Cespleng; Pentingnya Unggah-ungguh Basa dalam Bertutur Kata

325
SHARES
2.5k
VIEWS

Bahasa cermin diri. Tutur kata dalam berbahasa tidak semata dibatasi oleh nilai komunikasi dari satu orang ke orang lain, tetapi proses komunikasi tersebut mengandung semangat etik. Bobot bahasa dengan begitu dimaknai sebagai bagian dari penilaian pribadi dari penutur bahasa. Dengan begitu bahasa memiliki kekuatan budaya dan etika diri dalam setiap proses komunikasinya._

AJINING diri gumantung sangka lathi, ajining raga gumantung sangka busana. Pepatah ini sudah populer ditengah kehidupan masyarakat Jawa. Pepatah ini berarti bahwa tinggi rendahnya derajat diri manusia tergantung dari ucapannya dan pakaian yang dikenakannya. Oleh karena itu, berdasarkan pepatah ini manusia dianjurkan untuk selalu berhati-hati dalam setiap ucapannya. Ia harus selalu berucap yang baik dan dengan cara yang baik pula. Disamping itu, manusia juga harus selalu berpakaian yang baik dan sopan. Dalam setiap kunjungan sekolah, penulis selalu menanyakan kepada guru hal-hal yang mungkin menjadi kendala dalam melaksanakan tugas sebagai guru. Seringkali guru menjawab tidak ada kendala. Tidak jarang pula guru menyampaikan masalah yang dihadapi di sekolah. Masalahpun beragam dan berbeda antara guru yang satu dengan yang lain.

Rabu (14/3/2018) penulis berkunjung ke salah satu sekolah dengan jumlah siswa lumayan banyak, diatas 200 siswa. Seperti biasanya, setelah selesai mengecek administrasi dan perangkat pembelajaran serta kegiatan pendidikan agama Islam di sekolah, penulis bertanya tentang kendala yang dihadapi guru. Secara spontan, Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI)  tersebut menjawab bahwa yang masih merisaukan beliau selama ini adalah rendahnya kemampuan siswa menggunakan tutur bahasa Jawa yang baik dan benar. Mayoritas siswa, bahkan siswa kelas besar, belum bisa menggunakan tata bahasa yang baik dan benar bahasa Jawa atau “krama Inggil” dalam keseharian mereka. Kepada gurupun juga demikian, siswa masih sering menggunakan bahasa kasar dalam berkomunikasi.

RelatedPosts

Mayoritas siswa, bahkan siswa kelas besar, belum bisa menggunakan tata bahasa yang baik dan benar bahasa Jawa atau “krama Inggil” dalam keseharian mereka.

Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam susunan tata bahasa Jawa dikenal dengan strata penggunaan bahasa atau “unggah-unggguh basa.” Secara garis besar susunan tata bahasa Jawa terbagi dua, yaitu ngoko dan krama. Ngoko terbagi dua yaitu ngoko lugu dan ngoko andhap. Sedangkan krama juga terbagi dua yaitu krama madya dan krama inggil. Tingkatan bahasa yang paling tinggi dari unggah-ungguh bahasa tersebut adalah krama inggil. Krama inggil adalah bahasa dimana susunan katanya semua menggunakan bahasa krama, utamanya krama inggil. Orang yang lebih muda seyogyanya menggunakan krama inggil jika berkomunikasi dengan orang yang lebih tua, rang yang terhormat atau punya jabatan. Termasuk siswa seharusnya juga menggunakan krama inggil jika berkomunikasi dengan orang yang lebih tua, utamanya guru.

Belum selesai berbincang tentang keprihatinan guru akan unggah-ungguh bahasa siswa, ternyata “cespleng,” langsung terbukti. Saat itu pula ada dua orang siswa mendekat pintu kantor dan salah satunya berteriak, “Pak, iko lho arek-arek rame ae, uncal-uncalan kapur dek kelas.” Melihat ungkapan siswa tersebut, sepertinya sudah kelas besar, namun belum menggunakan krama,  kami berdua saling pandang dan tersenyum.

Melihat kondisi tersebut kami berdua langsung diskusi upaya memperbaiki unggah-ungguh bahasa siswa tersebut. Beberapa saat kemudian Bapak kepala sekolah ikut berbincang. Dalam rembukan itu penulis menyampaikan “gerakan perbaikan bahasa krama” siswa. Dalam gerakan itu bisa dilakukan dengan beberapa langkah, pertama adalah menetapkan satu hari khusus di sekolah dimana seluruh warga sekolah wajib menggunakan basa krama kepada siapapun, di sekolah di luar jam pembelajaran. Bagi yang melanggar akan dikenakan sangsi.

Dalam gerakan itu bisa dilakukan dengan beberapa langkah, pertama adalah menetapkan satu hari khusus di sekolah dimana seluruh warga sekolah wajib menggunakan basa krama kepada siapapun, di sekolah di luar jam pembelajaran. Bagi yang melanggar akan dikenakan sangsi.

