Anak Itu Sering Berbicara Sendiri, Bermasalahkah ?

325
SHARES
2.5k
VIEWS

Anak ini terlihat ceria saat pertama kali masuk sekolah, berbeda dengan teman-teman yang lain, saat yang lain masih berlomba dengan tangisan kerasnya karena harus berpisah dengan ayah bunda untuk sementara waktu. Anak ini tidak terlalu peduli. Awalnya dia sedikit terlihat bingung dengan sekitarnya, namun ketika aku mulai tersenyum dan menyapanya dia langsung masuk kelas dan bermain sepuasnya.

Aku melihat asyiknya dia bermain, satu keranjang mainan dia bawa ke pojokan kelas dan terihat paling sibuk. Sebentar-bentar dia bersuara dengan mainannya. Aku tenang karena dia dengan mudah merasa nyaman disekolah.

RelatedPosts

Hampir setengah jam aku disibukkan dengan tangisan anak-anak yang meminta untuk pulang, namun dia masih dengan banyak mainan yang ia bawa. sudah menjadi tantangan yang harus terselesaikan, berada di kehidupan anak-anak usia belum genap 5 tahun yang memang membutuhkan tenaga  luar biasa.

Usia anak yang memiliki emosi yang belum bisa di bilang stabil, usia di mana yang dia baru mengenal  dunia yang nyata, usia yang masih sangat rentan dalam belajar.  Di usia ini kita temui anak mulai dirasa sulit diatur karena keingintahuannya yang besar, anak ingin selalu bereksplorasi, berpetualang dan mencoba berbagai hal yang kadang itu membuat kita sangat lelah.

Ini adalah usia dimana kita akan merasakan bahagia dengan mereka, bermain bebas namun tetap menunjukkan berbagai hal positif untuk tumbuh kembangnya. Berbagai macam tingkah mereka munculkan, hal ini lah yang menjadi kewajiban bagi kita untuk jauh lebih peka dengan semua yang dia mulai tunjukkan. Sikap sensitif berlebih menjadi sangat baik ketika kita menghadapi anak dengan usia tersebut.

Saat lonceng tanda masuk berbunyi, aku menggandeng anak-anak satu persatu untuk masuk ke kelas mungilku, namun aku masih melihatnya dengan setumpuk mainan. Aku berpikir dia bermain dengan teman barunya karena terdengar asyik berbicara, namun ternyata aku temui dia hanya sendiri. aku mendekatinya lalu mengajak untuk bergabung dengan teman yang lainnya. Namun dia terlihat terlalu asyik sehingga  tak mendengarkanku.

“Mas, sudah dulu ya main robotnya sekarang ikut ibu main dengan teman-teman di sana.”

Dia lalu menoleh ke arahku, dan tersenyum.

Saat aku mulai kelas dia terlihat asyik bermain dengan tanggannya dan berbicara, seolah dia tidak mendengarkanku bicara seperti anak yang lain. Ketika kelas selesai dia tetap berada di dalam kelas dan sekarang terlihat mengagumi dinding kelas yang penuh tempelan gambar-gambar baru.

Dua minggu berlangsung, aku mulai merasa heran dengan anak itu, sampai dua minggu ini dia tidak bermain dengan teman barunya, dia selalu sendiri dan bahkan dia belum pernah menyebut namaku namun sepertinya dia paham apa itu sekolah,; meletakkan tas dan sepatu pada tempatnya, mengikuti belajar, mengeluarkan buku, ikut kegiatan, membaca doa dan bermain. Dia terlihat tau itu semua namun ada yang membuatku merasa berbeda.

Saat aku mulai untuk mengajaknya bercerita, bertanya hal-hal yang menurutku pasti akan mudah untuknya, “tadi pagi sarapan apa mas? Kemarin di rumah bermain sama siapa?” Mengejutkan jawaban yang diberikan. Dia hanya membolak-balikkan  pertanyaanku, entah itu jawaban atau dia belum paham apa yang aku tanyakan. Semakin sering aku mengajaknya untuk bercerita, dan aku mulai paham bahwa ada yang berbeda degannya, meskipun dia sering terlihat berbicara namun ternyata dia belum paham apa itu cerita.

Aku mulai memberikan perhatian khusus padanya, dia yang yang masih memperhatikan hal-hal di sekitar yang entah dia juga memperhatikan apa yang aku bicarakan dikelas atau tidak. tiga minggu dengannya baru aku ketahui bahwa anak ini tidak bisa memusatkan perhatiannya pada satu hal, dia selalu mencari hal yang membuatnya lebih menarik, namun juga cepat sekali berpindah pada hal yang menarik lainnya.

Anak yang memiliki kesulitan dalam memusatkan perhatiannya biasanya selalu terlihat gelisah, tidak mampu duduk dengan tenang dan perhatiannya sangat mudah beralih pada hal yang lain. Aku melihat gejala itu padanya.

Semakin aku mengerti keadaan di sekolah dan di rumahnya yang ternyata anak ini selalu bermain sendiri, dengan TV, HP dan mainan pribadinya, orang tua jarang mengajaknya bercerita karena kesibukannya bekerja,sehingga itu yang membuatnya sidikit sulit untuk memahami perintah dan cerita. Anak pada tahap ini masih sangat butuh perhatian dan waktu yang lebih dari orang sekelilingnya. Anak akan lebih mudah diarahkan ketika dia didampingi. Pakar bidang pendidikan dan tumbuh kembang anak juga mengingatkan bahwa pendidikan dan pengasuhan anak yang salah pada masa dini akan berdampak negatif pada aspek perkembangannya, dan itu memang benar adanya.

Dua minggu lebih aku mendampinginya secara khusus banyak hal yang aku rasa berkembang sangat luar biasa, anak ini sangat mudah untuk menghapal dan mengingat sesuatu termasuk benda yang dimilikinya yang dimiliki temannya dan tulisan namanya meskipun dia belum mengerti sama sekali bagaimana cara menulis. Walaupunn pada kenyataannya  aku masih menemui kebiasaan yang sama dengan pertama kali melihatnya, dengan seringnya aku mengajaknya bercerita dia mulai mengerti bagaimana dia bercerita dengan orang lain.

Bukan hal yang sulit untuk menemukan potensi pada anak usia dini. Kita membutuhkan kepekaan yang jauh lebih tajam dari perilaku-perilaku yang dia tunjukkan, memberikan perhatian yang lebih sehingga dia dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan tahap usianya.

Arsip Terpilih

Related Posts

Welcome Back!

Login to your account below

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.