• Call: +62 858-5656-9150
  • E-mail: [email protected]
Education Blog
  • Home
  • Artikel
    6 Jenis Konsentrasi yang Mempengaruhi Keberhasilan Belajar Anak

    6 Jenis Konsentrasi yang Mempengaruhi Keberhasilan Belajar Anak

    Semua Orang Adalah Guru Bagi Siswa Merdeka Belajar

    Semua Orang Adalah Guru Bagi Siswa Merdeka Belajar

    Media Sosial dalam Pembelajaran: Masih Relevankah Penolakan?

    Media Sosial dalam Pembelajaran: Masih Relevankah Penolakan?

    Mental Passenger, Problem Laten Dunia Pendidikan Kita

    Mental Passenger, Problem Laten Dunia Pendidikan Kita

    Pandemi COVID-19 Mampu Membangun Percaya Diri dalam Melaksanakan Belajar Dari Rumah

    Pandemi COVID-19 Mampu Membangun Percaya Diri dalam Melaksanakan Belajar Dari Rumah

    Korupsi Merajalela, Pendidikan Harus Bagaimana?

    Korupsi Merajalela, Pendidikan Harus Bagaimana?

    Peran Pemuda dalam Mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

    Peran Pemuda dalam Mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

    Menanya Ulang Tujuan Pendidikan Modern

    Menanya Ulang Tujuan Pendidikan Modern

    Mengenali Emotional Burnout dan Tips Untuk Mengatasinya

    Mengenali Emotional Burnout dan Tips Untuk Mengatasinya

    Trending Tags

    • Opini
      • Psikologi Hari Ini
      • Pendidikan Hari Ini
      • Refleksi
      • Gubuk Sastra
      • Sepak Bola
  • Agenda
  • Hari ini
  • Profil Kami
No Result
View All Result
Kampus Desa Indonesia
No Result
View All Result
Home Sepak Bola

Politik Perlu Berlajar dari Sepakbola

Luthfi Hamdani by Luthfi Hamdani
March 29, 2022
in Sepak Bola
190 10
0
Politik Perlu Berlajar dari Sepakbola
Share on FacebookShare on Twitter

Gaduh politik seperti gejala sindrom kuasa. Tidak hanya mencuri start. Para politisi mengoyak batin masyarakat untuk menciptakan kelatahan kuasa. Hasrat diri dicemarkan menjadi virus komunal dan dijadikam sebagai tontonan publik. Di sinilah politik tidak ada seni. Belajarlah dari sepakbola, mereka bertarung dalam sportifitas. Kebencian yang mengancam orang lain harus disingkirkan dan tidak ada yang melawan kecuali tetap pada koridor hukum.

SAYA pernah (dan selalu) berharap bahwa sepakbola akan menjadi alternatif bahan obrolan yang menarik ketika politik kita sudah sedemikian memuakkan. Sepakbola dengan jargon sportifitas dan segala proses depolitisasi-nya bisa menghindarkan kita dari pertengkaran sebab membahas perkara yang sensitif.

Jadi ketika melakukan obrolan tentang sepakbola, cukup membahas bagaimana Ronaldo melakukan tendangan salto ketika melawan Juventus, Arsenal yang menampilkan permainan malas-malasan di Liga Inggris dan bagaimana rotasi permainan serta strategi yang dilakukan Zidane selama melatih Real Madrid berhasil mengantarnya meraih juara Liga Champion dua kali berturut-turut.

Sepakbola juga menarik sebab berani melakukan depolitisasi atau melakukan penghilangan kegiatan politik di dalamnya. Mengutip artikel Zen RS dalam media online Detik.com, Giorgios Katidis pemain muda klub AEK Athens dan timnas Yunani harus menerima hukuman yaitu selamanya dilarang bemain di timnas Yunani. Hukuman ini dijatuhkan oleh federasi sepakbola Yunani menyusul selebrasi Katidis dengan mengangkat tangan kanannya ke arah suporter, seakan memberikan salut yang sering diperlihatkan Adolf Hitler saat memimpin Nazi.

Federasi sepakbola Yunani pun harus menghukumnya. Katidis kemudian dilarang bertanding membela timnas selamanya. Tingkah lakunya dianggap tak sensitif, melukai perasaan banyak korban Nazi, dan tak sesuai dengan “semangat” dan “karakter” permainan sepakbola.

Hukuman serupa juga pernah diterima oleh Striker Sevilla, Frederic Kanoute. Dia pernah membayar denda sebesar 4 ribu dolar saat dia menunjukkan dukungannya terhadap Palestina dengan menggunakan media kaos bertuliskan “Palestina” di balik jersey bolanya. Nicolas Bendtner pun harus merogoh kocek membayar denda, setelah memperlihatkan tulisan “Paddy Power” di pakaian dalamnya.

Masih mengutip artikel Zen RS, tindakan FIFA dan beberapa asosiasi sepakbola negara-negara terkait ini ‘didasari oleh keinginan agar sepakbola (semakin) diterima sebagai permainan global di seluruh dunia. Netralitas pun akhirnya digunakan sebagai tameng untuk mengatasi batasan-batasan politis. FIFA memiliki 200 negara sebagai anggotanya dan masing-masing memiliki isu politik dan sosial tersendiri; hari bersejarah, persaingan dengan negara tetangga, serta simbol politis masing-masing.’

