Membangun Critical Thinking dalam Bermedia Sosial

325
SHARES
2.5k
VIEWS

Kebenaran dunia maya itu semu. Benar dan salah tidak ada bedanya. Semakin hanyut berselancar maka kebodohan semakin menjerat generasi. Nah, untuk menjadikan generasi tetap orisinil, maka generasi millenial wajib memiliki ketrampilan berpikir kritis. Tips berpikir kritis dapat dilalui dengan menerapkan saring, terima, proses dan berbagi. Kemampuan ini akan menjadikan generasi millenial bahkan mampu mengambil manfaat dari berselancar.

Generasi millenial atau yang akrab dikenal sebagai generasi Y adalah mereka yang lahir antara tahun 1980 sampai tahun 2000. Artinya saat ini generasi millenial berada pada masa-masa produktif, yakni pada rentang 17 sampai 37 tahun. Sedangkan generasi X (kelompok sebelum generasi Y) mengalami penurunan dominasi pengaruhnya dalam berbagai sektor di kehidupan sehari-hari, dan generasi Z (Mereka yang lahir diatas tahun 2000) masih belum dapat mendominasi publik. Generasi millenial lahir ketika TV, handphone, dan internet telah diperkenalkan secara luas kepada masyarakat dunia. Sehingga, generasi millenial sejak lahir telah akrab dengan teknologi seperti ini. Dan tidak dapat dipungkiri, hingga saat ini mereka (Generasi millenial) masih memiliki peranan penting dalam memegang kendali perkembangan teknologi yang sangat pesat, bahkan nyaris tidak terkendali.

Rentang waktu antara tahun 2018-2030 adalah gold period (Masa keemasan) generasi millenial. Kondisi ini memiliki dampak yang sangat positif bagi Indonesia, dan harus dioptimalkan, agar dapat memberikan kemajuan pada bangsa Indonesia sendiri.

RelatedPosts

Generasi millenial, yang sangat mendominasi publik saat ini menyebabkan mereka cukup famous utamanya dalam perbincangan menyiapkan Indonesia kedepannya. Berdasarkan hal ini dapat dikatakan bahwa rentang waktu antara tahun 2018-2030 adalah gold period (Masa keemasan) generasi millenial. Kondisi ini memiliki dampak yang sangat positif bagi Indonesia, dan harus dioptimalkan, agar dapat memberikan kemajuan pada bangsa Indonesia sendiri. Tidak dapat dipungkiri bahwa gold period ini juga bersamaan dengan puncak dari bonus demografi di Indonesia.

Menurut data dari Badan Pusat Statistik, bonus demografi di Indonesia diprediksi terjadi antara tahun 2020 hingga 2030. Begitu memasuki tahun 2020, persentase penduduk usia produktif akan mencapai 70 persen dan non produktif 30 persen. Persentase semakin ideal begitu memasuki masa puncak antara tahun 2028 sampai 2030.[1] Jika kondisi ini tidak dimanfaatkan secara maksimal, dan optimalisasi Sumber Daya Manusia (SDM) generasi millenial tidak dilakukan secara massive, akan berdampak bagi bangsa Indonesia kedepannya.

Hal pokok yang tidak dapat dihindari, dan sangat identik dengan generasi millenial adalah keberada gadget yang tidak selalu dalam genggaman generasi millenial. Setiap waktu terus mengalami perkembangan dan muncul versi terbaru. Dengan adanya gadget ini menyebabkan segala hal dapat dilakukan dengan mudah tanpa terkecuali, salah satunya adalah kemudahan generasi millenial untuk berselancar di media sosial. Menurut data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), pada tahun 2017 pengguna internet di Indonesia mencapai angka 143,26 juta pegguna, dengan 87,13 persen adalah pengguna aktif media sosial, angka yang sangat tinggi jika kita kalkulasikan dengan jumlah generasi millenial di Indonesia saat ini.[2]

Ironisya kondisi ini justru menjadikan generasi millenial menjadi pribadi individualis yang kurang memiliki pemikiran kritis. Mereka cenderung acuh terhadap kondisi lingkungan sekitar baik itu isu ekonomi, pendidikan, maupun politik. Generasi millenial justru mengedepankan hal-hal guna memperbaiki gaya hidup dan selalu up to date dalam bermedia sosial. Ini kemudian yang menyebabkan memudarnya identitas generasi millenial saat ini, sehingga mereka sendiri tidak memahami posisi mereka yang justru sangat dibutuhkan oleh bangsa Indonesia 10 sampai 20 tahun kedepan.

