Kakak-Adik, Kok Ribut Terus ? Tips Menghadapi Konflik Saudara Kandung

326
SHARES
2.5k
VIEWS

Konflik antar saudara kandung kerap terjadi. Kadang terjadi tanpa sebab yang jelas. Persaingan semakin terasa pada anak yang sama jenis kelaminnya dan dekat jarak usianya.

RelatedPosts

”Ibu, dari tadi Kakak ganggu aku terus!”

”Huh, dasar cengeng!”

”Dia yang duluan!”

“Dia yang duluan!”

Sering dengar teriakan seperti itu? Bagi orangtua yang memiliki anak lebih dari satu, mungkin jawabannya “ya”. Itulah yang disebut sebagai sibling rivalry.

Sibling rivalry adalah permusuhan dan kecemburuan antara saudara kandung yang menimbulkan ketegangan di antara mereka. Memang tak dapat disangkal bahwa perselisihan antar mereka akan selalu ada. Biasanya ini terjadi apabila masing-masing pihak berusaha untuk lebih unggul dari yang lain.

Tentunya tak semua anak selalu berkonflik dengan saudara kandungnya. Ada anak-anak yang memiliki hubungan baik dengan saudara kandungnya. Dan, ada pula anak-anak yang hubungannya cepat beralih antara konflik dan damai.

Seringkali, konflik kakak-adik bermula bahkan sebelum anak kedua lahir dan berlanjut semasa anak tumbuh dan bersaing dalam segala hal, seperti berebut perhatian orangtua dan mainan.

Mengapa terjadi konflik ?

Kebutuhan yang berubah. Sudah sepatutnya jika anak-anak memiliki kebutuhan yang terus berubah, rasa ingin tahunya dan identitas dirinya yang mempengaruhi cara mereka berhubungan satu sama lain. Contohnya, untuk anak usia 2-4 tahun, akan sangat protektif terhadap mainan dan semua barang miliknya. Pada usia itu, anak mulai belajar untuk mempertahankan kepemilikannya. Jadi, jika anak di usia itu memiliki adik, dia akan marah jika adiknya mengambil mainannya. Anak usia sekolah biasanya sudah memahami konsep tentang keadilan, jadi mereka tidak bisa menerima jika adik yang lebih kecil mendapat perhatian yang lebih istimewa ketimbang dirinya.

Temperamen individu. Temperamen individu setiap anak, termasuk mood, karakter dan kemampuan mereka dalam beradaptasi, serta keunikan kepribadian memainkan peran yang besar pada sejauh mana anak dapat berinteraksi.

Kebutuhan khusus. Terkadang, dalam keadaan sakit atau kondisi emosional tertentu anak membutuhkan perhatian orangtua yang lebih banyak. Bila perhatian orangtua tidak didapatkannya, anak akan melampiaskan dengan kemarahan pada kakak atau adiknya.

Role models. Hati-hati dengan cara orangtua menyelesaikan masalah dalam perbedaan pendapat. Karena perilaku yang ditunjukkan orangtua menjadi model buat anak-anak. Suami istri yang tetap respek satu sama lain meski berhadapan dengan konflik, kemungkinan besar juga akan diikuti oleh anak-anak. Tapi, pada pasangan yang saling berteriak, membanting pintu atau barang jika ada masalah, maka anak-anaknya pun akan mengikuti cara yang sama.

Takut kehilangan perhatian orangtua. Anak-anak sangat bergantung akan cinta dan kasih sayang orangtuanya. Mereka merasa terancam apabila orangtua membaginya kepada orang lain. Hal ini sering terlihat saat ibu hamil, anak mulai menunjukan protesnya melalui perilaku yang ‘sulit’. Mereka merasa cemburu dan tersisihkan bila kelak ada anak lain lagi.

Bersaing. Bila seorang anak menyadari kekurangannya dari saudaranya yang lain akan timbul persaingan. Terlebih apabila si anak berjenis kelamin sama dan jarak usia yang berdekatan, maka diam-diam anak akan mengembangkan rasa benci terhadap saudaranya tersebut. Biasanya ketika orangtua sering memuji kemampuan anak yang lain di hadapan anak yang memiliki kekurangan, tentu saja akan membuat anak yang ‘kekurangan’ menjadi minder dan merasa kurang diterima di tengah-tengah keluarga.

