• Call: +62 858-5656-9150
  • E-mail: [email protected]
Education Blog
  • Home
  • Artikel
    6 Jenis Konsentrasi yang Mempengaruhi Keberhasilan Belajar Anak

    6 Jenis Konsentrasi yang Mempengaruhi Keberhasilan Belajar Anak

    Semua Orang Adalah Guru Bagi Siswa Merdeka Belajar

    Semua Orang Adalah Guru Bagi Siswa Merdeka Belajar

    Media Sosial dalam Pembelajaran: Masih Relevankah Penolakan?

    Media Sosial dalam Pembelajaran: Masih Relevankah Penolakan?

    Mental Passenger, Problem Laten Dunia Pendidikan Kita

    Mental Passenger, Problem Laten Dunia Pendidikan Kita

    Pandemi COVID-19 Mampu Membangun Percaya Diri dalam Melaksanakan Belajar Dari Rumah

    Pandemi COVID-19 Mampu Membangun Percaya Diri dalam Melaksanakan Belajar Dari Rumah

    Korupsi Merajalela, Pendidikan Harus Bagaimana?

    Korupsi Merajalela, Pendidikan Harus Bagaimana?

    Peran Pemuda dalam Mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

    Peran Pemuda dalam Mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

    Menanya Ulang Tujuan Pendidikan Modern

    Menanya Ulang Tujuan Pendidikan Modern

    Mengenali Emotional Burnout dan Tips Untuk Mengatasinya

    Mengenali Emotional Burnout dan Tips Untuk Mengatasinya

    Trending Tags

    • Opini
      • Psikologi Hari Ini
      • Pendidikan Hari Ini
      • Refleksi
      • Gubuk Sastra
      • Sepak Bola
  • Agenda
  • Hari ini
  • Profil Kami
No Result
View All Result
Kampus Desa Indonesia
No Result
View All Result
Home Dokter Rakyat

Hipokrisi dalam Penanganan Covid-19

Kentar Budhojo by Kentar Budhojo
March 29, 2022
in Dokter Rakyat, kuliah hari ini, Opini
201 8
0
Hipokrisi dalam Penanganan Covid-19
Share on FacebookShare on Twitter

Pandemi Covid-19 ternyata mampu memunculkan sisi gelap manusia Indonesia, seperti yang pernah disinggung Mochtar Lubis dan Koentjaraningrat, yaitu hipokrit atau munafik. Manusia Indonesia yang terkenal berjiwa gotong-royong dan memiliki keterikatan sosial yang tinggi, di tengah krisis sekarang ini justru menampilkan diri sebagai makhluk yang mementingkan diri dan kelompoknya dibanding kepentingan umum.

Kampusdesa.or.id-Akhir-akhir ini jagad maya kembali dihebohkan dengan adanya penolakan sejumlah masyarakat terhadap pemakaman jenazah para korban Covid-19 dan juga penolakan terhadap tempat observasi dan penampungan sementara pemudik yang ada di daerahnya. Ketika saya memaklumkan bahwa Aula Sekolah Garasi siap dijadikan lokasi observasi saudara kita yang mudik dan pulkam (pulang kampung), timbul kegemparan laten atau tersembunyi dari masyarakat sekitar, dari wali siswa dan beberapa guru yang menentang.

Apalagi ketika ada tim survei dari gugus tugas kecamatan. Namun subhanallah walhamdulillah Gusti Allah menolong saya. Tim desa memilih lokasi lain yaitu di polindes, yang ada di kompleks balai desa, sehingga lebih mudah pengawasannya dan ya Allah, ada yang menyatakan jangan di sekolah saya, kasihan nanti akan mempengaruhi PPDB sekolah saya.

“Dengan berlindung di balik kontroversi semantik kata Mudik dan Pulang Kampung, masyarakat masih berduyun-duyun dari daerah satu ke daerah lain”

Kedua, kita bisa amati meskipun masyarakat tahu bahwa kunci penularan Covid-19 itu adalah human to human, karenanya pemutusan rantai penularan hanya bisa dicegah dengan pembatasan gerak individu dalam masyarakat. Pemerintah pusat maupun daerah telah sepakat menjalankan PSBB, namun bisa kita saksikan, dengan berlindung di balik kontroversi semantik kata Mudik dan Pulang Kampung, masyarakat masih berduyun-duyun dari daerah satu ke daerah lain, apakah itu namanya mudik, pulang kampung, kaum S3 (Setiap Sabtu Setor), mesti tahu bahwa hal itu berpotensi tinggi menularkan atau ditulari virus.

