• Call: +62 858-5656-9150
  • E-mail: [email protected]
Education Blog
  • Home
  • Artikel
    6 Jenis Konsentrasi yang Mempengaruhi Keberhasilan Belajar Anak

    6 Jenis Konsentrasi yang Mempengaruhi Keberhasilan Belajar Anak

    Semua Orang Adalah Guru Bagi Siswa Merdeka Belajar

    Semua Orang Adalah Guru Bagi Siswa Merdeka Belajar

    Media Sosial dalam Pembelajaran: Masih Relevankah Penolakan?

    Media Sosial dalam Pembelajaran: Masih Relevankah Penolakan?

    Mental Passenger, Problem Laten Dunia Pendidikan Kita

    Mental Passenger, Problem Laten Dunia Pendidikan Kita

    Pandemi COVID-19 Mampu Membangun Percaya Diri dalam Melaksanakan Belajar Dari Rumah

    Pandemi COVID-19 Mampu Membangun Percaya Diri dalam Melaksanakan Belajar Dari Rumah

    Korupsi Merajalela, Pendidikan Harus Bagaimana?

    Korupsi Merajalela, Pendidikan Harus Bagaimana?

    Peran Pemuda dalam Mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

    Peran Pemuda dalam Mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

    Menanya Ulang Tujuan Pendidikan Modern

    Menanya Ulang Tujuan Pendidikan Modern

    Mengenali Emotional Burnout dan Tips Untuk Mengatasinya

    Mengenali Emotional Burnout dan Tips Untuk Mengatasinya

    Trending Tags

    • Opini
      • Psikologi Hari Ini
      • Pendidikan Hari Ini
      • Refleksi
      • Gubuk Sastra
      • Sepak Bola
  • Agenda
  • Hari ini
  • Profil Kami
No Result
View All Result
Kampus Desa Indonesia
No Result
View All Result
Home Opini

Selikuran Modern

Repan Purba by Repan Purba
March 27, 2022
in Opini
200 4
0
Selikuran Modern
Share on FacebookShare on Twitter

Tradisi Barokahan adalah tradisi dimana umat Islam, anggota jama’ah, membawa nasi lengkap dengan sayur dan lauk pauknya ke masjid atau musholla. Seiring perjalanan waktu, dengan perkembangan zaman, tradisi barokahan ini juga mengalami perkembangan. Walaupun ada beberapa perbedaan tradisi dahulu dengan sekarang, utamanya segi tempat nasi, namun hakikatnya tetap sama. Bagi Masyarakat yang melestarikan tradisi Selikuran ini yang penting adalah niatnya.

KampusDesa–Malam ini, sabtu malam minggu, 25 Mei 2019 adalah malam istimewa bagi umat Islam. Malam ini adalah awal malam 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Malam ini bertepatan dengan malam puasa tanggal 21 Ramadhan. Jumhur(mayoritas) ulama sepakat bahwa malam 10 hari terakhir adalah kemungkinan besar turunnya malam yang paling mulia, yaitu malam Lailatul Qodar. Malam itu kemungkinan datangnya dimulai pada malam tanggal 21 Ramadhan.

Segala sesuatu mempunyai waktu dan tempatnya (Ahli Hikmah).

Bagi sebagian masyarakat Muslim Jawa, termasuk di wilayah penulis, malam tanggal 21 Ramadhan juga merupakan malam spesial. Kedatangannya sangat dirindukan dan dinantikan. Ketika malam itu datang disambut dengan suka cita dan penuh semangat. Diantara kesukacitaan dan semangat itu diwujudkan dalam bentuk tradisi “Selikuran”. Dalam tradisi ini ada kegiatan khusus yang dilakukan yaitu “Barokahan”.

Tradisi Barokahan adalah tradisi dimana umat Islam, anggota jama’ah, membawa nasi lengkap dengan sayur dan lauk pauknya ke masjid atau musholla. Sesudah pelaksanaan sholat Tarawih dan Witir, nasi lengkap itu dimakan bersama atau kenduri. Jika nasi dan lauk ada sisa, jama’ah yang berkenan bisa membawa pulang sebagai “Berkat”.

Dari waktu ke waktu ternyata ada pergeseran dalam tradisi Barokahan.