Menjelang Pemilu tahun depan, semakin konyol saja perilaku yang ditampilkan pendukung kubu-kubu calon presiden

Netralitas dan otoritas pemberi sanksi ini yang belum secara maksimal kita jumpai dalam dunia politik kita. Menjelang Pemilu tahun depan, semakin konyol saja perilaku yang ditampilkan pendukung kubu-kubu calon presiden. Polarisasi yang sedemikian kuat muncul di media sosial akhirnya menemui momentumnya di dunia nyata.

Minggu kemarin beredar video seorang perempuan dengan anaknya tengah jadi bahan ‘bercandaan’ sekelompok orang di CFD. Sambil memegang tangan anaknya yang menangis sebab diintimidasi beberapa oknum dari sebuah kelompok dengan melakukan gestur memberikan ‘saweran’ atau memukul-mukulkan uang kertas yang mereka pegang kepada ibu dan anaknya. Sepanjang jalan perempuan dan anaknya dikerubungi dan diolok-olok. Dan tau apa masalahnya? Cuma beda kaos. Perempuan tersebut memakai kaos putih dengan tagar #DiaSibukKerja sementara gerombolan orang yang mengintimidasinya memakai kaos hitam dengan tagar #2019GantiPresiden.

Terlepas dari apa maksud framing atau pembingkaian penyebar potongan video tersebut, yang jelas insiden kecil itu memberikan pelajaran kepada masyarakat di tempat lain untuk bersikap lebih sadar dan wajar. Bahwa apapun dan siapapun yang anda dukung dalam pemilu, bukan menjadi alasan untuk melakukan perilaku diluar etika dan kewajaran. .

Apapun dan siapapun yang anda dukung dalam pemilu, bukan menjadi alasan untuk melakukan perilaku diluar etika dan kewajaran.

Toh apakah jika calon yang kita pimpin menang, bakal banyak perubahan selain kepuasan sebagai masing-masing golongan bisa menempatkan bagian dari kelompoknya di posisi tertinggi.? Jika mengutip artikel ‘Bonek, Keruntuhan Keadaban Publik’ oleh M. Akung (2010), akademisi Fakultas Psikologi Undip, maka apa yang tengah kita saksikan ‘sesungguhnya adalah perang kecil antarsesama anak bangsa yang sejatinya memalukan. Keadaban kita sebagai makhluk berakal budi nampaknya mulai runtuh.’

Regulasi dalam sepakbola mengajarkan, bahwa apapun agama dan afiliasi politikmu, diatas segalanya adalah sepakbola. Ketegasan pemegang regulasi dalam pemilu, Bawaslu dan kepolisian misalnya, terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam kontestasi politik juga masih belum tampak baik. Disamping kesadaran masyarakat kita untuk menempatkan politiks secara wajar saja sebagaiamana yang diajarkan Gus Dur juga masih belum terwujud.

Gus Dur ingin mengajak ditengah ketat dan tingginya potensi konflik sebab beda pilihan politik, tidak ada satu alasan-pun yang membenarkan kita untuk merendahkan martabat orang lain sebagai manusia.

Gus Dur dalam satu kutipan terkenalnya pernah menyatakan: ‘yang lebih penting dari politik adalah kemanusiaan’. Jika ditafsirkan, Gus Dur ingin mengajak ditengah ketat dan tingginya potensi konflik sebab beda pilihan politik, tidak ada satu alasan-pun yang membenarkan kita untuk merendahkan martabat orang lain sebagai manusia.

Lebih jauh, Gus Dur mengajak untuk saling terbuka dan menghindari perilaku intimidatif. Menurut Greg Barton (2003) dalam Biografi Gus Dur; The Authorized Biography of Abdurrahman Wahid, Gus Dur percaya bahwa untuk menjadikan Indonesia dapat memperoleh kematangan sebagai suatu bangsa, ia harus berani menghadapi musuh-musuh imajiner dan mengganti kecurigaan dengan persahabatan serta dialog.

Atau jika tetap ingin menyampaikan pesan agama dalam pertarungan politik, saran saya coba meniru apa yang dilakukan oleh pemain Liverpool Mo Salah atau juga pemain Arsenal, Mesut Ozil. Tentunya dengan performa permainan terbaik, keterbukaan dan kemampuan bekerjasama dengan rekan tim yang berbeda-beda latar belakang, pesan religiusitas dan identitas Islam Ozil dengan doa ‘mengangkat tangan’ setiap menjelang pertandingan dan selebrasi ‘sujud syukur’ Mo Salah bisa lebih mudah diterima.

Tidak perlu mati-matian memenangkan calon yang anda dukung, toh jika kita sadar, menjadi presiden di Indonesia pasca kemerdekaan sangat jauh lebih mudah dibandingkan di negara-negara lain. Tuhan memberikan keberkahan negeri ini dengan segala sumberdaya dan ekosistem bagi manusia yang ada diatas buminya untuk bertahan hidup.

