• Tentang Kami
  • Kirim Tulisan
  • Tim Redaksi
Kampus Desa Indonesia
Advertisement
  • Home
  • News
    Iwak kali, sensasi lezat desa yang lezat

    Kuliner Iwak Kali, Sensasi Lezat Menu Desa

    pandemi; covid-19

    Menalar Covid-19: Ragam Gagasan Menyikapi Pandemi

    Pemuda, SDGs

    Peran Pemuda dalam Mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

    Mronjo Kian Serius Kelola Potensi Desa Wisata

    Mronjo Kian Serius Kelola Potensi Desa Wisata

    anak

    Bukan Hanya Kita, Anak Juga Butuh Untuk Didengar

    Gedung Kejaksaan Agung Dibakar, Om Jin Kembali Viral

    Gedung Kejaksaan Agung Dibakar, Om Jin Kembali Viral

    Review Singkat Karya Lengkap Nurcholish Madjid

    Review Singkat Karya Lengkap Nurcholish Madjid

    Bacon, Perintis Empirisme

    Bacon, Perintis Empirisme

    Review Buku Money – Yuval Noah Harari

    Review Buku Money – Yuval Noah Harari

  • Opini
    Girl getting bullied in high school hallway

    Bullying, Benarkah Menyisakan Trauma Seumur Hidup?

    Demokrasi di Pilkada itu Bukan Mencoblos, Tapi Memberikan Suara dan Bersuara

    Demokrasi di Pilkada itu Bukan Mencoblos, Tapi Memberikan Suara dan Bersuara

    Ilmu Bukanlah Alat untuk Mencari Kekayaan, Benarkah Intelektualitas Tidak Menjamin Kesuksesan?

    Ilmu Bukanlah Alat untuk Mencari Kekayaan, Benarkah Intelektualitas Tidak Menjamin Kesuksesan?

    hujan

    Mengeja Hujan

    Emotional Burnout

    Mengenali Emotional Burnout dan Tips Untuk Mengatasinya

    Sejauh Mana Kita Peduli Pada Hobi Orang Tua?

    Sejauh Mana Kita Peduli Pada Hobi Orang Tua?

    Gedung Kejaksaan Agung Dibakar, Om Jin Kembali Viral

    Gedung Kejaksaan Agung Dibakar, Om Jin Kembali Viral

    Review Singkat Karya Lengkap Nurcholish Madjid

    Review Singkat Karya Lengkap Nurcholish Madjid

    Bacon, Perintis Empirisme

    Bacon, Perintis Empirisme

  • Layanan
  • Agenda
  • Produk
No Result
View All Result
  • Home
  • News
    Iwak kali, sensasi lezat desa yang lezat

    Kuliner Iwak Kali, Sensasi Lezat Menu Desa

    pandemi; covid-19

    Menalar Covid-19: Ragam Gagasan Menyikapi Pandemi

    Pemuda, SDGs

    Peran Pemuda dalam Mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

    Mronjo Kian Serius Kelola Potensi Desa Wisata

    Mronjo Kian Serius Kelola Potensi Desa Wisata

    anak

    Bukan Hanya Kita, Anak Juga Butuh Untuk Didengar

    Gedung Kejaksaan Agung Dibakar, Om Jin Kembali Viral

    Gedung Kejaksaan Agung Dibakar, Om Jin Kembali Viral

    Review Singkat Karya Lengkap Nurcholish Madjid

    Review Singkat Karya Lengkap Nurcholish Madjid

    Bacon, Perintis Empirisme

    Bacon, Perintis Empirisme

    Review Buku Money – Yuval Noah Harari

    Review Buku Money – Yuval Noah Harari

  • Opini
    Girl getting bullied in high school hallway

    Bullying, Benarkah Menyisakan Trauma Seumur Hidup?

    Demokrasi di Pilkada itu Bukan Mencoblos, Tapi Memberikan Suara dan Bersuara

    Demokrasi di Pilkada itu Bukan Mencoblos, Tapi Memberikan Suara dan Bersuara

    Ilmu Bukanlah Alat untuk Mencari Kekayaan, Benarkah Intelektualitas Tidak Menjamin Kesuksesan?

    Ilmu Bukanlah Alat untuk Mencari Kekayaan, Benarkah Intelektualitas Tidak Menjamin Kesuksesan?

    hujan

    Mengeja Hujan

    Emotional Burnout

    Mengenali Emotional Burnout dan Tips Untuk Mengatasinya

    Sejauh Mana Kita Peduli Pada Hobi Orang Tua?

    Sejauh Mana Kita Peduli Pada Hobi Orang Tua?

