• Call: +62 858-5656-9150
  • E-mail: [email protected]
Education Blog
  • Home
  • Artikel
    6 Jenis Konsentrasi yang Mempengaruhi Keberhasilan Belajar Anak

    6 Jenis Konsentrasi yang Mempengaruhi Keberhasilan Belajar Anak

    Semua Orang Adalah Guru Bagi Siswa Merdeka Belajar

    Semua Orang Adalah Guru Bagi Siswa Merdeka Belajar

    Media Sosial dalam Pembelajaran: Masih Relevankah Penolakan?

    Media Sosial dalam Pembelajaran: Masih Relevankah Penolakan?

    Mental Passenger, Problem Laten Dunia Pendidikan Kita

    Mental Passenger, Problem Laten Dunia Pendidikan Kita

    Pandemi COVID-19 Mampu Membangun Percaya Diri dalam Melaksanakan Belajar Dari Rumah

    Pandemi COVID-19 Mampu Membangun Percaya Diri dalam Melaksanakan Belajar Dari Rumah

    Korupsi Merajalela, Pendidikan Harus Bagaimana?

    Korupsi Merajalela, Pendidikan Harus Bagaimana?

    Peran Pemuda dalam Mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

    Peran Pemuda dalam Mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

    Menanya Ulang Tujuan Pendidikan Modern

    Menanya Ulang Tujuan Pendidikan Modern

    Mengenali Emotional Burnout dan Tips Untuk Mengatasinya

    Mengenali Emotional Burnout dan Tips Untuk Mengatasinya

    Trending Tags

    • Opini
      • Psikologi Hari Ini
      • Pendidikan Hari Ini
      • Refleksi
      • Gubuk Sastra
      • Sepak Bola
  • Agenda
  • Hari ini
  • Profil Kami
No Result
View All Result
Kampus Desa Indonesia
No Result
View All Result
Home Opini

Kembalikan Tujuan Belajar Pada Anak, Ciptakan Anak Berkarakter

Mohammad Mahpur by Mohammad Mahpur
March 28, 2022
in Opini
198 2
0
Kembalikan Tujuan Belajar Pada Anak, Ciptakan Anak Berkarakter
Share on FacebookShare on Twitter

Hari ini dunia pendidikan dasar dan menengah digemparkan oleh kebijakan tentang full day school.   Bersanding dengan itu, full day school didasari alasan untuk membangun pendidikan karakter anak.   Pertanyaannya adalah apakah pendidikan berkarakter itu lebih menekankan waktu lamanya anak tinggal di sekolah atau proses belajarnya ? Inilah yang mengherankan. Bahkan, jika ditinjau ulang, pendidikan yang terselenggara di negeri ini, boleh jadi masih banyak mengalami distorsi filosofis/paradigmatik dan terjebak dalam pragmatisme kepentingan di luar kepentingan anak-anak yang sedang belajar.

Saya pernah diceritai oleh saudara ipar tentang munculnya kesilangsengkarutan penentuan batasan Kriteria Ketuntasan Belajar Minimal (KKM) dari sebuah sekolah.  Demi mencapai KKM tersebut, ada kegiatan terkordinir dan itu berarti dengan sengaja, para guru mengatur nilai hasil ujian agar mampu disetarakan dengan KKM sekolah. Usut punya usut, penyelarasan KKM dan nilai ujian akhir dari anak-anak yang belajar sangat menentukan prestise sekolah. Lebih dahsyat lagi, kegiatan semacam mark-up nilai juga didasarkan pada kepentingan mendapatkan Bantuan Operasional Sekolah. Peristiwa ini tidak akan saya gebyak uyah (dipukul rata pada semua sekolahan).  Akan tetapi cerita ini ada di lingkungan sekolah negeri dan guru-guru yang bersertifikasi.

Proses belajar siswa telah direbut dari tujuan siswa menjadi tujuan sekolah dan kepentingan guru. Melihat kenyataan tersebut, peningkatan gaji guru tidak serta merta meningkatkan kesadaran terhadap tugas guru. Oleh karena itu, realitas yang ada mengharuskan pendidikan karakter tidak sebatas pada lamanya anak-anak  ada di sekolah tetapi bagaimana proses belajar dan melayani manusia yang sangat beragam ditempatkan dalam kerangka kebutuhan siswa. Selain itu, filosofi pendidikan yang bergeser ke arena kompetisi  menuju keunggulan potensial yang didasari oleh kompetensi, bukan kompetisi yang banyak  mengambil jalur-lajur instans dan borjuasi. Ada cerita juga  di sebuah sekolah ternama, proses penguasaan belajar sering dilimpah ke siswa sehingga mereka lebih banyak meluangkan waktu dengan guru kursusnya daripada guru mata pelajaran di sekolah.

