Childfree: Antara Kebebasan dan Kepantasan

327
SHARES
2.5k
VIEWS

Kampusdesa.or.id–Belakangan ini, ramai diperbincangankan istilah “childfree“. Bagi yang belum tahu, chilfree pengertian gampangnya adalah pasangan yang menikah namun memutuskan tidak memiliki anak. Gaya hidup ini mengalami tren peningkatan baik di Indonesia maupun luar negeri dengan berbagai alasan.

Beberapa alasan yang melatarbelakangi keputusan tersebut antara lain masalah personal, finansial, latar belakang keluarga, kekhawatiran akan tumbuh kembang anak, isu atau permasalahan lingkungan, hingga alasan terkait emosional atau maternal instinct.

RelatedPosts

Sebagaimana menurut Gita Savitri, alasan memutuskan tidak memiliki anak bersama pasangannya adalah karena adanya kekhawatiran jika nanti sebagai orang tua tak memiliki responsible, tahunya malah memberikan luka pada anak. Lain hal dengan Cinta Laura memutuskan hal serupa dikarenakan menilai bahwa populasi manusia di dunia sudah terlalu banyak. Sehingga ia lebih menyarankan untuk mengadopsi anak terlantar yang tidak mendapatkan kasih sayang.

Apapun alasan dan yang melatarbelakanginya, jika ditinjau dari kacamata hukum, keputusan ini memang sangat personal. Tidak menyalahi hukum pidana maupun perdata. Karena “memilih” merupakan hak setiap pasangan manusia. Akan tetapi, juga tidak menutup kemungkinan pasti akan memunculkan beberapa dampak persepsi sosial, seperti adanya stigma negatif dari masyarakat bahkan keluarga sendiri. Sehingga membuka kesempatan timbulnya tekanan di tengah-tengah masyarakat bagi pasangan dengan keputusan childfree.

Terkait hal ini, Dr. Tri Rejeki Andayani, S.Psi., M.Si., Psikolog Sosial dari Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta menuturkan bahwa pernikahan pada prinsipnya tidak hanya melibatkan dua individu saja, tetapi juga dua keluarga besar. Alhasil, keputusan untuk tidak memiliki anak sebaiknya disampaikan ke orang tua masing-masing..

Apabila keputusan tersebut tidak dapat diterima, tentu dapat menjadi tekanan sosial bagi pasangan. Namun, jika dapat diterima, maka pasangan akan lebih mudah menghadapi tekanan sosial dari masyarakat di luar keluarga.

Keputusan untuk tidak memiliki anak atau childfree ini tentu masih menjadi kontroversi di tengah masyarakat. Opsi childfree masih sulit diterima di Indonesia, mengingat kuatnya budaya patriarki dan juga masih bertahannya stigma sosial bahwa perempuan yang menikah harus memberikan keturunan pada suaminya. Selain itu sebagian menilai alasan untuk childfree bertentangan dengan norma-norma yang ada di Indonesia.

Perlu diingat manusia hidup tentu harus mengikuti norma-norma, tidak bisa hidup sesuai haknya dan bebas memilih apapun. Karena di dunia ini ada hal yang pantas diucapkan maupun dilakukan serta ada hal yang tidak pantas untuk diucapkan atau dilakukan, baik diatur dalam norma adat istiadat maupun norma agama. Khususnya dalam hal ini agama Islam yang mana agama dengan pemeluk mayoritas di Indonesia.

Lantas bagaimana pandangan childfree menurut agama Islam?

Sebagaimana seperti yang dilansir oleh situs NU Online, hukum childfree dalam kajian fiqih Islam jika merujuk pada dua hadits nabi adalah hukumnya tergantung pada praktiknya. Namun perlu diketahuoi bahwa serorang yang menikah namun dengan sengaja tidak mau memperoleh keturunan sama dengan menghilangkan keutamaan dari sebuah pernikahan. Di mana hal ini sangat bertentangan dengan anjuran Nabi Muhammad SAW.

Senada dengan itu, seorang Pendidik dan pemerhati isu Muslimah, Ustazah Elizabeth Diana Dewi mengatakan child free adalah konsep yang dicetuskan oleh para feminis yang menggaungkan politic of body atau politik tubuh. Sebuah konsep yang dibawa oleh para feminis radikal. Islam sebagai agama memiliki konsep sendiri dalam membangun keluarga. Konsep tersendiri yang tujuan utamanya adalah untuk beribadah kepada Allah SWT yang sama sekali berbanding terbalik dengan konsep child free yang berakar dari sekularisme.

Selain edukasi melalui konsep agama Islam, isu ini juga menjadi PR bagi konsep pengasuhan anak (parenting). Fenomena childfree ini hendaknya menjadi perhatian bagi semua pihak terutama para orang tua. Setiap orang tua hendaknya memperhatikan dan memperbaiki pola asuh yang mereka terapkan. Agar anak memiliki gambaran sebuah keluarga yang ideal hingga ia nanti memiliki rasa percaya diri dalam membangun keluarganya dan tidak condong mengikuti kelompok yang memilih childfree. []

Arsip Terpilih

Related Posts

No Content Available

Welcome Back!

Login to your account below

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.