Bantuan Langsung Tunai Dana Desa Menurut Ketua FORSEKDESI

327
SHARES
2.5k
VIEWS

BLT Dana Desa objeknya ditentukan dari kondisi ekonominya, karena kondisi pandemi Covid-19 di sini sifatnya adalah darurat. Tidak perlu dokumen yang meribetkan masyarakat. Jika ada yang “tidak pas” pasti dikomplain masyarakat sendiri. FORSEKDESI mewadai aspirasi perangkat desa dan membantu mengawal penggunanan Dana Desa. Forum ini memiliki misi membangun NKRI dari Desa. Jika mampu membangun desa dengan baik, maka negara akan baik.

Kampusdesa.or.id–Belakangan ini sedang ramai dibicarakan mengenai Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT DD). Banyak permasalahan atau polemik yang terjadi di masyarakat. Bahkan sebagian masyarakat juga belum clear dengan bantuan langsung tunai di tengah wabah virus corona ini. Oleh karenanya, pada kesempatan hari ini (18/05) Diaspora Muda Lamongan mengadakan tadarus online atau diskusi daring bertajuk “Menyoal Dana Desa; Bantuan Langsung Tunai Bagi Warga Terdampak Corona”.

RelatedPosts

Adapun acara ini dipandu oleh Muhammad N. Hassan (founder Diaspora Muda Lamongan) bersama pemateri yang sangat mumpuni, yaitu Bapak Nur Rozuqi, S.Pd. Beliau adalah ketua Forum Sekretaris Desa se-Indonesia (FORSEKDESI) dan penggagas Gerakan Desa Merdeka. Di sesi awal Pak Nur Rozuqi dalam diskusi ini dibuka dengan sebuah salam, “Salam Desa Merdeka!!!”.

Menurutnya desa di Indonesia belum diakui kemerdekaannya. Amanat UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa sudah jelas, tapi pemerintah pusat masih setengah hati untuk mengakui bahwa desa adalah pemerintahan tersendiri. Desa memang berada di dalam wilayah kabupaten tetapi bukan merupakan bagian daripada pemerintahan kabupaten. Desa berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati.

Sampai dengan persoalan carut marutnya tentang BLT saat ini, sebenarnya adalah bermula dari kegagapan pemerintah dalam menghadapi bencana -dalam hal ini pandemi Covid-19. Sejak tahun 2010 berupa keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1529/Menkes/SK/X/2010 tentang Pedoman Umum Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif dan sudah diatur dalam regulasi di Indonesia bagaimana untuk mengahadapi bencana dan dalam kondisi darurat melalui Perdes No 4 Tahun 2018 Tentang Pembentukan dan Penyelenggaraan Desa Siaga.

Kemudian Permendagri No 20 Tahun 2018 tentang pembangunan dan pengelolaan anggaran. Di sana sudah jelas dijelaskan terkait pengeloloaan keuangan desa dan juga ada bagaimana caranya menghadapi dalam keadaan darurat. Ditambah atau dikuatkan dengan UU No 6 Tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan. Tetapi peraturan-peraturan dari pemerintah malah membuat gaduh masyarakat di desa.

“Ketika terjadi kondisi darurat seperti ini, karena kegagapan muncullah surat edaran dan peraturan-peraturan lain itu malah membuat jadi gaduh. Bermula dari situ akhirnya apa? Yang jadi ujung tombak ada di desa, jadi bingung,” ungkap Pak Nur Rozuqi.

Padahal Anggaran Pendapatan dan Belanja (APB) Desa sudah dibuat. Apabila mau melakukan perubahan itu ada waktunya. Kalau mau dilakukan perubahan itu harus ada mutatis dan mutandis, artinya dengan perubahan-perubahan yang diperlukan atau penting. Baru dalam pelaksanaan di lapangan ada sedikit perubahan itu tidak apa-apa

Permasalahan Bantuan Langsung Tunai Dana Desa

Jika semua aturan berubah, kegaduhan semakin meruncing sampai hari ini. Dikarenakan tidak transparansi dan demokratisasinya pemerintah terhadap data, terutama yang menjadi kewenangan dan tanggung jawab kementerian sosial. Data orang miskin atau orang yang tidak mampu tidak blak-blakan untuk membuka.

