayakan antara lain; membuat waduk atau tampungan air, normalisasi sungai, penyediaan pompa, dan pembangunan saluran air.

Kedua, menjamin ketersediaan bibit unggul, pupuk, dan obat hama dengan harga yang lebih terjangkau. Ketiga aspek ini akan memangkas mahalnya biaya tanam. Ketiga, modernisasi alat-alat dan sistem pertanian. Petani kita sudah tertinggal jauh dengan petani di negera tetangga. Mereka telah beralih ke pertanian modern yang lebih memprioritaskan efektivitas dan efisiensi. Tak heran jika kualitas produknya bisa menembus pasar internasional. Sementara petani kita, masih minim literasi dan alat-alat modern penunjang produksi.

Keempat, optimalisasi peran penyuluh. Minimnya literasi pertanian di kalangan petani desa adalah akibat dari minimnya akses informasi. Mereka belum menjadi bagian dari dunia digital sehingga tidak bisa mengikuti perkembangan terbaru dunia pertanian. Maka di sinilah peran sentral penyuluh pertanian diperlukan. Mereka harus menjadi jembatan informasi dan pengetahuan terbaru tentang sistem tanam, perawatan, pengolahan hasil panen, dan penjualan produk.

Kelima, mendorong para petani untuk berwirausaha. Kompetensi ini diperlukan untuk mengantisipasi jika terjadi penurunan harga hasil panen. Petani harus dibekali cara mengolah hasil panen dan bagaimana cara memasarkannya. Selain itu, dengan mindset wirausaha, para petani menjadi semakin mandiri dan memiliki sumber pendapatan baru. Oleh karena itu, sinergi antara pemerintah, bank, kelompok tani, dan petani sangat dibutuhkan.

Keenam, sinergi pemangku kebijakan. Presiden harus mendorong para pembantunya, baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam upaya pemberdayaan petani, untuk memperkuat sinergi. Hal ini perlu agar terwujud kebijakan yang terintegrasi di antara mereka. Sehingga tidak terjadi overlapping program pemberdayaan.

Mewujudkan kedaulatan tani memang tidak mudah. Dibutuhkan kerja keras dan komitmen semua pihak. Petani kita hari ini tengah dihadapkan dengan era baru. Sebuah era dimana jarak dan waktu tak lagi berpengaruh. Era dimana produk pertanian bisa leluasa keluar-masuk pasar kita. Jika kualitas produk pertanian kita tak kunjung naik, maka nasib petani akan kian tergerus. Akibatnya, semakin banyak generasi mendatang yang tidak berminat menjadi petani. Jika sudah demikian, bagaimana nasib predikat kita sebagai negara agraris?

Tags: BertaniKedaulatan panganpermberdayaan petani
Previous Post

Dahsyatnya Parenting Mengawal Generasi Milenial

Next Post

Filosofi Memanah

Sigit Priatmoko

Sigit Priatmoko

Penulis buku dan aktivis penggerak literasi Kita Belajar Menulis (KBM) Bojonegoro. Relawan penggerak masjid yang saat ini sedang merintis pengembangan keberdayaan kaum muda melalui kegiatan menulis. Dosen PGMI UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Anggota Lakpesdam PCNU Lamongan masa khidmat 2018-2023.

Next Post
Filosofi Memanah

Filosofi Memanah

Comments 1

  1. Ping-balik: Ngaji Tani: Kedaulatan Itu Ada Di Desa - Kampus Desa Indonesia

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Stay Connected

Visit Us On TwitterVisit Us On InstagramVisit Us On YoutubeVisit Us On Facebook
  • Trending
  • Comments
  • Latest
Empat Pertanyaan Kunci Menulis Artikel Ilmiah

Empat Pertanyaan Kunci Menulis Artikel Ilmiah

20/06/2020

Bagaimana Ingat dan Lupa itu Tetap Bermanfaat dalam Hidup Kita?

