• Call: +62 858-5656-9150
  • E-mail: [email protected]
Education Blog
  • Home
  • Artikel
    6 Jenis Konsentrasi yang Mempengaruhi Keberhasilan Belajar Anak

    6 Jenis Konsentrasi yang Mempengaruhi Keberhasilan Belajar Anak

    Semua Orang Adalah Guru Bagi Siswa Merdeka Belajar

    Semua Orang Adalah Guru Bagi Siswa Merdeka Belajar

    Media Sosial dalam Pembelajaran: Masih Relevankah Penolakan?

    Media Sosial dalam Pembelajaran: Masih Relevankah Penolakan?

    Mental Passenger, Problem Laten Dunia Pendidikan Kita

    Mental Passenger, Problem Laten Dunia Pendidikan Kita

    Pandemi COVID-19 Mampu Membangun Percaya Diri dalam Melaksanakan Belajar Dari Rumah

    Pandemi COVID-19 Mampu Membangun Percaya Diri dalam Melaksanakan Belajar Dari Rumah

    Korupsi Merajalela, Pendidikan Harus Bagaimana?

    Korupsi Merajalela, Pendidikan Harus Bagaimana?

    Peran Pemuda dalam Mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

    Peran Pemuda dalam Mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

    Menanya Ulang Tujuan Pendidikan Modern

    Menanya Ulang Tujuan Pendidikan Modern

    Mengenali Emotional Burnout dan Tips Untuk Mengatasinya

    Mengenali Emotional Burnout dan Tips Untuk Mengatasinya

    Trending Tags

    • Opini
      • Psikologi Hari Ini
      • Pendidikan Hari Ini
      • Refleksi
      • Gubuk Sastra
      • Sepak Bola
  • Agenda
  • Hari ini
  • Profil Kami
No Result
View All Result
Kampus Desa Indonesia
No Result
View All Result
Home Opini

Alhamdulillah, Saya Terlahir di Desa

Fathul H. Panatapraja by Fathul H. Panatapraja
March 25, 2022
in Opini
197 10
0
Alhamdulillah, Saya Terlahir di Desa
Share on FacebookShare on Twitter

Di sekitar tahun 90-an, ketika sekolah masih mengandalkan papan tulis hitam, dan kapur gamping sebagai alat tulis penunjang belajar di kelas, kala itu juga setiap satu minggu sekali ada jadwal setoran hafalan Matematika “Pipo Londo” (Ping, Poro, Lan, Sudo) yang berarti perkalian, pembagian, penambahan, Pengurangan.

Juga setiap senin pagi guna mengawali kegiatan pembelajaran di sekolah ada apel pagi upacara bendera dengan membaca Pembukaan UUD ’45 dan Pancasila secara berjamaah. Meskipun tidak sedikit yang pingsan karena tak tahan berlama-lama berdiri di bawah terik matahari, apalagi jika belum sarapan pula. Para korban berjatuhan seperti pohon pisang yang rubuh oleh hempasan benda berat atau tiupan angin yang mobat-mabit.

Di dalam proses pembelajaran-pengajaran yang serba manual itu, guru menulis di papan tulis, murid mencatat di buku tulis secara balap, cepat. Seperti berpacu dalam perlombaan. Terkadang guru memberi motivasi menulis cepat dengan berkata begini: “Nak, jika kalian bercita-cita tinggi ingin kuliah, percepat cara menulis kalian. Karena nanti saat kuliah harus pintar mencatat dan menulis”. Saya masih ingat pesan tersebut. Karena papan tulis terbatas dan guru harus segera menyelesaikan halaman buku yang lain. Setelah selesai menuliskan dan menjelaskan semua materi, guru memberi waktu kepada murid untuk membacanya.

Lima belas menit sebelum lonceng besi dibunyikan sebagai penanda waktu istirahat/pulang guru memberi “kuis pelajaran”. Saya tidak tahu apakah sejak dulu kala sudah ada istilah kuis di sekolah, atau hanya ikut-ikutan TV, karena setiap hari yang paling digemari untuk ditonton adalah sinetron Tersanjung yang entah sampai berapa episode karena bertahun-tahun, dan Kuis Famili 100 yang dipandu oleh Sony Tulung. Saat guru memberi kuis jika ada yang bisa menjawab akan diberi apresiasi oleh guru, yang paling sering apresiasinya berbentuk pembolehan pulang paling awal atau istirahat lebih dulu,  jika salah menjawab maka penghapus papan tulis yangg ngethel, penuh dengan debu kapur itu diusapkan oleh sang guru kepada muridnya. Alangkah nelangsanya murid tersebut. Setiap istirahat atau pulang sekolah pipinya selalu putih seperti menor bersolek bedak.