    Gedung Kejaksaan Agung Dibakar, Om Jin Kembali Viral

    Gedung Kejaksaan Agung Dibakar, Om Jin Kembali Viral

    Review Singkat Karya Lengkap Nurcholish Madjid

    Review Singkat Karya Lengkap Nurcholish Madjid

    Bacon, Perintis Empirisme

    Bacon, Perintis Empirisme

  • Layanan
  • Agenda
  • Produk
No Result
View All Result
Kampus Desa Indonesia
No Result
View All Result
Home Opini

Isi Raport Siswa Selalu Membosankan Apapun Kurikulumnya. Mengapa?

Astatik Bestari by Astatik Bestari
12/07/2019
in Opini
1 0
3
Isi Raport Siswa Selalu Membosankan Apapun Kurikulumnya. Mengapa?
3
SHARES
4
VIEWS

0Shares
0

Laporan hasil belajar siswa seringkali hanya dilihat dari aspek kognisi. Aspek afeksi yang sejatinya justru mempunyai peran jauh lebih besar masih kerap dianaktirikan. Hal ini seharusnya menjadi perhatian bagi kita semua, baik orang tua, pendidik, maupun lingkungan sekolah. Apalah arti nilai angka setinggi langit jika tidak diiringi dengan akhlak yang mulia?

KampusDesa–Saya diingatkan oleh facebook bahwa empat tahun lalu saya pernah menulis status facebook begini,

“Masih berharap dan sedang mencari sekolah formal yang bisa memberi apresiasi kepada kemampuan siswa dalam mengaplikasikan ilmunya di kehidupan nyata yang nampak pada cara berakhlak mulia kepada sesamanya dan berakhalak mulia kepada Sang Khaliq melalui semangatnya untuk senang beribadah sosial dan ritual yang benar dan tepat.

Klise, melihat raport siswa yang cuma begitu-begitu saja yang dilaporkan kepada orang tua. Ya tentang nilai mata pelajaran matematika, IPA, IPS, Fiqh, al-Quran, dan lain-lain. Demikian itu sebagai tolak ukur bagi siswa, bahwa ia peringkat sekian dari sekian siswa dalam kelasnya.

Belum saya temukan report siswa yang mendefinisikan peringkat kelas siswa dengan tolak ukur yang antara lain; ia yang gemar sholat dhuha, taat pada aturan sekolah, menghormati guru, menyayangi teman dan nilai-nilai moral lainnya.

Sehingga (mungkin) akhirnya masih banyak moral-moral yang (sedikit) mengecewakan di masyarakat dan ternyata pelakunya include insan-insan yang dulunya rangking kelas.

Pendidik dan sekolah adalah salah satu tempat bersandarnya harapan orang tua agar anak-anaknya terdidik dan akhirnya menjadi makhluk-makhluk yang rohmatan lil ‘alamin.

Sadar betul, juga realistis tidak mudah menyusun instrumet penilaian semacam itu bagi para pendidik. Namun, menyadari bahwa pendidik dan sekolah adalah salah satu tempat bersandarnya harapan orang tua agar anak-anaknya terdidik dan akhirnya menjadi makhluk-makhluk yang rohmatan lil ‘alamin. Tidakkah instrument penilaian itu akan mudah disusun? Sekali lagi dengan mengingat, membayangkan tentang harapan orang tua yang disandarkan kepada pendidk dan sekolah.

Siswa-siswa itu memang sebagian besar waktunya di luar sekolah, lebih banyak di rumah dan lingkungan sekitarnya, tapi begitu hebatnya sekolah jika ia bisa memberi konstribusi besar terhadap kebaikan moral masyarakat dengan dimulai dari mengapresiasi ibadah sosial/ akhlak siswa juga ibadah ritual mereka dalam bentuk penilaian yang terukur dalam buku laporan siswa/ raport siswa”.

Tanggapan komentar dari akun atas nama Kentar Budhojo,

Pangkalnya dari orientasi kurikulum kita yang berbasis KKNI yang diimplementasikan dalam kurikulum berbasis kompetensi, membuat anak hanya seperti robot yang diperlukan dunia kerja, butuh kemampuan kerja yang terukur, yang kebanyakan hanya menyangkut pengetahuan (K3) dan kemampuan melakukan suatu kinerja standar (K4), sementara kaitannya dengan K1 (etika moral dan agama) dan K2 (kedewasaan dalam hidup bersosial di tengah manusia lain) kurang diperhatikan, atau malah tidak diperhatikan sama sekali.

Lalu saya tanggapi dalam komentar tersebut,

Pak, apa mungkin ya dunia kerja bisa diajak bekerjasama dalam hal ini, ya agar persyaratan untuk menjadi pegawai melalui proses penilaian ahlak, dan itu menjadi persyaratan utama?

