Antara Meninggalkan Pasangan Hidup atau Tetap Setia

325
SHARES
2.5k
VIEWS

Pertanyaan menggelitik dan mengguncang terlontar seperti ini, “apa yang harus dilakukan istri dan keluarga, saat suami atau bapak berada di titik nadir seperti tersandung kasus korupsi, sakit keras yang lama, bangkrut dan lain sebagainya? Setiap orang selalu berharap ketika memutuskan memilih pasangan hidup, pastinya selalu bermimpi akan menjadi pasangan yang selalu bisa saling berbagi kebahagiaan sepanjang masa.

Perjalanan dinamika hidup pasangan tidak selamanya berjalan menggembirakan. Naik turunnya kebahagiaan pasangan selalu ditentukan oleh kualitas relasi pasangan. Apapun masalahnya yang dihadapi oleh pasangan, baik dari si suami atau istri, situasi kebahagiaan berikutnya tetap ditentukan oleh terganggu tidaknya kualitas relasi tersebut.

RelatedPosts

Kualitas relasi ditentukan oleh kebutuhan dasar seseorang untuk mencintai pasangannya (need of lover). Kebutuhan ini kadang penuh teka-teki dan ditemukan justru kadang disaat hubungan itu menghadapi masalah. Ketika seorang menghadapi masalah dengan pasangan, seseorang akan mereaksi berdasarkan kebutuhan dasarnya. Di sinilah sebenarnya kualitas pasangan dapat dilihat ketika seorang suami dirundung masalah hebat.

Memaknai Penderitaan

Menyitir pendapat sufi besar Bayazid Bustami dan psikologi eksistensialis Erich Fromm (terj. 2015), cinta adalah relasi memberi dalam arti yang besar bagi yang dicintainya. Dengan begitu, kualitas cinta dibangun dari kemampuan memberi cinta, bukan menerima atau menuntut cinta dari orang yang dicintai.

Suatu contoh, jika suami menuntut istri selalu memberikan pelayanan membuatkan kopi ketika sepulang kerja, maka saat tidak ada secangkir kopi tersaji saat pulang kerja, pudarlah arti seorang istri. Sebaliknya, saat suami memahami istri tidak bisa melayani membuatkan kopi, maka seorang suami akan mengolah pikiran dan emosinya untuk latihan menerima. Selebihnya, suami menemukan pemahaman mengapa kopi tidak tersaji.

Jika demikian, cinta diartikan lebih besar ke kemampuan pasangan hidup dalam memberikan kebahagiaan. Kualitas relasi pasangan yang saling memberi tentunya akan menentukan cara pasangan menghadapi situasi tragis. Ketika situasi tragis tersebut lahir dari kekuatan memberi, maka situasi tragis akan mampu disikapi dan dihadapi untuk mendapatkan kebermaknaan hidup. Jika demikian, setiap pasangan akan selalu bertahan untuk tetap menjadi pendamping setia. Termasuk istri dengan suami yang sedang menghadapi masalah tragis.

Kualitas relasi pasangan yang saling memberi tentunya akan menentukan cara pasangan menghadapi situasi tragis. Ketika situasi tragis tersebut lahir dari kekuatan memberi, maka situasi tragis akan mampu disikapi dan dihadapi untuk mendapatkan kebermaknaan hidup.

Ketika dasar cinta diliputi oleh kebutuhan menerima atau diberi, maka situasi tragis akan rentan konflik dan hubungan pasangan terguncang. Kita bisa menyaksikan ketika hubungan tersebut sudah saling tidak memuaskan, maka hubungan tersebut berada di ujung tanduk. Oleh karena itu, ketika suami dirundung masalah, kualitas relasi dua sudut pandang tersebut yang akan menentukannya. Bagi yang relasinya bagus, situasi tragis dapat dibangun makna hidup yang lebih positif dan orang akan tetap setiap mendampingi pasangannya.

Bagi seorang suami yang dirundung masalah atau ujian, pun seharusnya mulai berinstrospeksi, apakah dasar cinta yang sudah dibangun telah memberikan fondasi relasi yang seimbang dan berkualitas. ? Tidak hanya pada suami, tetapi juga pada istri. Jika berkualitas, maka istri akan menjadi sumber pendukung penting dalam menghadapi masalah. Sebaliknya, ketika mengalami ketimpangan relasi maka dukungan sosial yang datang dari istri akan diuji ?

Pasangan akan menjadi pendukung emosional yang tetap mampu menemukan arti hidup suami meskipun dalam situasi tragis. Dukungan tersebut akan menguatkan emosi dalam memaknai penderitaan. Suami jauh akan lebih bertumbuh positif dalam menghadapi  situasi krisis

Lantas, bagaimana gambaran situasi psikis suami ? Tetap, kualitas jiwanya ditentukan oleh nilai kehadiran pasangan. Jika sebelumnya suami memiliki relasi yang dipenuhi layanan pasangan yang transaksional, maka disaat situasi krisis tersebut mendera, bisa jadi suami akan kehilangan pemenuhan kebutuhannya. Suami jelas akan terasa kehilangan dukungan. Tetapi ketika kualitas relasi sebelumnya dimaknai saling memberi, maka suami kemungkinan tetap akan mendapatkan kualitas relasi yang baik dengan pasangan, yakni istrinya. Oleh karena itu, bukan bagaimana istri seharusnya bertindak, tetapi relasi apa yang telah dibangun sebelumnya.

Pasangan akan menjadi pendukung emosional yang tetap mampu menemukan arti hidup suami meskipun dalam situasi tragis. Dukungan tersebut akan menguatkan emosi dalam memaknai penderitaan. Suami jauh akan lebih bertumbuh positif dalam menghadapi  situasi krisis

Mohammad Mahpur

Mohammad Mahpur

Ilmuan Psikologi Sosial, Peace Activist and Gusdurian Advisor, Writer, Pemberdaya Masyarakat dan Komunitas. Founder Kampus Desa Indonesia. Memberikan beberapa pelatihan gender, moderasi beragama, dan metodologi penelitian kualitatif, khusus pendekatan PAR

Arsip Terpilih

Related Posts

Welcome Back!

Login to your account below

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.