Saya lalu teringat semasa masih aktif sebagai peneliti, belum terlibat banyak kegiatan dan belum jadi anggota PLO. Sedikit banyak saya terengaruh pemikiran Prof. Sayogyo dan Prof. Mubyarto tentang sosiologi pedesaan. Pada akhir tahun 1980an saya meneliti tentang komitmen masyarakat terhadap gotong royong, dan hasilnya masyarakat terikat pada komitmen kesetiakawanan (loyalitas) yang tinggi terhadap masyarakat di sekitarnya, terutama di daerah pedesaan, baik di daerah Mataraman maupun daerah di daerah Maduran baik di pulau Madura maupun daerah tapal kuda di Jawa Timur.

Setelah itu saya meneliti gejala ini di tahun 1990an dari sisi yang berbeda, kesediaan untuk berbagi peran sosial. Saat itu saya tertarik bukunya Mochtar Lubis, Manusia Indonesia dan bukunya Koentjaraningrat tentang Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, yang memuat ciri-ciri manusia Indonesia. Salah satu ciri tersebut adalah hipokrit, alias munafiq dan suka menerabas.

Baca Juga: Seputar Virus Corona dalam Kacamata Sains-Agama

Saya dalam hal ini lebih suka menggunakan kata hipokrit sehingga kata itu saya gunakan dalam judul tulisan saya ini. Manusia Indonesia yang terkenal berjiwa gotong-royong dan memiliki keterikatan sosial yang tinggi, kok memiliki sikap yang mementingkan diri dan kelompoknya dibanding kepentingan umum, dalam hal ini menentang lokasi pemakaman dan penampungan penderita Covid-19 serta mengabaikan larangan pemerintah untuk eksodus dari satu daerah ke daerah lain. Saya lebih suka menggunakan kata eksodus atau ramai-ramai pindah dari satu tempat ke tempat lain, daripada istilah mudik atau pulkam, karena eksodus sudah menyangkut keduanya.

Saya saat itu meneliti isu kesetaraan gender yang sedang hangat diperbincangkan di awal tahun 1990an. Subyek penelitian kualitatif ini pria dewasa yang sudah kawin. Kesetaraan gender adalah hak wanita mulai dari memenuhi kebutuhan dasar sebagai wanita, hak untuk bekerja di sektor publik dan hak untuk menjadi pimpinan. Semua pendapat pria benar-benar 99% mendukung kesetaraan gender, namun dengan Kata-kata Kunci yang mengejutkan: “Asal_bukan_keluarga_saya.” Selama itu menyangkut wanita di luar keluarganya, hampir seluruh responden terbuka mendukung konsep kesetaraan gender. Tapi ketika itu menyangkut wanita dalam keluarganya, terutama istrinya maka jawabannya: “No Way”.

Lebih dari 80% responden tidak bisa menerima isterinya menempuh karir setinggi-tingginya di bidang pekerjaannya, terlalu banyak berada di luar rumah, apalagi menjadi pimpinan di tempat kerja suaminya dan memimpin dirinya. Dalam pengambilan keputusan keluarga juga hampir 80% tidak bisa menerima istri lebih banyak menentukan keputusan dalam kehidupan keluarganya. Dari hasil ini tampak ada hipokrisi sikap, secara normatif setuju, namun bila menyangkut kepentingan dirinya, maka tidak setuju.

Meskipun saya tidak melanjutkan studi secara longitudional tentang sikap masyarakat ini, jelas dengan gelaja-gejala yang saya kemukakan di awal tulisan ini; diam saat jenazah korban Covid-19 dimakamkan atau lokasi penampungan ada di daerah lain, dan bersuara lantang saat berkaitan langsung dengan kepentingan dirinya, tampaknya hipokrisi masyarakat ini semakin kuat.

“Manusia adalah mahluk yang unik. Ia adalah mahluk individual, mahluk sosial dan juga mahluk religius. Titik temu kordinat tiga aspek itulah yang menentukan kepribadian individu”

Manusia adalah mahluk yang unik. Ia adalah mahluk individual, mahluk sosial dan juga mahluk religius. Titik temu kordinat tiga aspek itulah yang menentukan kepribadian individu. Ada yang ketiga aspek itu seimbang, atau ekstrem ke salah satu titik kordinat saja, Namun yang benar-benar seimbang atau akstrem hanya mengarah ke salah satu dari tiga aspek juga jarang. Yang terbanyak punya kecenderungan ke arah salah satu saja.