Beliau menjawab,

karena “buruh” dianggap faktor produksi, atau lebih tepat “mesin produksi” yang penting kerja … kerja … kerja, tidak perlu akhlak karena menurut New Weberian … akhlak itu malah bisa menghambat kerja sebagai homo economicum.

Tanggapan saya,

Pak, berarti sistem pendidikan kita terjajah oleh gaya kapitalis? Orientasinya materi melulu. Padahal, materi juga akan mudah diperoleh dengan beretika yang baik. Kira-kira begitu?

Warna-warni kehidupan justru di hati bukan di otak.

Beliau yang menjabat dosen salah PTN di Malang ini membalas,

Panjenengan tidak merasakan? Standardisasi pendidikan menjadikan manusia kerja hanya untuk memenuhi standard yang kuantitatif, sementara itu pendidik yang mendidik dengan hatinya untuk menyentuh hati anak didiknya yang dilakukan dengan sepenuh hati dan dengan cara yang hati-hati semakin langka karena sistemnya dibuat semuanya serba otak, serba rasional, serba logis; yang berbasis feeling dikatakan cengeng; padahal warna-warni kehidupan justru di hati bukan di otak.

Selanjutnya ada komentar dari akun atas nama Isa Ansori yang profilnya menjelaskan bahwa beliau anggota dewan pendidikan Jawa Timur. Berikut ini komentarnya,

Itu kembali kepada gurunya apakah didalam membuat indikator penilaian memasukkan variabel variabel moral dalam penilaiannya, kebanyakan guru kita dalam penilaiannya hanya melihat faktor kognisi lupa di sisi afeksi, apalagi gak pernah ada guru membuat indikator yang memuat capaian afeksi, monggo dimulai dari kita sendiri dengan membuat RPP yang partisipatif sehingga indikator afeksi juga bisa kita buat sebagai pijakan penilaian.

Dan dilanjutkan komentar beliau berikutnya setelah mendapatkan komentar balasan dari Pak Kentar Budhojo,

Karena tuntutannya seperti itu mas Isa Ansori Motivator Pendidikan.

Guru adalah profesi mulia seperti profesinya para nabi, jadi guru harus pandai pandai menyelipkan kebenaran dan ideologi pendidikan yang menjadikan murid bermartabat dan bertanggung jawab.

Jawab Pak Isa Ansori,

Inggih bapak Kentar Budhojo, tapi sebetulnya ruang kelas itu kalau dipahami sebagai ladang jihad, maka guru tidak boleh seratus persen mengikuti aturan yang tidak baik dalam penilaian, guru adalah profesi mulia seperti profesinya para nabi, jadi guru harus pandai pandai menyelipkan kebenaran dan ideologi pendidikan yang menjadikan murid bermartabat dan bertanggung jawab, saya masih berkeyakinan kalau murid dilibatkan dalam proses perencanaan pembelajaran maka dia akan menjadi anak yang bertanggung jawab.

Nah, sampai sekarangpun tetap demikiankan? Raport siswa yang diterimakan tiap akhir semester, meskipun berorientasi pada pendidikan karakter ada KI-1 sebagai pengejawantahan nilai moral, tetap rasanya garing tidak berdampak kepada hasil laku yang berubah secara signifikan.

Editor: Faatihatul Ghaybiyyah

Tags: instansiKampus desakampus desa indonesiaPendidikanraportSekolahsiswa
Previous Post

Reformasi Pedagogy: Kunci Pendidikan Hadapi Revolusi Industri

Next Post

Analogi Jalan Normal vs Jalan Pintas

Astatik Bestari

Astatik Bestari

Aktif di komunitas penulis LISSAN (lingkar Studi Santri). Founder PKBM BESTARI Jombang. Sempat meraih juara tiga tingkat propinsi Jawa Timur dalam Jambore PNF tahun 2008 bidang lomba karya tulis tutor Paket B. Ketua bidang penelitian dan pengembangan HIMPAUDI Kecamatan Mojowarno Jombang.. Sehari-hari penulis berprofesi sebaga Guru MTs Darul Faizin Assalafiyah di Jombang.

Next Post
Analogi Jalan Normal vs Jalan Pintas

Analogi Jalan Normal vs Jalan Pintas

Comments 3

  1. Matrasit says:
    2 tahun ago

    Betapa akan sia-sia bilamana setiap kalimat yang terlontar dari lisan atau tertuang dalam lembaran kertas tiada mengandung hikmah dan nilai-nilai moral sebagaimana yang telah tertanamkan dalam segi-segi ajaran agama.
    Dari tangan kita para guru semestinya nilai-nilai yang luhur diteladankan dan dpesanmoralkani sehingga mampu menyentuh hati para murid yang sedang mencari keindahan dalam kebenaran.

