Pekerjaan Orangtua dan Hak Anak

325
SHARES
2.5k
VIEWS

Mempunyai anak dan bekerja di luar rumah tanpa mengabaikan hak anak, tentu kerepotan, meskipun punya babysister. Apalagi kerja yang menuntut kehadiran publik jelas akan menjadi buah simalakama, mau meninggalkan anak di rumah sementara atau mengajak anak ke tempat kerja yang juga belum tentu lingkungan kerja menerima. Sepertinya, dukungan anak atas hak dekat dengan orang tua tidak selamanya terintegrasi di dunia kerja (utamanya perkantoran). Tetapi ada orang yang mampu menyiasatinya oleh karena hak anak tidak ingin ditelantarkan, meski kerja di luar jam kerja.

Kampusdesa.or.id–Perempuan muda itu terpaksa harus menggendong anaknya sambil berada di depan hadirin. Bahkan iapun menyampaikan materi sambil menggendong anak pada saat tertidur di gendongannya. Awalnya ia sudah mencoba membuat situasi agar anaknya bisa diajak asisten si ibu yang juga berada di sekitar tempat bimtek.

Saat itu, si anak menangis dan satu-satunya cara membuatnya diam tidak menangis adalah digendong ibunya. Giliran si ibu yang masih muda berada di depan hadirin untuk menyampaikan materi, si anak tetap harus ia gendong. Untungnya sekitar seperempat jam sejak ia menyampaikan materi, si anak sudah tertidur lelap. Maka ia minta ijin agar memberikan anaknya pada asistennya. Lalu, ia melanjutkan menyampaikan materi.

RelatedPosts

Si anak yang tertidur lelap sudah berada di gendongan seorang perempuan muda juga, asisten ibu si anak yang digaji bulanan. Tapi si asisten bersama anak yang belum berumur satu tahun itu tetap berada di sekitar acara. Panitia acara yang kebanyakan perempuan juga kadang mengajak si asisten bicara dan sebagian yang belum kenal juga mulai bertanya-tanya. Yang sudah kenal kadang juga ikut menyentuh pipi bayi itu, bahkan menciumnya. Bahkan sebelum anak itu tidur dan si ibu tadi mulai menyampaikan materi, banyak perempuan panitia yang berebut untuk menggendongnya.

Ada lagi cerita lain. Seorang perempuan yang menjadi komisioner lembaga negara di Jawa Timur harus mengisi acara di suatu acara hotel terkemuka di Surabaya. Tiba giliran acara akan dimulai, karena ia yang akan membuka rapat yang berlangsung tiga hari, ia juga harus mengondisikan dua anaknya yang masih balita. Awalnya, sambil menunggu acara seremoni dimulai, ia duduk di meja bersama hadirin yang merupakan reka-rekan kerjanya (tepatnya bawahannya). Anak-anaknya tampaknya juga ikut bergabung duduk-duduk di meja, salah satu asistennya (yang membantu merawat dua anak itu) juga membuntutinya.

“Nanti saat Mama maju ke depan memberi sambutan, kakak sama adik ikut Tante ya… duduk di ruang sebelah ya, di sana,” kata perempuan pimpinan rekan-rekannya se-Jawa Timur itu. Lalu dari mikropon pembawa acara mengabarkan bahwa acara akan dimulai. Si perempuan pimpinan itu menciumi pipi kedua anaknya, dan ia berdiri, lalu maju ke depan. Hadirin memberikan tepuk tangan. Perempuan yang merupakan pimpinan itu memang ditunggu-tunggu sama rekan-rekannya (anak buahnya) dalam acara rapat kordinasi tingkat propinsi itu.

Tapi ada kalanya di lembaga-lembaga pemerintahan maupun swasta, acara juga dilakukan tanpa memandang hari libur atau tidak. Maka, kebersamaan ibu dan orangtua bersama anak-anak tidak harus dihilangkan.

Hari itu memang hari Minggu. Tapi ada kalanya di lembaga-lembaga pemerintahan maupun swasta, acara juga dilakukan tanpa memandang hari libur atau tidak. Maka, kebersamaan ibu dan orangtua bersama anak-anak tidak harus dihilangkan. Anak-anakpun bisa diajak terus dekat dengan orangtua. Sebab di sini, hak anak untuk dekat dengan orangtuanya, terutama ibunya, merupakan hak yang selayaknya dipenuhi dengan baik.

Ada saat-saat anak harus didampingi, tak bisa dibiarkan sendiri. Bagi anak-anak yang masih kecil dan belum mandiri, dan jika dilepas akan membahayakan diri mereka, tentu saja kebersamaan harus diberikan. Orangtua yang harus bekerja, tentunya tidak selamanya ada orang yang menjaganya ketika berada jauh dari orangtua. Mungkin ada kalanya rewang atau asisten sedang sakit atau sedang tidak bisa masuk dalam menjalankan kerjanya sebagai asisten. Atau mungkin juga tidak ada saudara, mertua, orangtua (kakek nenek si anak kecil) yang bisa menjaganya. Makanya, mau tak mau ada kalanya saat bekerja, anak terpaksa harus dibawa serta.