Jam istirahat atau jam pulang sekolah selalu terlewati dengan canda tawa teman sebaya. Saat jam tidur siang seringkali saya dan teman-teman pergi ngeluyur di siang bolong, bermain sesuai musim. Jika musim angin yang stabil berarti kami bermain layang-layang. Jika air sungai mengalir deras jadwal mandi di sungai menjadi pilihan. Jika musim jagung atau menjelang tanam kami berburu jangkrik. Pun dengan benda-benda mati kami juga memanfaatkan untuk dijadikan permainan, mulai bungkus rokok yang ditumpuk dan dilempari dengan batu kali yang disebut Ciwuk atau Benthek Ganco, kelereng yang digiring ke lobang di tanah memakai jari disebut Gendhiran, karet gelang yang ditembakkan ke kayu di tanah disebut Jepretan, kayu berjodoh atau sering disebut Enthik, batang bambu yang dijadikan Egrang. Gobak sodor, Jumpritan petak umpet, Sentrengan, dll. Sangat kreatif dan kaya imajinasi.

Kemanakah kalian yang dulu sepertemanan denganku? Dua diantara sekian teman karib sekaligus tetanggaku sudah mendahului pergi menghadap yang maha kuasa. Semoga Allah merahmati mereka. Bukan hanya saat bermain saja kami bersama-sama, tapi saat hari raya Idul Fitri pun kami keliling bersama, biasanya disebut “Ba’dan” Anjangsana Lebaran, baik bersepeda maupun berjalan kaki, sowan ke tetangga, guru-guru, kiai-kiai, dan sesepuh desa.  Uang angpau lebaran kita kumpulkan untuk beli majalah/buku.

Sekarang mungkin anak seumuran 6-7 tahun sudah sangat asing mendengar nama-nama permainan di atas. Lebih akrab dengan permainan elektronik, dunia maya, medsos, game online dll. Apalagi anak di perkotaan, jangankan anjangsana lebaran, bermain bersama dengan teman sebaya pun sulit ditemui. Dulu “Majalah Bobo” adalah bacaan tren kami di tahun 90 an. Atau buku “Siksa Neraka”, hehehe… Terbitan CV. Pustaka Agung Harapan Surabaya. Sekarang apa yang dibaca oleh  anak-anak?

Saya masih ingat bahwa setiap sore kami berbondong-bondong pergi ke “Sekolah Sore”, kalau sekarang TPQ. Kami belajar membaca Al-Qur’an melaui Iqra’ dan kemudian buku “Jilid”, ya kami familiar dengan nama buku jilid yang di sampulnya tertulis “Cara Belajar Santri Aktif, CBSA”. Jika ada seorang santri yang lumayan pintar dan lancar baca tulis hijaiyahnya bisa langsung naik kelas tanpa menunggu pergantian tahun. Untuk mengkhatamkan seluruh jilid itu harus dilalui sampai 6 tahapan atau sekitar 5-6 tahun. Jika jilid 6 sudah khatam maka naik menuju kelas 1 diniyah, yang diajarkan di kelas diniyah adalah kitab-kitab akhlak, aqidah dan mufrodat ; Ala laa, Aqidatul Awwam, Ngudi Susilo, Akhlak lil Banin_Banat, Fasholatan, Ra’sun Sirah, dll.

Hal yang paling berkesan saat “Sekolah Sore” adalah ketika berangkat dan pulangnya, karena kami pasti balapan sepeda. Sampai di rumah pasti bercucuran keringat. Sepeda BMX adalah yang paling digemari oleh para bocah rider. Kalau untuk anak yang kurang gaul biasanya pakai sepeda Federal, yang lumayan ngetren di kalangan cewek-cewek adalah sepeda Mini, mereknya Phoenix tapi lebih familiar disebut Mini.

Saat matahari menuju peraduan, bersiap tenggelam bersama hilangnya cerah awan, para bocah bersiap berangkat menuju langgar. Entah magnet  apa yang membuat kami sangat erat dan lekat dengan langgar. Karena hampir semua anak sebaya kami waktu itu, baik yang rajin sekolah maupun nakal gak ketulungan, kami semua sangat semangat jika mau ke langgar. Setelah shalat maghrib kami sorogan; Yang sudah bisa baca Al-Qur’an setoran baca Al-Qur’an per ‘Ain, maksudnya dimulai dari kode huruf ‘ain di pinggir sampai di ‘ain berikutnya.

Bagi yang belum lancar baca Al-Qur’an masuk kelas ngaji Turutan  atau metode Al-Baghdadiyah, semacam cara belajar membaca mengeja huruf-huruf Al-Qur’an lengkap dengan cara baca, tajwid dan makhrajnya, terdapat Juz Amma juga di dalam Turutan tersebut. Generasi Turutan adalah santri di era 80 dan 90 an. Generasi Turutan adalah generasi santri yang tau cara membaca Al-Qur’an dengan baik, baik segi makhraj maupun tajwidnya. Karena bagi Generasi Turutan  membaca Al-Qur’an bukan seperti membaca koran atupun Novel.

Sambil menunggu adzan isya’ bagi yang sudah selesai mengaji langsung membuka buku-buku pelajaran sekolahnya. Jika ada PR yang tidak paham cara pengerjaannya bisa langsung bertanya ke kakak kelas atau mas-mas di langgar. Setelah shalat isya’ ada ngaji diniyah diperuntukkan bagi yang sudah khatam setoran bacaan 30 juz Al-Qur’an. Dan ngajinya sampai larut malam. Untuk yang tidak ngaji diniyah, biasanya bermain, ada juga yang belajar. Jika lelah langsung tidur, berjajar seperti ikan pindang yang baru selesai digarami.