Bagaimana mencegah konflik saudara kandung ?

Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh orang tua agar tidak terjebak kedalam tindakan saling mengisolasi atau konflik serius

Jangan membanding-bandingkan anak. Hindarkan perkataan ”kamu ini kok nakal ya, nggak seperti kakak kamu yang anteng!” Ucapan semodel justru akan memicu konflik kakak-adik.
Libatkan anak dalam mempersiapkan kelahiran adik. Pada saat hamil, libatkan anak untuk mempersiapkan kelahiran, seperti ajak anak memilih pakaian ataupun perlengkapan bayi lainnya dan juga posthukan bahwa adik barunya tidak akan merebut perhatian ibunya.
Buat aturan tentang perilaku yang diperbolehkan atau sebaliknya. Seperti, tak boleh ada pintu yang dihempas, teriakan, ejekan, dan lain-lain.
Buat pula konsekuensinya bila ada yang melanggar. Aturan dan konsekuensi, selain mengajarkan mana yang ’baik’ dan ‘tidak’, juga akan mengajarkan anak tentang tanggung jawab.
Jangan biarkan anak berpikir bahwa segalanya harus ‘transparan’ dan ‘adil’, kadang-kadang kakak atau adik memerlukan perhatian yang lebih banyak.
Jangan menjadikan atau memaksa anak yang lebih tua sebagai pengasuh adiknya, karena anak akan merasa terbebani dan memberatkannya7. Buatlah anak merasa istimewa di mata orangtuanya. Cobalah proaktif dalam memberikan perhatian pada masing-masing anak. Contoh, anak yang senang bermain di luar rumah ajaklah jalan-jalan di taman. Tapi, jika anak lebih suka duduk sambil membaca buku, maka sediakanlah waktu untuk duduk bersamanya untuk mendengarkan cerita dan lebih dekat padanya.
Sebaiknya anak-anak memiliki ruangan tersendiri untuk melakukan keinginannya seperti bermain dengan mainan mereka sendiri, bermain dengan teman tanpa gangguan dari saudaranya atau menikmati aktivitas tanpa perlu berbagi.
Bergembiralah bersama sebagai sebuah keluarga dengan cara jalan-jalan bersama, berlibur, atau berkumpul bersama di ruang keluarga. Kebersamaan ini akan mengurangi ketegangan karena cemburu atau persaingan antar saudara. Perlahan juga akan mengurangi konflik kakak-adik.
Bila kakak-adik sering berantem karena berebut main komputer atau mainan lainnya, buatlah jadwal bersama mereka. Bila tetap berkelahi, ambillah keputusan untuk tidak membolehkan semua pihak memainkan mainan tersebut selama satu minggu, sampai kemudian mereka diajak berunding kembali tentang ‘jadwal’. Jika perkelahian antar kakak-adik di usia sekolah terjadi cukup sering, adakan pertemuan keluarga. Tekankan kembali tentang aturan yang telah disepakati bersama, atau buatlah aturan baru yang disepakati bersama.
Pisahkan anak sementara waktu bila perlu. Ajak anak, terutama yang lebih besar, untuk bicara dari hati ke hati. Buatlah kesepakatan-kesepakatan, setelah anak mencurahkan isi hatinya.

Adakalanya, konflik antara saudara kandung tak bisa cepat diselesaikan. Kadang, orangtua membutuhkan bantuan tenaga ahli. Upaya tersebut tentu harus segera dilakukan, mengingat konflik antar saudara bila dibiarkan berlarut-larut akan menyebabkan depresi dan frustasi.

“Hmmm, kalau mau disayang, kita harus sayang kakak dan adik ya, Nak.”

Amelia Aziz Daeng Matadjo, Psikolog. Psikolog Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) Cabang Malang, Founder Klinik Psikologi Anak dan Keluarga Beloved Kanti Malang. Menerima Konsultasi Psikologi. Untuk kontak hubungi redaksi

Arsip Terpilih

Related Posts

Welcome Back!

Login to your account below

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.