Hal itu tidak masalah jika tidak mengganggu pekerjaan atau tidak dilakukan tiap hari. Bagi mereka yang punya kerjaan tiap hari, maka disarankan agar saat mereka bekerja anak ada yang merawat. Tapi kalau saat tidak ada yang bisa merawat dan menjaga anak, ya kadang hal itu dilakukan secara terpaksa. Anak dibawa serta selama tak mengganggu pekerjaan.

Saya sendiri selaku orangtua (ayah) yang punya anak juga tak jarang punya tugas menjemput anak. Saya dan istri berbagi. Saya kebagian ngantar tiap hari. Setelah mengantar, jam 7 saya biasanya langsung ke kantor. Karena jarak sekolah anak saya dengan kantor lebih dekat dibanding ke rumah. Dan saya menjemput anak kedua saya karena pulangnya jam 12.00. Jam itu adalah jam istirahat kantor.

Sedang anak pertama pulangnya jam 13.00, yang bertugas menjemput adalah istri saya. Hanya saja, ada kalanya istri saya tak bisa njemput. Maka saya harus menjemput keduanya juga. Adakalanya, harus sudah nyampek kantor jam 13.00 karena rapat. Maka, anak saya jelas saya ajak ke kantor. Kedua anak saya, saya suruh berada di salah satu ruangan, atau di Rumah Pintar Pemilu (RPP) yang agak luas, dan saya rapat di ruangan yang lain. Lalu setelah rapat saya antar pulang dan kemudian saya balik ke kantor lagi.

Itupun jika istri tidak berhasil cari pertolongan. Biasanya kalau dia tak bisa, maka ia minta tolong adhiknya (tantenya anak saya) untuk menjemput. Kadang saya kerja tanpa mengenal jam istirahat, misalnya ada acara seharian ke suatu tempat di mana acara dan perjalanannya membuat kami kehilangan jam istirahat. Maka, dipastikan saya tidak bisa menjemput anak di jam istirahat.

Pernah juga suatu waktu, tidak ada yang bisa njemput dan saya harus berada di tempat kerja. Maka, saya minta tolong pada teman kantor untuk menjemput dan membawa kedua anak saya ke tempat acara di mana saya berada. Saya tak bisa njemput karena pas jam pulang sekolah anak saya dan saat saya seharusnya istirahat, saya ternyata tak bisa istirahat. Misal, ada acara menyampaikan materi, ternyata jam 12.00 saat anak saya pulang ternyata saya masih harus menyelesaikan materi. Bahkan hingga jam 13.00 juga belum selesai. Maka saya minta tolong staf untuk menjemputkan anak saya dan dibawa ke tempat saya punya acara. Kebetulan misalnya tempat acara sebenarnya di seputar kota di mana dekat dengan kantor maupun sekolah anak saya.

Hal seperti ini pasti dialami oleh orang-orang yang punya anak kecil dan sedang berada dalam posisi kerja. Hal yang tidak dirasakan oleh orang yang tak punya anak kecil. Orang yang sudah punya anak-anak yang sudah bisa ditinggal sendiri atau sudah aman berada jauh dari orangtua, tentu juga tak mengalami hal semacam ini.

Dan maaf, hal itu juga bukan hanya berlaku untuk orang-orang yang bekerja di kantor. Tetapi juga untuk orang yang bekerja misalnya sebagai petani. Sebab, ketika anak saya masih kecil dan belum sekolah, saat kami berdua (saya dan istri) harus bekerja di luar rumah, anak saya titipkan mertua. Karena mertua harus “Gejik” (menanam benih palawija) di ladang yang terletak di hutan dekat dengan rumah, maka anak saya pun diajak ke hutan.

Saya jadi ingat juga ketika saya kecil, kira-kira masih berumur lima tahunan, tak jarang orangtu saya juga mengajak saya ke sawah yang terletak di desa sebelah. Saya harus menunggu di samping sawah di bawah pohon rindang, setelah tikar pandan dibeber untuk alas dudukku dan meletakkan logistik (makanan) untuk makan siang.

Kita hidup di negara yang dituntut semakin ramah anak. Anak-anak punya hak untuk bersama orangtuanya. Terutama anak-anak yang masih kecil yang terpaksa harus diajak kerja atau di tempat kerja, juga bisa diajak saat kondisinya “darurat”

Alhamdulillah…, kita hidup di negara yang dituntut semakin ramah anak. Anak-anak punya hak untuk bersama orangtuanya. Terutama anak-anak yang masih kecil yang terpaksa harus diajak kerja atau di tempat kerja, juga bisa diajak saat kondisinya “darurat.” Bahkan tempat-tempat kerja sekarang dituntut untuk menyediakan ruang laktasi bagi ibu-ibu yang harus menyusui anak kecil sedangkan harus masuk kerja.

TANCEP KAYON!
TRENGGALEK, 15/12/2019

Arsip Terpilih

Related Posts

Welcome Back!

Login to your account below

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.