Baca Juga: Pandemi Corona dan Teologi Fatalistik yang Fatal

Orang-orang yang lebih cenderung sebagai mahluk individual. Cenderung menolak pemakaman jenazah atau penggunaan daerahnya sebagai lokasi penampungan dengan berbagai alasan yang sering tidak masuk akal, meski sudah dijelaskan seilmiah, serasional dan seobyektif mungkin.

Kita juga bisa menyaksikan betapa Bunda Theresa menerjunkan dirinya di tengah masyarakat papa di India, yang berpenyakitan, bahkan banyak yang kritis menunggu ajal tiba tanpa takut dirinya tertular. Di negara kita, kita juga bisa melihat betapa Romo Mangun membina masyarakat Girli di Kali Code dengan melepas semua kepentingan pribadinya. Ini adalah contoh pribadi yang ekstrem sebagai mahluk sosial dan atau sekaligus mahluk religius. Juga ada pejuang-pejuang kemanusiaan dan kelestarian alam yang rela mengorbankan waktu, tenaga, dana, bahkan sering juga nyawanya dalam membela hak-hak azasi manusia.

Kebanyakan orang menyimpan kecenderungan yang ada pada dirinya. Pernah dalam kuliah pada mahasiswa saya beri rambutan Binjai asli Blitar. Ada dua perilaku berbeda dari mereka. Saat rambutan itu dibagikan ramai-ramai, maka setiap individu itu akan cenderung mengambil dan memakan rambutan yang paling merah sementara kalau diberikan per mahasiswa sudah dalam paket sendiri-sendiri ada kecenderungan mereka memakan yang kurang baik lebih dulu dan yang terbaik akan dimakan terakhir, sebagai gong kata mereka.

“Sebenarnya dalam diri sebagian besar manusia itu cenderung sebagai mahluk individual yang lebih mementingkan dirinya sendiri”

Jadi, sebenarnya dalam diri sebagian besar manusia itu cenderung sebagai mahluk individual yang lebih mementingkan dirinya sendiri. Dalam situasi yang memungkinkan merangsang sikap egois itu muncul, maka akan mudah diletupkan dengan suatu tindakan provokatif. Itulah mengapa ada demo menentang lokasi pemakaman dan penampungan korban Covid-19.

Sebagian besar mereka sebenarnya tidak begitu paham tentang dampak Covid secara ilmiah, obyektif dan rasional. Namun begitu kepentingan-kepentingan mereka ini dipicu dan dipacu oleh provokator yang berkepentingan dengan isu itu, mereka mudah digerakkan. Itu hasil kuliah Psikologi Sosial yang dibina oleh dosen saya Eyang Mulyadi Guntur Waseso yang paling saya ingat.

Tentu saja sikap hipokrisi menyulitkan negara dan para pakar untuk menangani pemutusan mata rantai penularan Covid-19, meski telah dijelaskan secara gamblang, ilmiah dan rasional setiap hari di madia massa. Arus ke daerah lain dengan berlindung di balik berbagai nama masih berlangsung, warung-warung dan tempat berkumpulnya warga masyarakat masih dibuka dan petugas harus kucing-kucingan untuk mengatasinya.

Tindakan represif yang mengandung pemaksaan tidak akan efektif, selain semakin memenuhkan ruang penjara dan tahanan, terapi ini hanya menyentuh kulit-kulitnya, bukan pada core problem masalahnya. Perlu ada rekayasa sosial (social engineering) namun pertanyaanya, siapa yang bisa melakukannya?.

Teringat saat sekelompok tikus ketakutan menghadapi seekor kucing. Ada seekor tikus yang cerdas dan kreatif mengusulkan pemasangan giring-giring (klintingan) sebagai kalung di leher si kucing sehingga kedatangan si kucing bisa diketahui dari jauh. Semua setuju ide itu, namun masalahnya, tikus mana yang bersedia memasang kalung berkelintingan itu di leher kucing, karena semua tikus merasa ide itu baik, tapi jangan saya yang memasangnya.