Sehingga tidak salah jika KPK pernah membuat statemen kalau data warga tidak mampu kurang dari separuh dari wilayah di Indonesia tidak valid. Setelah dicek ternyata itu adalah ulah kesalahan di Kabupaten. Padahal, dalam kasus BLT pada tahun 2008-2017 kewenangan untuk mengubah data itu harus ada di musyawarah desa (Musdes), dan hasilnya tidak pernah dipakai.

Selain itu, dana-dana yang diterima untuk penanganan kondisi darurat ini ada banyak BLT (sebutan yang khusus terkait dengan dana desa), PKH yang sudah berjalan, BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai) sembako, APBN yang namanya BST (Bantuan Sosial Tunai), belum lagi Bantuan sosial dari APBD baik Kabupaten maupun Provinsi. Sehingga masyarakat masih bingung.

Sebenarnya secara keseluruhan permasalahan di atas itu sudah cukup dapat diatasi dengan regulasi yang mengatur tentang desa. “Saya yakin seandainya kalau mereka (yang di atas) itu paham dan mendalami dengan apa yang pernah dibuat sendiri. Maka tidak akan ada kegaduan sampai tingkat bawah. Kedua, apabila mereka itu transparan,” kata ketua Padepokan Desa ini.

Faktanya, Pak Nur Rozuqi dan perangkat desa yang lain sudah pernah menyampaikan aspirasi-aspirasi semacam ini, diusulkan sejak tahun 2017. Dua kali setiap musdes per semester diajukan ke pusat tapi ketika keluar datanya masih muncul pada data yang lama. Bulan Agustus – September, Basis Data Terpadu divalidasi oleh petugas yang dikawal dan dibantu oleh perangkat desa. Tapi ternyata sampai saat ini data tersebut belum muncul dan data yang dipakai masih data yang lama.

Terkait persoalan data yang tidak update untuk bantuan yang dari pemerintah pusat, banyak warga mengeluh jika tidak ada orangnya tapi tertulis namanya dan warga yang seharusnya dapat, tapi namanya tidak. Kasus orang sudah meninggal tapi datanya masih ada. Dan contoh-contoh yang lain, terutama warga yang layak mendapatkan bantuan dari pemerintah tapi tidak memiliki KTP.

Terkait persoalan data yang tidak update untuk bantuan yang dari pemerintah pusat, banyak warga mengeluh jika tidak ada orangnya tapi tertulis namanya dan warga yang seharusnya dapat, tapi namanya tidak. Kasus orang sudah meninggal tapi datanya masih ada. Dan contoh-contoh yang lain, terutama warga yang layak mendapatkan bantuan dari pemerintah tapi tidak memiliki KTP.

Pak Nur Rozuqi pun menambahkan, “menyoal BLT dana desa, sebenarnya di sinilah ruang paling nyaman supaya tidak terjadi kegaduhan. Ketika data-data dari pusat baik itu untuk yang BPNT, PKH, atau BST sudah diterima dan jika ada warga kurang mampu yang tidak ter-cover dengan data itu. Di sinilah dana desa hadir.”

Pengelolaan dan Penggunaan Dana Desa

Kalau ada data yang tumpang tindih harus disosialisasikan dan diajak dialog berdasarkan kesadaran diri masing-masing. Karena untuk menentukan siapa yang tepat untuk mendapatkan dana desa ini sebenarnya cukup melalui Musdes (Musyawarah Desa). Dalam hal ini yang memiliki peran penting adalah BPD (Badan Permusyawaratan Desa). Untuk data tumpang tindih bulan kedua dan ketiga nanti akan diperbaiki lagi. Dengan syarat harus ada keterbukaan data (transparansi).

Namun kendalanya di lapangan adalah ada pemerintah desa yang tidak melakukan sesuai tupoksinya. Tidaklah dibenarkan jika pemerintah Desa menyelenggarakan atau mengundang rapat musyawarah desa. Itu tidak sah dan tidak tertib administrasi. Beberapa desa sudah sesuai, Musdes dilakukan oleh BPD, sebagian BPD tidak ikut ambil bagian.

Sebagai penambahan, istilah musyawarah di desa sesuai aturan perundangan-undangan ada Musdes, Musrembang, Musrembangdes. Musdes dilakukan oleh BPD. Ada Musdes yang terencana dan Musdes insendensial, salah satunya untuk BLT Dana Desa ini. Sedangkan Musrembangdes tentang pembangunan desa dilaksanakan oleh BPD, tetapi kalau Musrembang oleh pemerintah desa. Bedanya pada materi pembahasan dan penyelenggaranya.

