• Call: +62 858-5656-9150
  • E-mail: [email protected]
Education Blog
  • Home
  • Artikel
    6 Jenis Konsentrasi yang Mempengaruhi Keberhasilan Belajar Anak

    6 Jenis Konsentrasi yang Mempengaruhi Keberhasilan Belajar Anak

    Semua Orang Adalah Guru Bagi Siswa Merdeka Belajar

    Semua Orang Adalah Guru Bagi Siswa Merdeka Belajar

    Media Sosial dalam Pembelajaran: Masih Relevankah Penolakan?

    Media Sosial dalam Pembelajaran: Masih Relevankah Penolakan?

    Mental Passenger, Problem Laten Dunia Pendidikan Kita

    Mental Passenger, Problem Laten Dunia Pendidikan Kita

    Pandemi COVID-19 Mampu Membangun Percaya Diri dalam Melaksanakan Belajar Dari Rumah

    Pandemi COVID-19 Mampu Membangun Percaya Diri dalam Melaksanakan Belajar Dari Rumah

    Korupsi Merajalela, Pendidikan Harus Bagaimana?

    Korupsi Merajalela, Pendidikan Harus Bagaimana?

    Peran Pemuda dalam Mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

    Peran Pemuda dalam Mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

    Menanya Ulang Tujuan Pendidikan Modern

    Menanya Ulang Tujuan Pendidikan Modern

    Mengenali Emotional Burnout dan Tips Untuk Mengatasinya

    Mengenali Emotional Burnout dan Tips Untuk Mengatasinya

    Trending Tags

    • Opini
      • Psikologi Hari Ini
      • Pendidikan Hari Ini
      • Refleksi
      • Gubuk Sastra
      • Sepak Bola
  • Agenda
  • Hari ini
  • Profil Kami
No Result
View All Result
Kampus Desa Indonesia
No Result
View All Result
Home Opini

Petani Pinggiran yang Paling Mudah Bertahan dalam Pandemi Virus Corona

Nurani Soyomukti by Nurani Soyomukti
March 25, 2022
in Opini
206 4
0
Petani Pinggiran yang Paling Mudah Bertahan dalam Pandemi Virus Corona
Share on FacebookShare on Twitter

Pandemi Virus Corona jelas menggilas perekonomian warga. Berbagai tempat kerja libur dan sejumlah aktifitas ekonomi mandek. Gerak orang dibatasi demi memutus laju Covid-19. Siapa yang paling mudah bertahan? Saat persediaan pangan semakin menipis, petani pinggiranlah yang masih bisa memetik aneka tanam yang dapat langsung dijadikan bahan makan sehari-hari sebagaimana keseharian mereka juga bertahan dengan hasil tanamnya.


Kampusdesa.or.id–Kedatangan orang-orang dari daerah perkotaan, terutama kota-kota yang dinyatakan Zona Merah dalam hal sebaran virus Corona (Covid-19), mendapatkan reaksi dari wilayah-wilayah pinggiran. Di Kabupaten Trenggalek, misalnya, tempat-tempat wisata yang selalu banyak didatangi orang-orang dari wilayah perkotaan ditutup.

Berikutnya, setelah penutupan tempat wisata adalah larangan bagi acara yang melibatkan kerumuman massa. Dan yang baru saja dilakukan oleh pemerintah daerah Trenggalek adalah memblokir jalan-jalan untuk mencegah orang-orang dari kota yang masuk. Tentu saja setelah berbagai kota melakukan instruksi untuk tidak keluar rumah bagi warganya, yang tersisa adalah orang-orang dari kota yang datang ke Trenggalek untuk pulang kampung.

Rerata mereka adalah yang bekerja di kota dan luar daerah (baik luar pulau atau luar negara) yang pulang kampung karena tempat pekerjaannya ditutup. Awalnya migrasi adalah ikhtiar ekonomi, dan pulang kampung kali ini adalah untuk kembali ketika usaha mencari penghidupan di luar kampung halaman mengalami kebuntuan akibat ekonomi lesu. Tambahan lagi, mereka juga akan ikut hidup lagi di kampung halaman.