Generasi millenial sudah sepatutnya memanfaatkan keunggulan mereka dalam bermedia sosial, dan memanfaatkan teknologi yang terus berkembang hingga saat ini, dengan cara  menjadi penggerak antar sesama agar dapat menjadi bijak dalam bermedia sosial.

Kondisi ini seharusnya dijadikan sebagai ajang aktualisasi diri, bukan justru menghilangkan identias diri sebagai generasi yang terdepan dalam teknologi dan aktif dalam media sosial. Generasi millenial sudah sepatutnya memanfaatkan keunggulan mereka dalam bermedia sosial, dan memanfaatkan teknologi yang terus berkembang hingga saat ini, dengan cara  menjadi penggerak antar sesama agar dapat menjadi bijak dalam bermedia sosial.

ola pikir kritis ini lebih ditekankan pada bagaimana generasi millenial saat ini mampu bersaing dapat menyalurkan konten-konten positif dan anti-hoax kepada masyarakat dunia.

Bijak dalam bermedia sosial, dapat ditempuh salah satunya adalah dengan membangun pola fikir kritis (Critical thingking). Karena saat ini terlihat dengan jelas generasi millenial mulai kehilangan identitas mereka, serta kurang kritis dalam berbagai hal di kehidupan saat ini. Pola pikir kritis ini lebih ditekankan pada bagaimana generasi millenial saat ini mampu bersaing dapat menyalurkan konten-konten positif dan anti-hoax kepada masyarakat dunia. Arus globalisasi yang juga mengiringi keberlangsungan gold period generasi millenial, menyebabkan informasi dari berbagai sumber dari berbagai belahan dunia masuk ke Indonesia dengan sangat mudah. Untuk itu menjadi pribadi millenial yang memiliki critical thingking yang baik, akan membawakan dampak positif pula bagi keberlangsungan gold period of millenial generation ini.

Guna optimalisasi gold period  tersebut terdapat beberapa langkah yang harus ditempuh guna terwujudnya critical thingking yang mengakar pada generasi millenial kususnya agar dapat bijak dalam bermedia sosial, diantaranya:

Saring (Filter)

Saring merupakan langkah awal bagi kita sebagai generasi millenial ketika menerima informasi. Memiliki pola fikir yang kritis sangat dibutuhkan disini agar informasi yang kita dapatkan, akurat dan tidak mengandung isu-isu negatif seperti radikalisme, terorisme, dan unsur SARA lainnya.

Proses filter ini memerlukan ketelitian dalam memperlakukan  segala aspek dari informasi. Mulai dari konten isi, sumber, dan bahkan tujuan dari dibuatnya informasi tersebut secara jelas. Sehingga, informasi yang nantinya akan kita terima telah memiliki konten yang dapat dimanfaatkan serta dipertanggung jawabkan keaktualannya.

Terima (Accepting)

Informasi yang telah selesai difilter tidak mewajibkan untuk diterima secara keseluruhan. Sebagai generasi millenial untuk membangun critical thingking kita dapat belajar untuk memilah informasi yang akan diterima dan informasi yang seharusnya diabaikan saja. Sehingga, dengan memiliki pola fikir yang kritis, generasi millenial akan mengetahui hal urgent yang harus segera diketahui oleh masyarakat luas, dan dibutuhkan oleh masyarakat.

Menerima disini juga memiliki pengertian bahwa, kita akan memperoleh ilmu dan pengetahuan baru yang nantinya akan kita salurkan pada orang lain. Sehingga, sebagai generasi millenial kita juga dituntut untuk mengetahui informasi atau isu terkini yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat secara umum.

Proses (Processing)

Informasi yang telah diterima, tidak serta-merta berhenti sebagai wawasa baru bagi kita sendiri. Akan tetapi jika kita memiliki pola fikir yang kritis, informasi tersebut akan kita proses, dan diolah menjadi hl baru yang lebih menarik, dan layak untuk dikonsumsi sebagai informasi aktual bagi masyarakat luas.

Proses mengolah informasi berita ini dapat dilakukan dengan tidak hanya bertumpu pada satu informasi saja, akan tetapi dapat dilakukan  dengan menambahkan informasi-informasi terkait yang didapat deri media berbeda. Sehingga, melalui proses pengolahan informasi ini akan  memunculkan informasi akurat yang lebih lengkap dari hasil berfikir kritis sebelumnya.

Berbagi (Sharing)

Langkah terakhir guna bijak bermedia sosial adalah, berbagi atau sharing information. Sudah menjadi kewajiban bagi setiap pribadi untuk berbagi segala informasi yang mereka miliki. Tentunya informasi tersebut telah terlebih dahulu melewati langkah di atas. Dan dinyatakan valid akan keakuratanya serta dapat dipertanggung jawabkan jika sewaktu-waktu terjadi error dalam informasinya.