Akan tetapi data-data hasil musdes oleh BPD di-bypass disetorkan dan dilaporkan ke pusat. Tapi selalu tidak sama (update) karena adanya intransparansi. Di sinilah ada peluang penyelewangan, nepotisme. Warga pun juga menjadi kunci transparansi. Saat pendataan warga juga diharapkan memberikan keterangan jujur padahal mampu tapi mengaku tdak mampu saat sensus ekonomi.

Pemateri yang juga menjadi ketua Lembaga Kajian Desa (LKD) ini mengatakan bahwa data dinsos yang disodorkan ke Musyawarah Desa biasanya jumlahnya banyak. Tapi persoalannya adalah kecukupan anggaran dana yang didapat tidak sesuai dengan kuota. Semisal kuota untuk satu kabupaten 200.000 KK dibagi dari kecamatan atau per desa secara random, maka terjadi kekurangan. Data ini harus divalidasi dan diverifikasi. Kebetulan data BLT sudah divalidasi semua di Kabupaten, tapi untuk pencairan belum semuanya.

Peran BPD dalam Kasus Penyelewengan Dana Desa

Sebagian desa melaporkan adanya oknum perangkat desa yang “nakal”. Lantas bagaimana langkah yang dilakukan jika diketahui ada penyelewangan terhadap anggaran desa? Kalau sudah dapat dibuktikan urusannya kepda aparat hukum selaku inspektorat sebagai auditor. Tapi sebelum itu sebenarnya adalah BPD dan masyarakat sendiri. Penyelenggraan pemerintahan terutama mengenai anggaran bahwa ada pengawasan yang melekat itu menjadi kewenangan BPD dan masyarakat dan pengawasan eksternal.

“Jika ditengarai ada penyelewangan maka direkomendasikan atau diserahkan ke inspektorat (di setiap kabupaten ada kantor auditor). Namun sekarang ini keterlibatan BPD dalam pengawasan ini belum maksimal. Banyak daerah justru fungsi pengawasan (monitoring) keterlibatan BPD ini banyak belum maksimal diperoleh, justru fungsi monitoring ini dikebiri,” jelas Sekretaris desa yang juga guru Bahasa Indonesia dan Kertakes ini.

Ketika BPD ini ingin tahu, semisal rincian APB Desa untuk apa saja malah dipersulit. Padahal ini kewenangan BPD, selain mengawasi (monitoring) juga mengawal dan mengevaluasi. Sehingga kerangka evaluasi berhak mengetahui dokumen berkaitan dengan realisasi anggaran. Namun enyataannya BPD selalu tidak memperoleh saat meminta/menanyakan, karena jawaban nampaknya selalu dibilang “ini rahasisa negara, BPD tidak boleh tahu”.

Transparansi untuk desa belum banyak yang dibuka. Padahal sudah dimaklumatkan oleh UU No 14 Tahun 2008 tentang keterbukan informasi publik (KIP) juga diatur di dalam Peraturan Komisi Informasi (PERKI) No 1 Tahun 2010 tentang tentang keterbukan informasi publik daerah. Untuk desa ada UU No 1 Tahun 2018 mengatur Standar Layanan Informasi Publik (SLIP) Desa. BPD mewakili masyarakat berhak mendapatkan SLIP Desa, karena di desa tidak ada dokumen negara. Dokumen di desa semuanya milik publik, kecuali ada dokumen yang “dikecualikan”. Tapi ini pun harus berdasarkan hasil Musdes.

Pada intinya data desa kalau diperuntukan kepada BPD semuanya harus disampaikan tidak ada yang sifatnya rahasia. Pasal 27 UU Desa mengatur bahwa pemerintah desa wajib menginformasikan penyelenggaraan pemerintahan terhadap masyarakat desanya.

Sebenarnya jika ada Pemerintah Desa baik itu Lurah, Kepala Desa, Kepala Dusun, Ketua RT/RW tidak transparan gunakan Dana Desa dapat dikenai sanksi bahkan dipidanakan dan dicopot dari jabatan. Terkait pemalsuan data juga sudah ada ketentuan hukuman pidana. Bagi pihak yang memanipulasi data penerima bantuan harus membaca Permensos dan pasal 43 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin.