Tak lupa pasti ada cerita-cerita sebelum tidur. Bagi yang sudah senior pasti punya banyak perbendaharaan cerita, baik humor maupun horor. Jika cerita humor yang sedang disampaikan, pasti gelak tawa selalu menggema. Jika cerita horor yg disampaikan, sarung jadi pelampiasan. Dan mata langsung terpejam. Begitu fajar datang. Shalat shubuh telah ditunaikan kami semua bergegas pulang ke rumah. Inilah  hari-hari kami.

Begitulah masa kecil saya di Blitar, daerah kecil yang tak begitu menghiraukan pembangunan dan modernisasi. Desa adalah kekuatan, inspirasi, pondasi, dan perwatakan.

Tags: anak desakampus desa indonesiapembelajaran desasekolah di desa
Previous Post

Masyarakat Desa Kaum Sadar Alas

Next Post

Seri Bisnis 2 : Langkah Jitu Merencanakan Bebas dari Hutang Piutang

Fathul H. Panatapraja

Fathul H. Panatapraja

RelatedPosts

Era Berperilaku Baik dalam Dunia Pendidikan
Opini

Era Berperilaku Baik dalam Dunia Pendidikan

by Astatik Bestari
November 24, 2022
0
24

Kampusdesa.or.id -- Pernahkan kita mendengar larangan begini, "jangan sering absen mengajar, nanti diiri guru yang lain!" Larangan ini sering  diperdengarkan...

Read more
Kawula muda  bijaklah dalam bermelodi, karena musik itu sugesti
Opini

Kawula muda bijaklah dalam bermelodi, karena musik itu sugesti

by Maulana Arif Muhibbin
March 30, 2022
0
212

Ini tentang musik, sifatnya yang universal terkadang mereduksi pemikiran rasional. Lantas bagaimana dengan hal yang bersifat emosional? Bisa dibilang musik...

Read more
Apakah Olimpiade Tokyo 2020 Paling Ramah Gender ? Simak Fakta Berikut
Lifestyle

Apakah Olimpiade Tokyo 2020 Paling Ramah Gender ? Simak Fakta Berikut

by Nur Aisyah Maullidah
March 25, 2022
0
204

SOBAT! YUK FLASHBACK SEJENAK KE GELARAN OLIMPIADE OLAHRAGA DUNIA TAHUN 2020. PADA MOMENT ITU TOKYO MENJADI TUAN RUMAH YANG MENYELENGGARAKAN...

Read more

Discussion about this post

Archive Artikel

Most commented

Gagalnya Makalah sebagai Tugas Kuliah

Balewiyata-Unisma; Situs Toleransi Gereja-Pesantren di Malang

Waspadai Kandungan Boraks atau Garam Kuning

Balewiyata dan Gus Dur; Situs Toleransi Malang yang Perlu Dirawat

Rembug Komunitas; Gusdurian Malang Tawarkan Peluang Menjadi Aktifis Penggerak

Metode Pemberdayaan Imamah; Mengubah dari Sense of Budgeting ke Sense of Benefit

Kampus Desa Indonesia

Kampus Desa Indonesia

Jl. Raya Candi VI-C Gang Pukesmas No. 4 RT 09 RW 06 Karangbesuki, Sukun, Kota Malang

SK Menkumham No. AHU-01356.AH.02.01 Tahun 2016

Tags

Agenda (36) Aktual (7) Desa Giat (2) Desa Unggul (3) Dokter Rakyat (45) Gubuk Sastra (10) Hari ini (3) Indonesia Menulis COVID 19 (82) Kearifan Lokal (8) Kelas Ekoprinting (3) Kelas Motivasi (1) Kita Belajar Menulis (66) Kopipedia (5) Kuliah Desa (10) kuliah hari ini (2) Kuliah Terbuka (133) Layanan (9) Lifestyle (1) Magang (1) Ngaji Tani (18) Opini (317) Pendidikan Hari Ini (73) Produk (27) Psikologi Hari Ini (126) Refleksi (27) Sepak Bola (6) Uncategorized (147) Wacana (1) World (1)

Recent News

Gagalnya Makalah sebagai Tugas Kuliah

Gagalnya Makalah sebagai Tugas Kuliah

March 27, 2023
Balewiyata-Unisma; Situs Toleransi Gereja-Pesantren di Malang

Balewiyata-Unisma; Situs Toleransi Gereja-Pesantren di Malang

March 8, 2023

© 2022 Kampusdesa.or.id - Designed with 💕 RuangBit.

No Result
View All Result
  • Home
  • Artikel
    • Opini
      • Psikologi Hari Ini
      • Pendidikan Hari Ini
      • Refleksi
      • Gubuk Sastra
      • Sepak Bola
  • Agenda
  • Hari ini
  • Profil Kami

© 2022 Kampusdesa.or.id - Designed with 💕 RuangBit.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In