Pendidikan berkarakter salah-satunya adalah berpijak dari bagaimana merumuskan tujuan belajar dari obsesi, tujuan dan cita-cita hidup siswa. Cara perumusan ini sejalan dengan kemanusiaan anak. Inilah menurut saya bisa menjadi salah satu  bagian dari pendidikan berkarakter. Sebuah pendidikan yang tujuan belajarnya kembali ke siswa bukan dirumuskan oleh guru sehingga siswa tinggal mengikuti tujuan guru yang dirumuskan sebelum belajar.

Anak dengan begitu diarahkan menjadi pribadi otonom dan terbimbing untuk mengelola tujuan dirinya dengan tujuan belajarnya. Dengan demikian kelas adalah tempat menempa diri. Guru ditempatkan sebagai fasilitator yang mendampingi anak-anak mencapai obsesi, tujuan dan cita-cita hidupnya. Guru dapat mengedit tujuan siswa ketika tidak sejalan dengan visi dan nilai ideal hidup.

Dengan begitu, sudah saatnya anak dilatih untuk mengungkapkan tujuan dan cita-cita hidupnya lalu kompilasi tujuan tersebut dapat dirangkai kedalam tujuan-tujuan belajar. Bukankah cita-cita anak itu begitu futuristik dan menarik ketika anak-anak masih kecil. Kita selaku orang tua selalu bangga ketika cita-cita itu dituturkan anak-anak ketika kita menanyainya. Bahkan, kadang di kelas-kelas, anak-anak selalu ditanya tentang apa masa depan yang diinginkan. Guratan kisah dan imajinasi masa depan tentang cita-cita dan tujuan hidup tersebut dapat dijadikan sebagai reorientasi tujuan belajar. Bahan-bahan tersebut dapat dikompilasi guru kedalam tujuan-tujuan belajar di kelas. Guru bertugas mendialogkan antara tema-tema belajar dengan tujuan hidup anak-anak.

Saya sendiri punya pengalaman, bahwa tujuan tersebut dapat diintegrasikan dengan sebuah mata kuliah tertentu sehingga sekumpulan mahasiswa yang memiliki tujuan yang kira-kira sejenis dapat dikumpulkan menjadi kelompok. Mereka kemudian melakukan perencanaan belajar dari mata kuliah tertentu tetapi tema-tema matakuliah yang diambil sejalan dengan tujuan mereka. Misalnya, mereka sekelompok memiliki tujuan ingin menjadi pengusaha setelah lulus. Nah, mata kuliah yang saya ampu (waktu itu psikologi sosial) mereka kembangkan untuk tujuan-tujuan yang selaras dengan latihan wirausaha.

Mereka kemudian membuat produk-produk sangat kreatif. Dorongan internal sebagai semangat belajar bangkit dari dalam diri mereka sendiri. Mereka tidak hanya mengejar nilai buta, tetapi mereka mengejar apa yang mereka inginkan. Jadi, jika diakhir belajar mereka dapat nilai baik, sejatinya mereka juga telah berproses menjadi pewirausaha yang baik karena mereka mengejar tujuan internal dirinya bukan mengejar nilai yang diberikan guru atau dosen. Nilai hasil akhir dengan demikian adalah nilai yang selaras dengan tujuan hidup anak. Dengan demikian pengetahuan anak pun akan dapat dijadikan sebagai bekal mengelola kehidupannya.

Mengembalikan tujuan belajar pada anak adalah bagian dari proses pendidikan karakter. Ia tentu tidak didikte oleh kepentingan KKM tetapi dikembalikan pada kepentingan pembelajar. Tugas guru adalah mengompilasi keragaman tujuan anak-anak dalam menata masa depannya.

Anak-anak yang lahir dari miniatur pendidikan seperti ini, dia akan semakin tahu manfaat pengetahuan yang dibelajarinya terhadap hidupnya. Mereka menjadi anak-anak yang mampu mengolah dirinya menggunakan pengetahuan yang langsung dia dapatkan di kelas. Selain itu, anak-anak akan terlatih sebagai pribadi otonom dengan pengetahuannya. Mereka akan mereproduksi hidupnya menjadi lebih baik dan guru bisa membimbing langsung. Pengetahuan dengan begitu selalu sejalan dan kontekstual dengan pengalaman hidup anak.

Anak-anak tak hanya sebagai subyek diberi, pasif dalam hidupnya, tetapi sebagai subyek aktif yang membentuk hidupnya. Mereka akan kreatif mengelola pengetahuan dan kehidupannya. Jika ini dapat dipertajam lagi, maka pendidikan karakter dapat merasuk kedalam dimensi pengetahuan dan pengalaman hidup anak-anak sehingga mereka akan dilatih maju dan mandiri, bukan subyek yang menunggu dan kemudian di kemudian hari akan lebih suka dipekerjakan, didikte oleh karena mereka di kelas dibiasakan menerima dan memenuhi target-target majikan, yakni si guru, bukan anak adalah majikan dan dia sendiri yang akan mencapai tujuan-tujuan majikan atas dirinya sendiri.