Penghargaan yang setinggi-tingginya pada para pejuang pemberantas Covid-19, mulai dari sukwan, petugas keamanan, tenaga medis dan para medis yang lebih memenuhi panggilan jiwa daripada mementingkan diri sendiri, asal jangan saya.[]

Tags: coronaCOVID-19penanggulanganvirus coronawabah corona
Previous Post

Menakar Ulang Lulusan Program Prakerja

Next Post

Peluang Ramadan di Saat Corona Melanda

Kentar Budhojo

Kentar Budhojo

RelatedPosts

Era Berperilaku Baik dalam Dunia Pendidikan
Opini

Era Berperilaku Baik dalam Dunia Pendidikan

by Astatik Bestari
November 24, 2022
0
23

Kampusdesa.or.id -- Pernahkan kita mendengar larangan begini, "jangan sering absen mengajar, nanti diiri guru yang lain!" Larangan ini sering  diperdengarkan...

Read more
Sehat dengan Hemat Menggunakan VCO Buatan Sendiri
Dokter Rakyat

Sehat dengan Hemat Menggunakan VCO Buatan Sendiri

by Ulil Fitriyah
November 22, 2022
0
66

Kampusdesa.or.id--Tidak perlu menunggu sakit untuk hidup sehat. Pernyataan seperti ini mudah diucapkan, tetapi berat untuk dilakukan bagi sebagian orang. Bagaimana...

Read more
Bunga Kenanga berpadu VCO Bermanfaat untuk Kecantikan Kulit dan Rambut
Dokter Rakyat

Bunga Kenanga berpadu VCO Bermanfaat untuk Kecantikan Kulit dan Rambut

by Eny Yulianti
November 21, 2022
0
89

Kampusdesa.or.id--Bunga Kenanga sangat dikenal di masyarakat Indonesia. Masyarakat luas menggunakannya sebagai tabur bunga di makam atau digunakan saat tabur kematian....

Read more

Discussion about this post

Archive Artikel

Most commented

Balewiyata dan Gus Dur; Situs Toleransi Malang yang Perlu Dirawat

Rembug Komunitas; Gusdurian Malang Tawarkan Peluang Menjadi Aktifis Penggerak

Metode Pemberdayaan Imamah; Mengubah dari Sense of Budgeting ke Sense of Benefit

Era Berperilaku Baik dalam Dunia Pendidikan

Sehat dengan Hemat Menggunakan VCO Buatan Sendiri

Bunga Kenanga berpadu VCO Bermanfaat untuk Kecantikan Kulit dan Rambut

Kampus Desa Indonesia

Kampus Desa Indonesia

Jl. Raya Candi VI-C Gang Pukesmas No. 4 RT 09 RW 06 Karangbesuki, Sukun, Kota Malang

SK Menkumham No. AHU-01356.AH.02.01 Tahun 2016

Tags

Agenda (36) Aktual (7) Desa Giat (2) Desa Unggul (3) Dokter Rakyat (45) Gubuk Sastra (10) Hari ini (3) Indonesia Menulis COVID 19 (82) Kearifan Lokal (7) Kelas Ekoprinting (3) Kelas Motivasi (1) Kita Belajar Menulis (66) Kopipedia (5) Kuliah Desa (9) kuliah hari ini (2) Kuliah Terbuka (131) Layanan (9) Lifestyle (1) Magang (1) Ngaji Tani (18) Opini (317) Pendidikan Hari Ini (73) Produk (27) Psikologi Hari Ini (126) Refleksi (27) Sepak Bola (6) Uncategorized (146) Wacana (1) World (1)

Recent News

Balewiyata dan Gus Dur; Situs Toleransi Malang yang Perlu Dirawat

Balewiyata dan Gus Dur; Situs Toleransi Malang yang Perlu Dirawat

January 22, 2023
Rembug Komunitas; Gusdurian Malang Tawarkan Peluang Menjadi Aktifis Penggerak

Rembug Komunitas; Gusdurian Malang Tawarkan Peluang Menjadi Aktifis Penggerak

January 9, 2023

© 2022 Kampusdesa.or.id - Designed with 💕 RuangBit.

No Result
View All Result
  • Home
  • Artikel
    • Opini
      • Psikologi Hari Ini
      • Pendidikan Hari Ini
      • Refleksi
      • Gubuk Sastra
      • Sepak Bola
  • Agenda
  • Hari ini
  • Profil Kami

© 2022 Kampusdesa.or.id - Designed with 💕 RuangBit.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In