Berdasarkan pengamatan penulis, dari waktu ke waktu ternyata ada pergeseran dalam tradisi Barokahan ini. Perubahan itu dalam hal alat yang digunakan untuk membawa nasi Barokahan. Dulu waktu penulis masih usia anak-anak, anggota jama’ah membawa nasi ke masjid atau musholla menggunakan “encek”. Encek adalah tempat nasi dan perlengkapannya yang terbuat dari pelepah pisang atau kulit batangnya.

Teknis pembuatan encek ialah, pelepah atau kulit batang itu dibentuk segi empat dan di rakit dengan rautan bambu. Besar kecilnya disesuaikan dengan sedikit banyaknya nasi yang akan dibawa. Lalu, diatas encek di tutup dengan daun pisang yang ditata menutupi encek.  Kemudian nasi ditaruh diatas daun pisang itu. Diatas nasi ditutup lagi dengan daun pisang yang lebih kecil sebagai pembatas. Diatas daun pembatas itu sebagai tempat aneka lauk pauk. Diatas lauk pauk diberi lagi daun pisang merata dan menutupi seluruh nasi, bahkan lebih luas dari encek, sebagai penutup encek. Adakalanya, seluruhnya tidak menggunakan daun pisang, namun menggunakan daun pohon jati. Agar daun encek tidak jatuh maka setiap sudut encek “ditubles” atau ditusuk dengan potongan lidi daun kelapa atau “Bithing” yang dibuat runcing.

Cara makan nasi barokahanpun terbilang unik. Mengambil nasi dan lauk ke dalam encek tanpa menggunakan alat(enthong) namun langsung menggunakan tangan. Makanpun juga tanpa menggunakan sendok. Bahkan kadang juga tanpa cuci tangan.

Seiring perjalanan waktu, dengan perkembangan zaman, tradisi barokahan ini juga mengalami perkembangan. Untuk cara makan jama’ah tidak banyak mengalami perubahan, hanya tempat nasi atau encek yang berubah. Kini jama’ah membawa nasi barokahan dengan tempat yang berbeda-beda.

Dalam beberapa tahun terakhir sudah tidak ada lagi yang membawa encek berbahan pelepah daun pisang atau kulit batangnya. Mayoritas sudah menggunakan panci baik itu bentuk “manci” atau “lengser” terbuat dari logam. Sebagian lagi menggunakan manci atau talam yang berbahan plastik. Adapula yang menggunakan kotak nasi dari kertas atau kotak berbahan foom. Untuk jenis yang terakhir ini biasanya hanya satu dua orang saja. Dari perbedaan tersebut ternyata masih ada yang tetap yaitu alas yang digunakan dan penutup atas. Mayoritas masih menggunakan daun pisang. Namun sebagian sudah menggunakan kertas minyak.

Adalagi yang lebih unik, kadang kala jama’ah tidak membawa nasi barokahan namun membawa kue kering atau kue basah. Bahkan kadang juga ditemui jama’ah yang membawa roti atau jenis jajanan yang lain. Hal ini biasanya dilakukan karena tidak sempat memasak atau tahu informasi barokahan secara mendadak sehingga cari mudahnya dengan membeli makanan jadi untuk barokahan.

Bagi Masyarakat yang melestarikan tradisi Selikuran ini yang penting adalah niatnya.

Walaupun ada beberapa perbedaan tradisi dahulu dengan sekarang, utamanya segi tempat nasi, namun hakikatnya tetap sama. Bagi Masyarakat yang melestarikan tradisi Selikuran ini yang penting adalah niatnya. Niatnya adalah saling berbagi dan bersedekah. Disamping itu nilai kebersamaan juga menjadi tujuan utama. Adapun masalah perbedaan tempat nasi atau encek itu menurut penulis hanya karena perbedaan kesempatan dan kemampuan saja. Disamping itu dengan menggunakan bahan jadi bentuk panci logam, plastik atau kotak kertas dan foom, waktu lebih efisien dari pada masih harus membuat dari pelepah dan kulit batang pisang. Sehingga jama’ah waktunya lebih hemat. Wallahu A’lam.

