Kelas Literasi Damai, Siap Cetak Agen Perdamaian

327
SHARES
2.5k
VIEWS

Kampusdesa.or.id-Literasi agama merupakan kemampuan memahami agama secara benar agar kita dapat melihat serta menganalisis titik temu antara agama dengan kehidupan sosial, politik, dan budaya dari berbagai sudut pandang, sehingga kita menjadi pemeluk agama yang bijak dan cerdas dalam mengejawantahkan risalah agama.

Pernyataan tersebut disampaikan secara daring melalui zoom oleh Bunda Siti Musdah Mulia, Profesor riset bidang Lektur Keagamaan Departemen Agama dalam Beasiswa Kelas Literasi Damai (KLD) wilayah Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat yang diadakan oleh Generasi Literat berkerjasama dengan Mulia Raya Foundation Sabtu-Ahad (27-28/11) dan nanti akan ada tindak lanjut program pada Sabtu-Ahad (4-5/12/2021).

RelatedPosts

KLD ini merupakan program daring yang bertujuan mengembangkan kapabilitas pemahaman tentang nilai-nilai perdamaian yang disasarkan pada generasi Z (Gen-Z) sebagai calon-calon agen perdamaian. Sebelum mulai acara tersebut diawali dengan mengisi pretest terlebih dahulu, untuk mengukur kemampuan 79 peserta KLD yang sebelumnya telah diseleksi oleh panitia.

Bunda Musdah Mulia memyambung, literasi agama ini dikira penting karena dengan ini kita mampu memahami seluruh agama secara holistik sehingga tidak merasa paling benar sendiri. Adapun jika kita benar, kita tidak lantas menyalahkan agama yang berbeda dengan kita. Dan hal inilah yang akan mampu meredam kebencian, konflik, serta permusuhan, maka sebaliknya juga akan memunculkan sikap toleransi, kerjasama, keterbukaan, dan perdamaian.

“Karena sejatinya, agama ini untuk kemanusiaan. Maka sudah jelas agama pasti mengutamakan perdamaian, kasih-sayang, moderat (wasatiyyah), dan lebih dinamis, fleksibel serta kondusif bagi semua manusia. Dan setiap agama memiliki kesamaan dan tujuan mendasar, yang semuanya bermuara pada kedamaian,” tambah alumnus pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah tersebut.

Kini, yang harus dibenarkan dalam ptaktik beragama, khususnya di Indonesia perlu diwaspadainya ideologi-ideologi agama-radikal. Mulai dari kelompok ekstrim, pro-kekerasan, fanatik-militan, anti modernisme, dan politis.

Diakhir sesi Dia menutup dengan pesan abadi; perdamaian dari masing-masing agama. Mulai dari Islam, Baha’i, Buddha, Hindu, Konghucu, Sikh, Tao, Yahudi hingga Zarathustra. Dari Islam misalnya, mengutip pada salah satu ayat al-Qur’an yang artinya “Tidaklah Aku mengutus engkau Muhammad kecuali agar engkau menebar kedamaian,”. Begitu juga dalam agama Buddha, “Jangan sakiti orang lain dengan cara apa pun yang akan menyakiti dirimu sendir.” (Udana-Varga 5:18).

Berlanjut pada materi kedua tentang Literasi Agama Damai yang disampaikan oleh Suraiya Kamaruzzaman, aktivis HAM dan perempuan. Ibu Suraiya menjelaskan, dalam hal perdamaian, kita (umat Islam) memiliki teladan yang bisa dijadikan pedoman bagi orang Islam khususnya, juga pada seluruh umat manusia pada umumnya, yakni Nabi Muhammad SAW. Salah satu kisah monumental Nabi dalam ihwal perdamaian adalah pada perjanjian Hudaibiyah. Dalam perjanjian Hudaibiyah, kaum Quraisy yang diwakili oleh Suhail bin Amr keberatan dengan dimasukkannya kata “Rasulullah” dalam perjanjian itu, dan ia menuntut untuk diganti menjadi Ibnu Abdillah yang berarti putera Abdullah.

“Selain itu kata pembuka yang awalnya ‘bismillahirrahmanirrahim’ juga diganti dengan kalimat ‘bismika allahumma’, dan menjadi kalimat yang populer di Arab kala itu. Juga dirubahnya penutup perjanjian Hudaibiyah dari yang awalnya ‘hadza ma qadha alaihi Muhammad Rasulullah’ menjadi ‘hadza ma qudhiya alaihi Muhammad ibn Abdillah’. Dan dengan senang hati, tanpa paksaan Rasulullah menuruti semua permintaan kaum Quraisy tersebut, dengan tujuan perdamaian dan meminimalisir korban,” jelas perempuan kelahiran Aceh tersebut.

Kemudian Ia beralih ke Mahatma Gandhi sebagai contoh. Dengan mengutip kalimatnya tentang perdamaian, yakni, “Untuk memulai perdamaian harus di mulai dengan pikiran, karena apa yang kita pikir akan menjaldi sikap, sikap menjadi kata, kata menjadi tindakan, tindakan menjadi prilaku.”
Ia menuturkan, Mahatma Gandhi merupakan salah seorang tokoh perdamaian dari India. Ia dilahirkan dari keluarga yang terpandang, namun lebih memilih untuk hidup bersama masyarakat kasta paling rendah di India. Mahatma Gandhi juga sering keluar masuk penjara, dan setiap masuk penjara pasti selalu mengalami kekerasan fisik, tapi semakin banyaknya rasa sakit itu, maka sebanyak itu pula ia membalasnya dengan kasih-sayang dan cinta.

“Dan kemudian yang paling fenomenal darinya adalah, Ia memimpin ribuan orang berjalan kaki sejauh 384 km pada peristiwa Salt March, sebagai aksi penolakan warga India terhadap kebijakan kolonial yang melarang orang India untuk tidak membuat Garam sendiri. Aksi inilah yang kemudian berhasil mengatarkan India menuju kemerdekaan tanpa mengangkat senjata,” terangnya dari monitor zoom.

Terkait perdamaian, ia memaknai sebagai kesepakatan kedua belah pihak atau lebih yang sama-sama memiliki keinginan untuk keluar dari masalah atau perkara yang sedang berlangsung dengan mengurangi tuntutan satu sama lain. Berbeda lagi dengan kondisi damai, yakni kondisi tanpa adanya kekerasan yang bukan hanya bersifat personal atau langsung tetapi juga bersifat struktural. Dan beberapa nilai-nilai dalam perdamaian itu sendiri yakni: kesederhanaan, kebebasan, menghargai, kerjasama, tanggung jawab, kejujuran, toleransi, kasih sayang toleransi, persatuan serta rendah hati.

Arsip Terpilih

Related Posts

Welcome Back!

Login to your account below

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.