Jangan Mudah Tertipu Aksesoris Keagamaan

326
SHARES
2.5k
VIEWS

Kita tidak boleh serta merta menganggap orang yang memakai sorban, jubah, tasbih, dan aksesoris keagamaan lainnya sebagai ulama. Perlu diadakan uji kelayakan dan kualifikasi keilmuan dalam dirinya.

Kampusdesa.or.id–Beberapa tahun yang lalu waktu penulis menimba ilmu di pesantren al-Utsmani, ada seorang yang mengaku keturunan KH. Kholil Bangkalan Madura datang dan berkunjung ke rumah nenek (Mbah) di Desa Jambeanom.

RelatedPosts

Mendengar pengakuan tersebut, sontak saja keluarga besar semua merasa tersanjung dan terhormat kedatangan seorang keturan kekasih Allah yang sangat populer di keluarga kami. Keluarga kami memang sangat ta’dzim (hormat) terhadap semua keturunan orang ‘aliim, karena kakek saya salah seorang yang menjadi santri pertama KH. Utsman Beddian. Tak ayal jika mereka sangat hormat dengan kedatangannya.

Sehari-harinya, ia hanya pegang tasbih di tangannya sambil mulutnya komat-kamit basah dengan untaian dzikir sehingga keluarga kami sangat percaya sekali dan tidak pernah terlintas kecurigaan sama sekali dalam benaknya. Selama lima belas hari lama, semua kebutuhan hidupnya dipenuhi oleh keluarga kami mulai dari kebutuhan makan sehari-hari, kopi, rokok, dan kebutuhan sekunder lainya.

Namun, semakin hari ia menunjukkan gelagat yang mencurigakan, ia kadang minta yang aneh-aneh dan tidak pernah shalat subuh. Akhirnya, penulis sebagai cucu yang sedikit diberi ilmu oleh Allah mulai mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan dengan beberapa opsi.

Kekewatiran penulis selama ini terbukti, nenek menghampiri penulis sembari berkata:

“Cong, mon can beknah beremmah, sapenah se e kandheng rowah e yenchemah lora se dheri Madhureh?/ Nak, menurutmu bagaimana, sapi yang dikandang itu mau dipinjam oleh lora yang dari Madura?” Tanyanya dengan penuh keyakinan. “Empon, mon lora ongghuen tak kerah entar ka sapeh-sapeh/ Jangan, kalau memang dia betul-betul lora, tidak mungkin akan membicarakan mengenai sapi.” Jawabku spontan.

Dengan kejadian itu, penulis mengorek biografi dan biodatanya secara mendalam, ternyata ia kebingungan untuk menjawabnya. Dengan halus dan dengan suara lembut penulis meminta saat itu juga, untuk berkemas dan angkat kaki dari rumah nenek.

Seminggu kemudian dari kejadian itu, ada kabar bahwa orang itu sudah ditangkap polisi karena berhasil mengelabui orang lain dengan tindak penipuan uang.

Dengan kejadian tersebut, penulis ingat nasehat Imam Syafi’i dalam kitab Diwan al–Syafi’ie karya Dr. Yusuf Syaikh Muhammad al-Baqi, hlm 138:

“Wa da’i alladziina idzaa atauka tanassakuu, wa Idza kholau fahum dziaabu khiraafi.”

Janganlah Anda pedulikan (mudah terpedaya dan tertipu) orang-orang yang datang bergaya sebagai ahli ibadah (memakai aksesoris keagamaan). Dan apabila mereka pulang, anggaplah sebagai orang yang sakit ingatan.

Artinya: “Janganlah Anda pedulikan (mudah terpedaya dan tertipu) orang-orang yang datang bergaya sebagai ahli ibadah (memakai aksesoris keagamaan). Dan apabila mereka pulang, anggaplah sebagai orang yang sakit ingatan.”

Karena sejatinya ulama itu sebagai mana yang difirmankan oleh Allah dalam al-Quran al-karim:

“Sesungguhnya orang yang takut kepada Allah SWT dari hamba-Nya adalah yang disebut sebagai ULAMA.” (QS. Fathir: 28)

Oleh sebab itu, kita tidak boleh serta merta menganggap orang yang memakai sorban, jubah, tasbih, dan aksesoris keagamaan lainnya sebagai ulama. Perlu diadakan uji kelayakan dan kualifikasi keilmuan dalam dirinya.

Arsip Terpilih

Related Posts

Welcome Back!

Login to your account below

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.