Ketika sektor industri baik manufaktur maupun sektor informal di perkotaan lesu dan bahkan mati, maka orang-orang ini kembali ke kampung halaman yang masih punya bahan pangan untuk hidup. Tentunya mereka yang pulang kampung ini masih harus dicurigai, jangan-jangan membawa virus dari kota. Mereka otomatis bahkan ditetapkan sebagai orang dalam pengawasan (ODP).

Dengan kedatangan orang-orang dari kota dan pusat-pusat wilayah yang selama ini ramai dan sudah menjadi kota yang mati, daerah pingiran yang bercorak pertanian dan perladangan dianggap masih bisa menampung mereka yang kembali secara ekonomi. Setidaknya, di era matinya interaksi antar umat manusia, kembali ke desa setidaknya masih bisa “nunut makan” dengan orang-orang yang di rumah.

Sebenarnya sejauh mana daya tahan orang-orang pinggiran terutama yang corak produksinya berbasis tanah itu dibanding sektor-sektor masyarakat yang lain?

Mereka yang selama ini hidup dengan menyandarkan dari tanah, yang menanam dan mengambil hasil dari tanah itu, merekalah yang tetap bisa bertahan.


Ada yang beranggapan bahwa selain Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau pekerjaan yang tiap bulan dapat gaji dari negara, yang paling aman adalah Petani atau mereka yang punya tanah. Ini bisa kita lihat saat ini misalnya di masyarakat yang tinggal di dekat sawah dan gunung atau bukit. Mereka yang selama ini hidup dengan menyandarkan dari tanah, yang menanam dan mengambil hasil dari tanah itu, merekalah yang tetap bisa bertahan. Merekalah yang juga merupakan kalangan yang punya kekawatiran amat kecil terhadap isu Corona.

Tanah, apalagi di musim ini, benar-benar mampu menumbuhkan tanaman sebagai sumber makanan dengan baik. Di beberapa wilayah pinggiran Trenggalek, misalnya, jagung saat ini menghasilkan panen yang baik. Sawah sebentar lagi juga panen dan juga akan ditanami lagi, dan nantinya akan membuahkan hasil lagi. Bagi penduduk pinggir hutan dan tepi sawah, mereka juga masih punya sapi dan kambing, serta persediaan rumput yang tumbuh di atas tanah yang siap potong sebagai makanan ternak berkaki empat itu. Demikian juga ayam juga masih terpelihara dengan baik.

Bagi yang punya sawah memang lebih aman lagi. Saat persediaan gabah masih tersimpan dalam beberapa atau banyak karung yang bertumpuk di salah satu ruangan dalam rumah, selain untuk makan kelebihannya juga masih bisa dijual. Apalagi setelah panen yang akan datang ini. Bagi yang punya sawah untuk tanam padi, ladang untuk tanam jagung dan ketela, dan masih punya dua ekor sapi, beberapa ekor kambing atau belasan ayam kampung, memang masih ada yang diharapkan untuk ke depannya.

Sayur daun ketela. Sayur seperti ini tidak harus membeli. Cukup memetik dari ladang akan cukup untuk makan sehari-hari.
Desa selama ini memang menjadi basis produksi pangan, meskipun tak selalu produksi pangan sebagai bahan industri di perkotaan. Meskipun kegiatan bertani belum bisa mengangkat mereka ke arah perbaikan hidup yang lebih baik dibanding sektor lainnya, setidaknya kegiatan bertani di desa bisa menjadi cara bertahan hidup.

Selama ini penghasilan dari bertani hanya untuk makan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok belum tentu mampu. Para petani kecil ini tidak bisa memenuhi kebutuhan papan dari bertani. Buktinya, rerata orang desa bisa membangun rumah setelah mereka juga mencari uang ke kota atau ke luar daerah ketika sawah dan ladang bisa ditinggal. Untuk memenuhi kebutuhan yang membutuhkan uang yang cukup banyak, mereka tidak bisa mengandalkan hasil dari bertani.