  2. Astatik says:
    2 tahun ago

    Seharusnya begitu, Pak.
    Sayangnya guru juga dapat “pesanan” dari sekolahnya sehingga tugasnya tdk selalu sesuai dg nuraninya

  3. Astatik says:
    2 tahun ago

    Adakalanya guru tak berkutik ketika ada pesanan nilai dr tempat tugasnya

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Stay Connected test

  • 832 Followers
  • 79 Followers
  • 22.9k Followers
  • 99 Subscribers
  • Trending
  • Comments
  • Latest
Manajemen fakir, sukses mencapai kesederhanaan meskipun dengan bekal seadanya

Manajemen Fakir, Kiat Sukses dalam Keterbatasan

23/01/2021
Empat Pertanyaan Kunci Menulis Artikel Ilmiah

Empat Pertanyaan Kunci Menulis Artikel Ilmiah

20/06/2020
Merdeka Belajar, Sudah Siapkah Guru Kita?

Merdeka Belajar, Sudah Siapkah Guru Kita?

13/02/2020
Rasionalitas dan Harapan Penerapan Dana Desa

Peran BUMDes Sebagai Sarana Kemandirian Ekonomi Desa

24/08/2018
Kompetensi Tenaga Pendidik dalam Menghadapi Era Pendidikan 4.0

Kompetensi Tenaga Pendidik dalam Menghadapi Era Pendidikan 4.0

6
Surjan, Memaknai Jawa untuk Merayakan Indonesia

Surjan, Memaknai Jawa untuk Merayakan Indonesia

5
Rasionalitas dan Harapan Penerapan Dana Desa

Rasionalitas dan Harapan Penerapan Dana Desa

4
Seri Bisnis 1: MEMBANGUN ASET, Menyiapkan Menjadi Kaya dengan Pemasukan Pasif

Seri Bisnis 1: MEMBANGUN ASET, Menyiapkan Menjadi Kaya dengan Pemasukan Pasif

4
Iwak kali, sensasi lezat desa yang lezat

Kuliner Iwak Kali, Sensasi Lezat Menu Desa

27/01/2021
Manajemen fakir, sukses mencapai kesederhanaan meskipun dengan bekal seadanya

Manajemen Fakir, Kiat Sukses dalam Keterbatasan

23/01/2021
Interaksionisme simbolik, antara lonte dan merdeka belajar

Interaksionisme Simbolik; Antara Lonte dan Merdeka Belajar

22/01/2021
12 Ciri Anak dengan Autism yang Wajib Anda Ketahui

12 Ciri Anak dengan Autism yang Wajib Anda Ketahui

30/12/2020

Recent News

Iwak kali, sensasi lezat desa yang lezat

Kuliner Iwak Kali, Sensasi Lezat Menu Desa

27/01/2021
Manajemen fakir, sukses mencapai kesederhanaan meskipun dengan bekal seadanya

Manajemen Fakir, Kiat Sukses dalam Keterbatasan

23/01/2021
Interaksionisme simbolik, antara lonte dan merdeka belajar

Interaksionisme Simbolik; Antara Lonte dan Merdeka Belajar

22/01/2021
12 Ciri Anak dengan Autism yang Wajib Anda Ketahui

12 Ciri Anak dengan Autism yang Wajib Anda Ketahui

30/12/2020
Kampus Desa Indonesia

Kampus Desa adalah perwujudan cinta anak negeri sebagai bakti pada ibu pertiwi dan menjadi wadah belajar bagi masyarakat desa untuk mempertemukan ilmu pengetahuan dan kearifan lokal dalam bentuk produk ilmu dan perilaku budaya bangsa.

Follow Us

Browse by Category

  • Agenda
  • Dokter Rakyat
  • Gubuk Sastra
  • Indonesia Menulis COVID 19
  • Kita Belajar Menulis
  • Kopipedia
  • Kuliah Terbuka
  • Layanan
  • News
  • Ngaji Tani
  • Opini
  • Pendidikan Hari Ini
  • Produk
  • Psikologi Hari Ini
  • Refleksi
  • Sepak bola

Recent News

Iwak kali, sensasi lezat desa yang lezat

Kuliner Iwak Kali, Sensasi Lezat Menu Desa

27/01/2021
Manajemen fakir, sukses mencapai kesederhanaan meskipun dengan bekal seadanya

Manajemen Fakir, Kiat Sukses dalam Keterbatasan

23/01/2021
  • Tentang Kami
  • Kirim Tulisan
  • Tim Redaksi

© 2021 Kampus Desa - Designed with by Java Foundation

No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Opini
  • Layanan
  • Agenda
  • Produk

© 2021 Kampus Desa - Designed with by Java Foundation

Login to your account below

Forgotten Password?

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Go to mobile version