Editor: Faatihatul Ghaybiyyah

Tags: kampus desakampus desa indonesiaSelikuran Modern
Previous Post

Beragama Tekstual dan Taqlid Buta, Mahasiswa Beresiko Terpapar Radikalisme

Next Post

Ribut: Selisih Satu

Repan Purba

Repan Purba

RelatedPosts

Era Berperilaku Baik dalam Dunia Pendidikan
Opini

Era Berperilaku Baik dalam Dunia Pendidikan

by Astatik Bestari
November 24, 2022
0
24

Kampusdesa.or.id -- Pernahkan kita mendengar larangan begini, "jangan sering absen mengajar, nanti diiri guru yang lain!" Larangan ini sering  diperdengarkan...

Read more
Kawula muda  bijaklah dalam bermelodi, karena musik itu sugesti
Opini

Kawula muda bijaklah dalam bermelodi, karena musik itu sugesti

by Maulana Arif Muhibbin
March 30, 2022
0
212

Ini tentang musik, sifatnya yang universal terkadang mereduksi pemikiran rasional. Lantas bagaimana dengan hal yang bersifat emosional? Bisa dibilang musik...

Read more
Apakah Olimpiade Tokyo 2020 Paling Ramah Gender ? Simak Fakta Berikut
Lifestyle

Apakah Olimpiade Tokyo 2020 Paling Ramah Gender ? Simak Fakta Berikut

by Nur Aisyah Maullidah
March 25, 2022
0
204

SOBAT! YUK FLASHBACK SEJENAK KE GELARAN OLIMPIADE OLAHRAGA DUNIA TAHUN 2020. PADA MOMENT ITU TOKYO MENJADI TUAN RUMAH YANG MENYELENGGARAKAN...

Read more

Discussion about this post

Archive Artikel

Most commented

Balewiyata-Unisma; Situs Toleransi Gereja-Pesantren di Malang

Waspadai Kandungan Boraks atau Garam Kuning

Balewiyata dan Gus Dur; Situs Toleransi Malang yang Perlu Dirawat

Rembug Komunitas; Gusdurian Malang Tawarkan Peluang Menjadi Aktifis Penggerak

Metode Pemberdayaan Imamah; Mengubah dari Sense of Budgeting ke Sense of Benefit

Era Berperilaku Baik dalam Dunia Pendidikan

Kampus Desa Indonesia

Kampus Desa Indonesia

Jl. Raya Candi VI-C Gang Pukesmas No. 4 RT 09 RW 06 Karangbesuki, Sukun, Kota Malang

SK Menkumham No. AHU-01356.AH.02.01 Tahun 2016

Tags

Agenda (36) Aktual (7) Desa Giat (2) Desa Unggul (3) Dokter Rakyat (45) Gubuk Sastra (10) Hari ini (3) Indonesia Menulis COVID 19 (82) Kearifan Lokal (8) Kelas Ekoprinting (3) Kelas Motivasi (1) Kita Belajar Menulis (66) Kopipedia (5) Kuliah Desa (10) kuliah hari ini (2) Kuliah Terbuka (133) Layanan (9) Lifestyle (1) Magang (1) Ngaji Tani (18) Opini (317) Pendidikan Hari Ini (73) Produk (27) Psikologi Hari Ini (126) Refleksi (27) Sepak Bola (6) Uncategorized (146) Wacana (1) World (1)

Recent News

Balewiyata-Unisma; Situs Toleransi Gereja-Pesantren di Malang

Balewiyata-Unisma; Situs Toleransi Gereja-Pesantren di Malang

March 8, 2023
Sumber photo: https://static.republika.co.id/uploads/images/inpicture_slide/aparat-polsek-citeureup-mengamankan-bakso-daging-babi-_150201220228-436.jpg

Waspadai Kandungan Boraks atau Garam Kuning

February 15, 2023

© 2022 Kampusdesa.or.id - Designed with 💕 RuangBit.

No Result
View All Result
  • Home
  • Artikel
    • Opini
      • Psikologi Hari Ini
      • Pendidikan Hari Ini
      • Refleksi
      • Gubuk Sastra
      • Sepak Bola
  • Agenda
  • Hari ini
  • Profil Kami

© 2022 Kampusdesa.or.id - Designed with 💕 RuangBit.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In