Mereka amat mimim uang (cash money). Berbeda dengan para pegawai negeri, pedagang, buruh di pabrik, dan sektor informal lainnya (sebelum isu Virus Corona). Bisa dilihat ketika mereka mau membuat acara pesta pernikahan anak, misalnya. Ada yang menjual sapi peliharaannya dulu. Bahkan ada yang kebutuhan pesta (“nduwe gawe”) didapat dari hutangan dulu dan akan dibayar setelah acara selesai, dari uang arisan dari acara “nduwe gawe” atau “becekan”.

Kebiasaan tidak memegang uang atau kebiasaan punya uang minim tapi punya bahan makanan yang mudah didapat dari tanah yang dimiliki inilah yang membuat mereka tidak berada pada mata rantai paling beresiko dalam situasi krisis dan kelesuan ekonomi.

Kebiasaan tidak memegang uang atau kebiasaan punya uang minim tapi punya bahan makanan yang mudah didapat dari tanah yang dimiliki inilah yang membuat mereka tidak berada pada mata rantai paling beresiko dalam situasi krisis dan kelesuan ekonomi. Mereka sudah terbiasa beradaptasi dengan keadaan tanpa memegang uang.

Hal ini berbeda dengan kalangan masyarakat yang selama ini terikat dengan hubungan kerja dengan majikan sementara unit usaha di mana mereka bekerja dibubarkan karena isu Corona. Tidak sama pula dengan orang yang tiap hari harus menggunakan uang untuk bisa makan, seperti kalangan masyarakat di perkotaan. Alangkah sengsaranya buruh pabrik yang pabriknya tutup dan tak lagi mendapatkan upah untuk membiayai hidupnya.

Lebih parah lagi adalah sektor informal. Pedagang makanan yang warungnya tutup. Pekerja seni seperti penyanyi dan MC yang terbiasa hadir menghibur pada acara-acara pernikahan atau di kegiatan-kegiatan yang melibatkan kerumunan massa, sementara kerumunan massa dilarang. Pembubaran acara nikahan yang sedang diisi hiburan musik elekton terjadi beberapa hari lalu di Trenggalek. Nasib buruk dialami oleh orang-orang yang selama ini mendapatkan penghasilan dari keberadaan kerumuman massa dan keramaian interaksi antar manusia di luar rumah.

Memang harus kita pahami pula bahwa para petani dan peladang yang kebanyakan tingal di daerah pinggiran memang tidak berarti punya dampak dari kelesuan ekonomi di perkotaan. Buktinya anak-anak, saudara, orangtua, atau siapapun yang masih belum punya rumah di perkotaan pada pulang kampung di desa. Anggota keluarga bertambah dan tanggungan ekonomi juga meningkat.

Belum lagi kalau nantinya terjadi dinamika ekonomi di mana harga-harga barang meningkat lebih tajam daripada bahan-bahan pangan. Jika harga beras, sayur, lombok, bumbu, dan produksi pertanian naik barangkali petani yang selama ini masih bisa menanam tidak akan begitu terkena dampak yang paling parah. Tapi kalau sudah harga sabun, rokok, bahan bakar dan energi, dan produk industri dari luar desa meningkat pesat, maka siapapun juga akan susah—termasuk kaum tani dan orang-orang pinggiran yang masih punya sawah dan ladang.

Sebab kebutuhan sehari-hari itu bukan hanya dari apa yang bisa dihasilkan dari menanam saja, tapi juga banyak hal. Katakanlah ada beras dan lauk, tapi bagaimana misal harga bensin dan gas meningkat pesat sementara meskipun hidup di pinggir gunung dan sawah, masak sudah tak pakai kayu bakar. Ketergantungan pada produk yang tidak bisa diproduksi sendiri menjadi potensi masalah dalam hal ini.***

Tags: coronaCOVID-19petaniTrenggalek
Previous Post

Menakar Leadership Crisis dalam Menghadapi Wabah Pandemi

Next Post

IMPLIKASI COVID-19: Antara Metode Pembelajaran Online, Onlaon, dan Enlaen

Nurani Soyomukti

Nurani Soyomukti

RelatedPosts

Era Berperilaku Baik dalam Dunia Pendidikan
Opini

Era Berperilaku Baik dalam Dunia Pendidikan

by Astatik Bestari
November 24, 2022
0
24

Kampusdesa.or.id -- Pernahkan kita mendengar larangan begini, "jangan sering absen mengajar, nanti diiri guru yang lain!" Larangan ini sering  diperdengarkan...