Sebenarnya jika ada Pemerintah Desa baik itu Lurah, Kepala Desa, Kepala Dusun, Ketua RT/RW tidak transparan gunakan Dana Desa dapat dikenai sanksi bahkan dipidanakan dan dicopot dari jabatan. Terkait pemalsuan data juga sudah ada ketentuan hukuman pidana. Bagi pihak yang memanipulasi data penerima bantuan harus membaca Permensos dan pasal 43 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin. Disebutkan bahwa setiap orang yang memalsukan data verifikasi dan validasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (3), dipidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp 50 juta. Maka jika ada yang lebih mampu tapi mendapatkan bantuan bisa dilaporkan dan dipidanakan. Diusut secara tuntas baik dari pendata maupun yang mendata. Nanti pasti ketahuan kasus demikian ini disengaja salah atau tidak dapat sasaran.

Skema Penyerahan BLT Dana Desa

BLT Dana Desa objeknya ditentukan dari kondisi ekonominya, karena kondisi pandemi Covid-19 di sini sifatnya adalah darurat. Paling gampangnya kalau mau mendata, lewat pak RT sudah cukup karena lebih tahu dan bisa merangking siapa yang miskin dan siapa yang merasa butuh. Tidak perlu dokumen yang meribetkan masyarakat.

“Sederhana saja tidak perlu dibuat kriteria aneh. Kalau menurut menteri cukup dengan tiga syarat. Tapi di desa tidak perlu dibuat ribet. Jika ada yang tidak pas pasti dikomplain masyarakat sendiri,” ungkap Aparatur Sipil Negara (ASN) ini.

Baca juga:

Optimalisasi Dana Desa untuk Mewujudkan Desa Mandiri dan Sejahtera
Rasionalitas dan Harapan Penerapan Dana Desa
START-UP Lawan Dana Desa, Bisnis Desa di Era Digital

BLT Dana Desa pengelolaan keuangannya adalah mutlak diserahkan kepada desa, nominalnya sesuai ketentuan dari pusat. Siapa saja yang menerima dan jumlahnya berapa diserahkan kepada desa melalui Musdes yang berpatok pada anggaran berdasarkan besarnya Dana Desa (DD). BLT Dana Desa tidak ada potongan administrasi. Untuk penanganan Covid-19 sudah ada sendiri (hand sanitizer, dll), ada padat karya tunai, bantuan sosial lain-lain.

Bagaimana dengan beberapa tempat yang dananya belum cair? Pak Nur Rozuqin menjawab bahwa untuk mencairkan Dana Desa harus sudah memeberikan laporan pemakaian dana tahun lalu. Sehingga bisa lebih cepat dan tepat. Skema BLT Dana Desa juga harus diterimakan langsung. Tidak boleh dicairkan lewat tranfer atm.

Apabila ada bantuan sosial dari swasta, mengakibatkan dapat bantua dobel-dobel gak masalah karena memang mebutuhkan. Tapi harus arif dan legowo mendahulukan yang belum atau lebih memerlukan. Yang penting disalurkan sesuai keperuntukannya (sesuai anggota dalam satu rumah juga) atau ada masyarakat yang saat disurvei dan diceklist memenuhi syarat seperti halnya kehilangan pekerjaan dan profesi akibat kebjakan PSBB pemerintah saat kondisi wabah virus corona ini.

Sebagai penutup diskusi, pemateri yang sangat luar biasa ini menghimbau kepada semua perangkat desa dan masyarakat yang masih ada sengkarut BLT Dana Desa di desanya, bisa mengontak FORSEKDESI sebagai media perantara. Karena FORSEKDESI difungsikan pula untuk menghimpun asprasi dan kordinasi kepada teman-teman perangkat desa serta membantu sumbangsi pemikiran jika ada kendala dan masalah. Forum ini sejatinya mengajak komunikasi demi sistem pemerintahan desa di NKRI yang lebih baik.

“Membangun NKRI dari Desa adalah strategi yang tepat. Jika mampu membangun desa dengan baik, maka negara akan baik,” pungkasnya.

Lanjut membaca hasil reportase kegiatan tadarus online lainnya dengan judul “Pemuda Adalah Pemegang Tongkat Estafet Pembangunan Desa”

Arsip Terpilih

Related Posts

Welcome Back!

Login to your account below

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.