Menjadi presiden di Indonesia, anda tidak perlu berpikir keras untuk melakukan proses industrialisasi sebagaimana negara-negara Eropa, sebab mereka tidak memiliki sumberdaya untuk diolah dan tanah yang subur untuk ditanami bahan makanan. Presiden di Indonesia juag tidak perlu mempersiapkan armada perang untuk menjajah negara lain sebab kekurangan rempah-rempah, kopi dan minyak bumi. Maka jika sekedar gara-gara pemilu dan anda musti merendahkan kelompok lain supaya bisa menang, itu kelewatan.

Maka sambil bersama-sama refleksi, siapkan kopi terbaik untuk begadang, menyaksikan Zidane mengatar timnya maju selangkah meraih trofi Liga Champion Eropa untuk ketiga kalinya.

Semarang, 30 April 2018

Luthfi Hamdani
Lahir 1995. Enam tahun di Kediri, empat setengah tahun di Malang, sekarang di Semarang

Tags: pemilupolitikpresidensepak bola
Previous Post

Melintasi Indonesia; Pengalaman Prestisius Menjadi Guru Madrasah di Perbatasan

Next Post

Mematahkan Senjata (Tangisan, Jeritan dan Amukan) Anak

Luthfi Hamdani

Luthfi Hamdani

RelatedPosts

Corona dan Dilema Bola Italia
Indonesia Menulis COVID 19

Corona dan Dilema Bola Italia

by Hanif Nanda Zakaria
March 27, 2022
0
200

Akibat virus Corona pula, nun jauh di sana, negara Italia telah memberlakukan langkah ekstrem. Bila Arab Saudi menunda akses masuk...

Read more
Kampoeng Dolanan Ajak Disabilitas Bermain Permainan Tradisional, Salah Satunya Sepak Bola Api
Sepak Bola

Kampoeng Dolanan Ajak Disabilitas Bermain Permainan Tradisional, Salah Satunya Sepak Bola Api

by Mustofa Sam
March 29, 2022
0
206

Lawang, kampusdesa.or.id--Akhirnya, impian tersebut tercapai, mengajak disabilitas untuk bermain permainan tradisional. Kejadian ini dilakukan kemarin mulai 21-23 September 2018 di...

Read more
Politik Perlu Berlajar dari Sepakbola
Sepak Bola

Politik Perlu Berlajar dari Sepakbola

by Luthfi Hamdani
March 29, 2022
0
201

Gaduh politik seperti gejala sindrom kuasa. Tidak hanya mencuri start. Para politisi mengoyak batin masyarakat untuk menciptakan kelatahan kuasa. Hasrat...

Read more

Discussion about this post

Archive Artikel

Most commented

Gagalnya Makalah sebagai Tugas Kuliah

Balewiyata-Unisma; Situs Toleransi Gereja-Pesantren di Malang

Waspadai Kandungan Boraks atau Garam Kuning

Balewiyata dan Gus Dur; Situs Toleransi Malang yang Perlu Dirawat

Rembug Komunitas; Gusdurian Malang Tawarkan Peluang Menjadi Aktifis Penggerak

Metode Pemberdayaan Imamah; Mengubah dari Sense of Budgeting ke Sense of Benefit

Kampus Desa Indonesia

Kampus Desa Indonesia

Jl. Raya Candi VI-C Gang Pukesmas No. 4 RT 09 RW 06 Karangbesuki, Sukun, Kota Malang

SK Menkumham No. AHU-01356.AH.02.01 Tahun 2016

Tags

Agenda (36) Aktual (7) Desa Giat (2) Desa Unggul (3) Dokter Rakyat (45) Gubuk Sastra (10) Hari ini (3) Indonesia Menulis COVID 19 (82) Kearifan Lokal (8) Kelas Ekoprinting (3) Kelas Motivasi (1) Kita Belajar Menulis (66) Kopipedia (5) Kuliah Desa (10) kuliah hari ini (2) Kuliah Terbuka (133) Layanan (9) Lifestyle (1) Magang (1) Ngaji Tani (18) Opini (317) Pendidikan Hari Ini (73) Produk (27) Psikologi Hari Ini (126) Refleksi (27) Sepak Bola (6) Uncategorized (147) Wacana (1) World (1)

Recent News

Gagalnya Makalah sebagai Tugas Kuliah

Gagalnya Makalah sebagai Tugas Kuliah

March 27, 2023
Balewiyata-Unisma; Situs Toleransi Gereja-Pesantren di Malang

Balewiyata-Unisma; Situs Toleransi Gereja-Pesantren di Malang

March 8, 2023

© 2022 Kampusdesa.or.id - Designed with 💕 RuangBit.

No Result
View All Result
  • Home
  • Artikel
    • Opini
      • Psikologi Hari Ini
      • Pendidikan Hari Ini
      • Refleksi
      • Gubuk Sastra
      • Sepak Bola
  • Agenda
  • Hari ini
  • Profil Kami

© 2022 Kampusdesa.or.id - Designed with 💕 RuangBit.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In