Langkah yang kedua adalah menjalin kerjasama dengan wali murid untuk membiasakan menggunakan basa krama di rumah. Sekarang ini disinyalir orang tua sudah jarang yang membiasakan anaknya basa krama. Termasuk para orang tua di masyarakat juga kurang memperhatikan masalah basa krama. Langkah selanjutnya adalah membiasakan siswa untuk saling menghormati dan menyayangi diantara siswa. Siswa yang lebih muda memanggil dengan sebutan “mas atau mbak” kepada teman yang lebih tua. Sebaliknya, siswa yang lebih tua memanggil “adik” kepada teman yang lebih muda.

Langkah keempat adalah menghafal kosakata basa krama dengan cara yang menyenangkan melalui syair lagu/ nadzom. Syair itu dibaca bersama dengan dilakukan dalam hari tertentu atau setiap hari secara bertahap. Penulis mempunyai kumpulan syair itu yang bisa dijadikan acuan hafalan siswa. Ketika siswa telah hafal maka mudah untuk mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Langkah terakhir adalah membiasakan dalam kehidupan sehari-hari di sekolah untuk menggunakan basa krama. Siswa kepada guru, guru kepada kepala sekolah. Sebaliknya, kepala sekolah kepada guru, kepala sekolah kepada murid, termasuk guru kepada murid. Semua menggunakan basa krama dalam rangka pembelajaran.

Demikian beberapa langkah sederhana perubahan unggah-ungguh basa bagi siswa. Kami sepakat untuk mengupayakan langkah tersebut. Dengan langkah tersebut diharapkan ada perubahan penggunaan tata bahasa Jawa di kalangan siswa. Jika siswa nantinya sudah terbiasa maka unggah-ungguh tersebut juga akan terpaut ketika siswa di rumah dan di masyarakat. Jika sudah tersebar di masyarakat, maka akan banyak berpengaruh kepada karakter masyarakat.

Bahasa merupakan masalah pokok dalam kehidupan, bahkan merupakan kebutuhan utama.

Masalah bahasa memang merupakan masalah yang penting. Bahasa merupakan masalah pokok dalam kehidupan, bahkan merupakan kebutuhan utama. Sebab setiap hari, setiap saat, setiap jam, setiap menit bahkan setiap detik kita membutuhkan bahasa untuk berkomunikasi dengan orang lain. Oleh karena itu penggunaan bahasa harus menjadi perhatian kita.

Negeri kita sangat menjunjung norma atau sopan santun dalam bertutur kata, apalagi orang Jawa. Maka tidak heran jika orang Jawa mempunyai pedoman bahwa ‘derajat kemuliaan seseorang dapat dilihat dari tutur bahasanya.’ Setinggi apapun pangkat seseorang, namun tidak mempunyai norma dalam berkata, maka dia akan rendah derajatnya. Sebanyak apapun ilmu atau gelar yang dimiliki seseorang, jika tidak sopan dalam berucap, maka ilmu dan gelarnya tiada guna. Sebanyak apapun harta yang dimiliki seseorang jika tidak mempunyai unggah-ungguh basa, maka dia tiada hormat sedikitpun baginya. Oleh karena itu penting sekali memperhatikan masalah unggah-ungguh basa. Terlebih bagi seluruh siswa yang masih dalam tahap pembelajaran. Maka semua itu merupakan salah satu tanggung jawab seorang guru atau kepala sekolah untuk melakukan pembinaan di sekolah.

Dari uraian di atas,  dapat kita telaah tentang betapa pentingnya masalah bahasa. Maka tepat bila ada suatu ungkapan, “bahasa adalah karakter yang utama.” Dari beberapa karakter baik yang perlu dimiliki seseorang, bahasa yang baik merupakan  karakter yang harus diutamakan. Bahkan dalam konteks agama, bahasa atau ucapan menjadi tolak ukur keimanan seseorang. Dalam sebuah Hadits Nabi Muhammad saw. dijelaskan bahwa “barang siapa mengaku beriman kepada Allah SWT. dan hari akhir, maka berkatalah yang baik atau diam”. Dalam Hadits ini dijelaskan bahwa perkataan yang baik merupakan ciri orang beriman. Perkataan baik di sini bisa berarti isinya baik, tata bahasanya baik dan cara penyampaiannya juga baik. Oleh karena itu, kita dianjurkan untuk selalu berkata yang baik.

Begitu pentingnya bahasa dalam kehidupan kita sehari-hari, juga dalam norma keindonesiaan serta dalam konteks keberagamaan. Semoga Allah selalu menjaga kita untuk senatiasa bertutur kata dengan baik. Sebagai orang tua, kita bisa membimbing dan memberi teladan ucapan yang baik bagi putra-putri kita tercinta. Sebagai guru, kita bisa mendidik dan melatih siswa untuk bertutur kata dengan baik. Semoga gerakan yang menjadi salah satu impian saya ini bisa segera terlaksana. Amin (Editor : Faatihatul Ghaybiyyah).

Ki Purbo. Sehari-hari berprofesi sebagai Pengawas Pendidikan Agama Islam wilayah Dampit dan Sumawe Kabupaten Malang. Pengawas Termuda Putra. Tinggal di Wirotaman Ampelgading Malang. Anggota Gerakan Guru Menulis Nusantara. Penulis bisa dihubungi melalui nomer WA 081216188185

Arsip Terpilih

Related Posts

No Content Available

Welcome Back!

Login to your account below

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.