23/03/2018
Mengatasi Perilaku Menyimpang Anak dalam Kelas

Mengatasi Perilaku Menyimpang Anak dalam Kelas

26/03/2018
Inhalasi Rumahan; Mengatasi Sesak Nafas secara Mandiri

Inhalasi Rumahan; Mengatasi Sesak Nafas secara Mandiri

27/07/2018
Kompetensi Tenaga Pendidik dalam Menghadapi Era Pendidikan 4.0

Kompetensi Tenaga Pendidik dalam Menghadapi Era Pendidikan 4.0

6
Surjan, Memaknai Jawa untuk Merayakan Indonesia

Surjan, Memaknai Jawa untuk Merayakan Indonesia

5
Rasionalitas dan Harapan Penerapan Dana Desa

Rasionalitas dan Harapan Penerapan Dana Desa

4
Seri Bisnis 1: MEMBANGUN ASET, Menyiapkan Menjadi Kaya dengan Pemasukan Pasif

Seri Bisnis 1: MEMBANGUN ASET, Menyiapkan Menjadi Kaya dengan Pemasukan Pasif

4
digital detox

Tips Orang Tua Menjadi Guru Belajar Dari Rumah

10/04/2021
Para peserta membuat Popiah, makanan tradisional khas Taiwan. Di Indonesia, Popiah disebut Lumpia.

Popiah; Lumpia Taiwan Bikin Perayaan Kematian Semakin Nikmat

08/04/2021
Unggahan Kartini Millenial bikin viralkan fotografer anak

Fotografer Cilik Kaka, Viral Lewat TikTok Unggahan Kartini Millenial

31/03/2021
Di Balik Vaksin Covid-19 dan Upaya Indonesia Mengontrol Pandemi

Di Balik Vaksin Covid-19 dan Upaya Indonesia Mengontrol Pandemi

13/03/2021

Recent News

digital detox

Tips Orang Tua Menjadi Guru Belajar Dari Rumah

10/04/2021
Para peserta membuat Popiah, makanan tradisional khas Taiwan. Di Indonesia, Popiah disebut Lumpia.

Popiah; Lumpia Taiwan Bikin Perayaan Kematian Semakin Nikmat

08/04/2021
Unggahan Kartini Millenial bikin viralkan fotografer anak

Fotografer Cilik Kaka, Viral Lewat TikTok Unggahan Kartini Millenial

31/03/2021
Di Balik Vaksin Covid-19 dan Upaya Indonesia Mengontrol Pandemi

Di Balik Vaksin Covid-19 dan Upaya Indonesia Mengontrol Pandemi

13/03/2021
Kampus Desa Indonesia

Kampus Desa adalah wadah belajar masyarakat desa untuk mempertemukan ilmu pengetahuan dan kearifan lokal dalam bentuk produk ilmu dan perilaku budaya bangsa.

Badan Hukum : Kemenkumham RI AHU-0001185.AHA.01.07.Tahun 2020

Visit Us On TwitterVisit Us On InstagramVisit Us On YoutubeVisit Us On Facebook

Browse by Category

  • Agenda
  • Dokter Rakyat
  • Gubuk Sastra
  • Indonesia Menulis COVID 19
  • Kita Belajar Menulis
  • Kopipedia
  • Kuliah Terbuka
  • Layanan
  • News
  • Ngaji Tani
  • Opini
  • Pendidikan Hari Ini
  • Produk
  • Psikologi Hari Ini
  • Refleksi
  • Sepak bola

Recent News

digital detox

Tips Orang Tua Menjadi Guru Belajar Dari Rumah

10/04/2021
Para peserta membuat Popiah, makanan tradisional khas Taiwan. Di Indonesia, Popiah disebut Lumpia.

Popiah; Lumpia Taiwan Bikin Perayaan Kematian Semakin Nikmat

08/04/2021
  • Tentang Kami
  • Kirim Tulisan
  • Tim Redaksi

© 2021 Kampus Desa - Designed with by Java Foundation

No Result
View All Result
  • Home
  • Layanan
  • Agenda
  • Produk
  • News
  • Opini
  • NGAJI TANI
  • Dokter Rakyat
  • Pendidikan Hari Ini
  • Psikologi Hari Ini

© 2021 Kampus Desa - Designed with by Java Foundation

Login to your account below

Forgotten Password?

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In