Mengenal Lebih Dekat Teman Tuli

Kampusdesa.or.id– Kata tuna umum dipakai untuk menunjukkan keadaan disabilitas atau difabel seseorang. Orang yang tidak bisa melihat disebut tuna netra, ada gangguan  gerak tubuh dilabeli tuna daksa, dan tuna-tuna lainnya. Orang yang mengalami keterbatasan mendengar biasanya disebut tuna rungu, yang secara otomatis mengalami kesulitan berkomunikasi. Namun, berbeda dengan persepsi banyak orang yang menggunakan kata “tuna” sebagai kata yang lebih sopan, sebenarnya orang-orang yang mengalami keterbatasan mendengar lebih suka disebut Tuli, dengan menggunakan huruf t kapital. Mengapa demikian?

Bagi disabilitas pendengaran, kata tuna merujuk kepada sebuah gangguan, rusak, cacat. Sedangkan gangguan adalah sesuatu yang harus diperbaiki. Tuna rungu lebih ke istilah medis sehingga memerlukan tindakan,  diberi alat bantu dengar, atau operasi koklea. Bagi mereka, tuli adalah sebuah perbedaan sehingga mereka ingin diterima sebagai sebuah identitas, yaitu Tuli. Maka muncullah istilah teman Tuli.

RelatedPosts

BACA JUGA:
12 Ciri Anak dengan Autism yang Wajib Anda Ketahui

Budaya Komunikasi dengan Teman Tuli

Ada beberapa budaya tuli yang sangat berbeda dengan orang yang bisa mendengar. Pertama, budaya tuli menggunakan visual, sedang budaya dengar menggunakan oral. Anda tidak bisa bercakap dengan teman Tuli tanpa mereka melihat anda, meskipun anda menggunakan bahasa isyarat. Kedua, budaya tuli menggunakan getaran, budaya dengar menggunakan suara.

Setiap nama teman Tuli mempunyai isyarat yang berbeda meskipun nama mereka sama.

Budaya tuli yang ketiga adalah penggunaan bel lampu, sedangkan budaya dengar menggunakan bel suara. Budaya keempat yaitu nama isyarat, sementara budaya dengar menggunakan nama panggilan. Setiap nama teman Tuli mempunyai isyarat yang berbeda meskipun nama mereka sama. Nama isyarat ini diberikan oleh komunitas tuli dengan mengambil dari inisial nama, ciri fisik, hobby, maupun pekerjaannya. Budaya tuli yang kelima adalah memanggil dengan menyentuh, sedangkan budaya dengar memanggil dengan suara. Maka, bila anda hendak memanggil mereka, dekatilah dan sentuhlah pundaknya.

Budaya selanjutnya adalah berkomunikasi dengan melihat orangnya, lain dengan budaya dengar yang tidak harus melihat orang yang mengajaknya berbicara. Itulah sebabnya berkomunikasi jarak jauh dengan teman teman tuli yang paling cocok menggunakan video call selain berkirim pesan menggunakan teks.

Terakhir, budaya yang paling unik bagi teman Tuli adalah bisa berkomunikasi saat mulut penuh makanan. Tentu budaya ini tidak bisa dilakukan oleh orang dengan budaya dengar. Teman Tuli menggunakan bahasa isyarat dengan memakai tangan sebagai media berkomunikasi, tentu mereka bisa bercakap sambil makan.

Aksesibilitas Teman Tuli

Selain budaya tuli, setidaknya ada empat aksesibilitas teman Tuli yang perlu kita ketahui. Aksesibilitas yang pertama adalah penggunaan bahasa isyarat dalam berkomunikasi. Bahasa isyarat ada dua jenis, yaitu SIBI (Sistem Isyarat Bahasa Indonesia) dan Bisindo (Bahasa Isyarat Indonesia). SIBI merupakan bahasa baku, dipakai secara formal, semisal oleh interpreter dalam berita, sekolah, dan acara-acara resmi lainnya. Bisindo adalah bahasa isyarat yang dipakai dalam komunitas tuli. Bisa jadi ada perbedaan isyarat yang dipakai teman Tuli di Surabaya dan teman Tuli di Kediri. Pendeknya, SIBI merupakan bahasa resmi, sedangkan Bisindo  lebih seperti bahasa daerah.

Membaca tulisan memudahkan teman Tuli memahami komunikasi. Oleh sebab itu, hindarilah penggunaan voice atau suara.

Selanjutnya, ada aksesibilitas kalimat tulisan. Hal ini dipengaruhi oleh keterbatasan teman tuli dalam mendengar, maka membaca tulisan memudahkan teman Tuli memahami komunikasi. Oleh sebab itu, hindarilah penggunaan voice atau suara.

BACA JUGA:
Stereotip Salah Kaprah terhadap Orang Tua ABK

Berikutnya, aksesibilitas visual information. Bagi teman Tuli, informasi  akan lebih mudah dimengerti bila berupa informasi visual, baik berupa tulisan, dikomunikasikan langsung (face to face), maupun tidak langsung dengan menggunakan gambar atau video.

Aksesibilitas yang terakhir adalah adanya interpreter atau penerjemah. Penerjemah memegang peranan penting bagi teman Tuli. Dengan adanya interpreter (penerjemah), teman Tuli bisa mengakses berita televisi. Penerjemah juga bisa menjembatani komunikasi yang efektif dengan orang yang tidak mengerti bahasa isyarat. Maka, sudah selayaknya di setiap dinas atau lembaga ada interpreternya.

Dengan mengetahui budaya tuli dan aksesibilitasnya diharapkan masyarakat lebih mengenal dan lebih berempati pada teman Tuli. Selanjutnya bisa berbaur dan menerima mereka sebagai anggota masyarakat yang mempunyai hak yang sama dengan anggota masyarakat lainnya. Menerima mereka dengan segala potensi yang mereka miliki. Intinya kita semakin bisa memanusiakan manusia sebagai pilihan menjadi teman baik teman tuli.

Nganjuk, 24 Oktober 2022.

Arsip Terpilih

Related Posts

Welcome Back!

Login to your account below

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.