Semoga bisa menjadi salah satu pemantik bahwa pendidikan karakter bukan sebatas jam sekolah tetapi bagaimana anak belajar menjadi manusia.

Tulisan ini sudah dimuat di Koran Inspirasi Pendidikan Edisi XX Minggu II/24 Juli – 5 Agustus 2017

Tags: anakBelajargurupendidikan karakterSiswa BaruTujuan Pembelajaran
Previous Post

Jangan Malu Unggah Foto Produk Bisnis Anda ke Internet, Siapa Tahu Nasib Anda Melebih Bayangan Anda

Next Post

Kelas Kopi Inovatif: Temukan Teman dan Pengetahuan Baru

Mohammad Mahpur

Mohammad Mahpur

Ilmuan Psikologi Sosial, Peace Activist and Gusdurian Advisor, Writer, Pemberdaya Masyarakat dan Komunitas. Founder Kampus Desa Indonesia. Memberikan beberapa pelatihan gender, moderasi beragama, dan metodologi penelitian kualitatif, khusus pendekatan PAR

RelatedPosts

Era Berperilaku Baik dalam Dunia Pendidikan
Opini

Era Berperilaku Baik dalam Dunia Pendidikan

by Astatik Bestari
November 24, 2022
0
24

Kampusdesa.or.id -- Pernahkan kita mendengar larangan begini, "jangan sering absen mengajar, nanti diiri guru yang lain!" Larangan ini sering  diperdengarkan...

Read more
Kawula muda  bijaklah dalam bermelodi, karena musik itu sugesti
Opini

Kawula muda bijaklah dalam bermelodi, karena musik itu sugesti

by Maulana Arif Muhibbin
March 30, 2022
0
212

Ini tentang musik, sifatnya yang universal terkadang mereduksi pemikiran rasional. Lantas bagaimana dengan hal yang bersifat emosional? Bisa dibilang musik...

Read more
Apakah Olimpiade Tokyo 2020 Paling Ramah Gender ? Simak Fakta Berikut
Lifestyle

Apakah Olimpiade Tokyo 2020 Paling Ramah Gender ? Simak Fakta Berikut

by Nur Aisyah Maullidah
March 25, 2022
0
204

SOBAT! YUK FLASHBACK SEJENAK KE GELARAN OLIMPIADE OLAHRAGA DUNIA TAHUN 2020. PADA MOMENT ITU TOKYO MENJADI TUAN RUMAH YANG MENYELENGGARAKAN...

Read more

Discussion about this post

Archive Artikel

Most commented

Gagalnya Makalah sebagai Tugas Kuliah

Balewiyata-Unisma; Situs Toleransi Gereja-Pesantren di Malang

Waspadai Kandungan Boraks atau Garam Kuning

Balewiyata dan Gus Dur; Situs Toleransi Malang yang Perlu Dirawat

Rembug Komunitas; Gusdurian Malang Tawarkan Peluang Menjadi Aktifis Penggerak

Metode Pemberdayaan Imamah; Mengubah dari Sense of Budgeting ke Sense of Benefit

Kampus Desa Indonesia

Kampus Desa Indonesia

Jl. Raya Candi VI-C Gang Pukesmas No. 4 RT 09 RW 06 Karangbesuki, Sukun, Kota Malang

SK Menkumham No. AHU-01356.AH.02.01 Tahun 2016

Tags

Agenda (36) Aktual (7) Desa Giat (2) Desa Unggul (3) Dokter Rakyat (45) Gubuk Sastra (10) Hari ini (3) Indonesia Menulis COVID 19 (82) Kearifan Lokal (8) Kelas Ekoprinting (3) Kelas Motivasi (1) Kita Belajar Menulis (66) Kopipedia (5) Kuliah Desa (10) kuliah hari ini (2) Kuliah Terbuka (133) Layanan (9) Lifestyle (1) Magang (1) Ngaji Tani (18) Opini (317) Pendidikan Hari Ini (73) Produk (27) Psikologi Hari Ini (126) Refleksi (27) Sepak Bola (6) Uncategorized (147) Wacana (1) World (1)

Recent News

Gagalnya Makalah sebagai Tugas Kuliah

Gagalnya Makalah sebagai Tugas Kuliah

March 27, 2023
Balewiyata-Unisma; Situs Toleransi Gereja-Pesantren di Malang

Balewiyata-Unisma; Situs Toleransi Gereja-Pesantren di Malang

March 8, 2023

© 2022 Kampusdesa.or.id - Designed with 💕 RuangBit.

No Result
View All Result
  • Home
  • Artikel
    • Opini
      • Psikologi Hari Ini
      • Pendidikan Hari Ini
      • Refleksi
      • Gubuk Sastra
      • Sepak Bola
  • Agenda
  • Hari ini
  • Profil Kami

© 2022 Kampusdesa.or.id - Designed with 💕 RuangBit.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In