Berbagi informasi juga merupakan dari proses menumbuhkan critical thingking pada generasi millenial. Hal ini terlihat bagaimana kemudian, generasi millenial menjadi informan yang akan menyalurkan informasi tersebut kepada orang banyak. Tanpa memiliki pola fikir yang kritis tentu mereka akan, membagikan informasi secara bebas tanpa melihat terlebih dahulu konten serta tujuan dari adanya informasi tersebut.

Empat langkah di atas dapat dijadikan salah satu rujukan untuk bijak dalam bermedia sosial. Hal mendasar yang ditekankan adalah membangun critical thingking pada generasi millenial. Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, bahwa generasi saat ini mulai hilang pola berfikir kritis, tanpa terkecuali dalam bermedia sosial. Hal ini kemudian yang menyebabkan media sosial sering dimanfaatkan sebagai wadah untuk menyebarkan berita hoax, isus SARA, dan terorisme yang tentunya sangat mengancam stabilitas bangsa Indonesia sendiri.

Berdasarkan hal itu, media sosial menjadi bagian terpenting dari generasi millenial yang juga dapat menjadi senjata berbahaya jika tidak digunakan dengan bijak. Sehingga, dengan menanamkan pola berfikir kritis pada generasi millenial secara kuat diharapkan dapat mengubah mindset mereka, agar lebih terbuka terhadap segala isu sosial terkini, dan memahami kembali identitas mereka sebagai generasi millenial yang tengah memasuki gold period hingga 20 tahun kedepan.

Gold period yang diperkirakan berlangsung sejak tahun ini (2018) hingga 2030 nanti, tentu akan sangat sia-sia jika kita tidak mengoptimalkan peranan generasi millenial dalam mengisi rentang waktu 20 tahunan ini dengan hal-hal yang memiliki dampak positif bagi keberlangsungan bangsa Indonesia. Dan media sosial memiliki peranan yang sangat vital di sini, karena telah dijelaskan bahwa kehidupan generasi sekarang tidak terlepas dari yang namanya media sosial dalam kehidupan kesehariannya.

Persaingan generasi millenial saat ini, tidak terbatas pada sekat negara saja, akan tetapi persaingan mereka telah memasuki skala dunia. Artinya di sini, generasi millenial bukan lagi bersaing dengan mereka yang sama-sama berasal dari kota atau dengan mereka yang dari Indonesia saja, melainkan dengan seluruh generasi millenial di segala penjuru dunia. Hal ini yang menguatkan kembali, betapa urgentnya posisi generasi millenial dalam menggunakan media sosial dengan bijak. Karena melalui media sosial segala hal dapat dilakukan dengan mudah dan efisien. Dan generasi millenial bangsa dapat melakukan kerjasama dan hubungan dengan generasi millenial bangsa-bangsa di dunia dengan mudah, tentunya dalam hal yang membawa dampak positif.

Pola fikir kritis generasi millenial juga diharapkan mampu melahirkan konten-konten menarik yang memiliki manfaat bagi bayak orang, hal ini merupakan langkah strategis untuk memanfaatkan media sosial sebagai media sharing terkait edukasi, budaya, serta kearifan lokal yang ada di Indonesia kepada masyarakat dunia. Dalam hal ini, mengoptimalkan fungsi media sosial sebagai media sharing information guna memperkenalkan bangsa pada dunia juga merupakan bagian bijak dalam bermedia sosial. Dan memiliki dampak yang sangat positif bagi bangsa Indonesia tentunya.

Jadi, simpulan dari pembahasan ini adalah untuk mengajak dan menanamkan pada generasi muda di era millenial, khususnya yang ada di Inonesia untuk memiliki critical thingking yang mendalam. Salah satunya agar dapat bijak dalam bermedia sosial. Dampak yang sangat besar dari bijak bermedia sosial di sini bagi bangsa Indonesia akan terasa 10 sampai 20 tahun kedepan, yakni dalam mengisi gold period dari generasi millenial sendiri. Karena jika sejak dini generasi millenial telah ditanamkan untuk memiliki critical thingking yang kuat, generasi millenial tidak akan mudah goyah dengan isu-isu negatif yang bermunculan. Sehingga, kondisi ini dapat dilakukan sebagai bentuk optimalisasi gold period dari generasi millenial.

[1] BADAN PUSAT STATISTIKA (BPS) INDONESIA,  2017.
[2] BULETIN APJII (ASOSIASI PENYELENGGARA JASA INTERNET INDONESIA) EDISI 23- APRIL 2018 (HLM.01)

Arsip Terpilih

Related Posts

Welcome Back!

Login to your account below

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.