Read more
Kawula muda  bijaklah dalam bermelodi, karena musik itu sugesti
Opini

Kawula muda bijaklah dalam bermelodi, karena musik itu sugesti

by Maulana Arif Muhibbin
March 30, 2022
0
212

Ini tentang musik, sifatnya yang universal terkadang mereduksi pemikiran rasional. Lantas bagaimana dengan hal yang bersifat emosional? Bisa dibilang musik...

Read more
Apakah Olimpiade Tokyo 2020 Paling Ramah Gender ? Simak Fakta Berikut
Lifestyle

Apakah Olimpiade Tokyo 2020 Paling Ramah Gender ? Simak Fakta Berikut

by Nur Aisyah Maullidah
March 25, 2022
0
204

SOBAT! YUK FLASHBACK SEJENAK KE GELARAN OLIMPIADE OLAHRAGA DUNIA TAHUN 2020. PADA MOMENT ITU TOKYO MENJADI TUAN RUMAH YANG MENYELENGGARAKAN...

Read more

Discussion about this post

Archive Artikel

Most commented

Balewiyata-Unisma; Situs Toleransi Gereja-Pesantren di Malang

Waspadai Kandungan Boraks atau Garam Kuning

Balewiyata dan Gus Dur; Situs Toleransi Malang yang Perlu Dirawat

Rembug Komunitas; Gusdurian Malang Tawarkan Peluang Menjadi Aktifis Penggerak

Metode Pemberdayaan Imamah; Mengubah dari Sense of Budgeting ke Sense of Benefit

Era Berperilaku Baik dalam Dunia Pendidikan

Kampus Desa Indonesia

Kampus Desa Indonesia

Jl. Raya Candi VI-C Gang Pukesmas No. 4 RT 09 RW 06 Karangbesuki, Sukun, Kota Malang

SK Menkumham No. AHU-01356.AH.02.01 Tahun 2016

Tags

Agenda (36) Aktual (7) Desa Giat (2) Desa Unggul (3) Dokter Rakyat (45) Gubuk Sastra (10) Hari ini (3) Indonesia Menulis COVID 19 (82) Kearifan Lokal (8) Kelas Ekoprinting (3) Kelas Motivasi (1) Kita Belajar Menulis (66) Kopipedia (5) Kuliah Desa (10) kuliah hari ini (2) Kuliah Terbuka (133) Layanan (9) Lifestyle (1) Magang (1) Ngaji Tani (18) Opini (317) Pendidikan Hari Ini (73) Produk (27) Psikologi Hari Ini (126) Refleksi (27) Sepak Bola (6) Uncategorized (146) Wacana (1) World (1)

Recent News

Balewiyata-Unisma; Situs Toleransi Gereja-Pesantren di Malang

Balewiyata-Unisma; Situs Toleransi Gereja-Pesantren di Malang

March 8, 2023
Sumber photo: https://static.republika.co.id/uploads/images/inpicture_slide/aparat-polsek-citeureup-mengamankan-bakso-daging-babi-_150201220228-436.jpg

Waspadai Kandungan Boraks atau Garam Kuning

February 15, 2023

© 2022 Kampusdesa.or.id - Designed with 💕 RuangBit.

No Result
View All Result
  • Home
  • Artikel
    • Opini
      • Psikologi Hari Ini
      • Pendidikan Hari Ini
      • Refleksi
      • Gubuk Sastra
      • Sepak Bola
  • Agenda
  • Hari ini
  • Profil Kami

© 2022 Kampusdesa.or.id - Designed with 💕 RuangBit.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In