Opini Oleh: Feni Tamimul Ummah
Kampusdesa.or.id–Di tengah gejolak diskursus gender di Indonesia, menelaah tafsir Al-Qur’an menjadi sebuah upaya menarik untuk memahami perspektif Islam tentang peran dan relasi laki-laki dan perempuan. Salah satu tafsir yang kaya akan muatan gender adalah Al-Ibriz karya KH. Bisri Musthofa, seorang ulama Nahdlatul Ulama (NU) yang dihormati.
Kajian gender dalam Al-Ibriz menunjukkan perpaduan unik antara tradisi dan modernitas. Di satu sisi, KH. Bisri Musthofa masih terikat pada norma-norma patriarki yang dominan di masanya, di mana laki-laki dianggap sebagai pemimpin dan perempuan sebagai pengikut. Hal ini terlihat dalam tafsirnya tentang ayat-ayat yang mengatur tentang poligami, warisan, dan kesaksian.
Namun, di sisi lain, KH. Bisri Musthofa juga menunjukkan sikap progresif dalam beberapa hal. Ia mengakui pentingnya pendidikan bagi perempuan dan mendorong mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial. Ia juga menekankan kesetaraan spiritual antara laki-laki dan perempuan di hadapan Allah.
Pandangan KH. Bisri Musthofa tentang gender mencerminkan konteks sosiokultural Indonesia pada masanya. Di satu sisi, ia terikat pada tradisi patriarki yang kuat, di sisi lain ia juga terinspirasi oleh nilai-nilai modernitas seperti kesetaraan dan keadilan.
Meskipun Al-Ibriz ditulis lebih dari 80 tahun yang lalu, tafsir KH. Bisri Musthofa masih relevan untuk dikaji hari ini. Kajian gender dalam tafsirnya menunjukkan bahwa Islam tidak statis dan dapat diinterpretasikan dengan mempertimbangkan konteks zaman.
Namun, penting untuk diingat bahwa tafsir KH. Bisri Musthofa adalah produk masanya dan tidak dapat diadopsi secara literal di masa kini. Kita perlu melakukan analisis kritis terhadap tafsirnya dan mengkontekstualisasikannya dengan realitas sosial dan politik saat ini.
Kajian gender dalam Al-Ibriz membuka ruang diskusi yang menarik tentang peran dan relasi laki-laki dan perempuan dalam Islam. Tafsir KH. Bisri Musthofa menunjukkan bahwa Islam tidak harus diinterpretasikan secara kaku dan patriarkis, tetapi dapat diinterpretasikan dengan cara yang sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.