• Call: +62 858-5656-9150
  • E-mail: [email protected]
Education Blog
  • Home
  • Artikel
    6 Jenis Konsentrasi yang Mempengaruhi Keberhasilan Belajar Anak

    6 Jenis Konsentrasi yang Mempengaruhi Keberhasilan Belajar Anak

    Semua Orang Adalah Guru Bagi Siswa Merdeka Belajar

    Semua Orang Adalah Guru Bagi Siswa Merdeka Belajar

    Media Sosial dalam Pembelajaran: Masih Relevankah Penolakan?

    Media Sosial dalam Pembelajaran: Masih Relevankah Penolakan?

    Mental Passenger, Problem Laten Dunia Pendidikan Kita

    Mental Passenger, Problem Laten Dunia Pendidikan Kita

    Pandemi COVID-19 Mampu Membangun Percaya Diri dalam Melaksanakan Belajar Dari Rumah

    Pandemi COVID-19 Mampu Membangun Percaya Diri dalam Melaksanakan Belajar Dari Rumah

    Korupsi Merajalela, Pendidikan Harus Bagaimana?

    Korupsi Merajalela, Pendidikan Harus Bagaimana?

    Peran Pemuda dalam Mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

    Peran Pemuda dalam Mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

    Menanya Ulang Tujuan Pendidikan Modern

    Menanya Ulang Tujuan Pendidikan Modern

    Mengenali Emotional Burnout dan Tips Untuk Mengatasinya

    Mengenali Emotional Burnout dan Tips Untuk Mengatasinya

    Trending Tags

    • Opini
      • Psikologi Hari Ini
      • Pendidikan Hari Ini
      • Refleksi
      • Gubuk Sastra
      • Sepak Bola
  • Agenda
  • Hari ini
  • Profil Kami
No Result
View All Result
Kampus Desa Indonesia
No Result
View All Result
Home Opini

Masyarakat Kampung Bertanya, Benarkah Pancasila Tanda Tanya?

Hasan Abdillah by Hasan Abdillah
March 27, 2022
in Opini
186 14
0
Masyarakat Kampung Bertanya, Benarkah Pancasila Tanda Tanya?
Share on FacebookShare on Twitter

Pengenalan Pancasila sebagai kekuatan jiwa bangsa, apakah tidak luput dari keraguan? Saat berbenturan dengan iman, Pancasila dianggap berhala, termasuk bendera. Kesemuanya menjadikan musyrik. Tetapi, Pancasila merupakan ideologi yang terbukti mengikat bangsa ini menjadi satu dalam keanekaragaman dari Sabang sampai Merauke. Apakah Pancasila sudah benar tercamkan di mentalitas anak bangsa?

Aku belum lama mengenal tanggal 1 Juni, jika ternyata 1 Juni adalah hari lahir Pancasila. Mengapa? Banyak sebab. Selain karena sewaktu berada di jenjang sekolah SD, SMP hingga SMA, aku terbilang murid yang kurang berhasrat dengan mata pelajaran PKN. Dugaanku juga karena minimnya masyarakat indonesia yang melek sejarah. Bahkan hampir tidak ada di forum lingkar diskusi kecil ataupun besar yang membahas habis tentang Pancasila.

Praktis, saya kira hal ini secara nggak langsung menjadi sebab tidak banyak kalangan yang paham dengan ada apa di tanggal 1 Juni. Faktor lain, kita tahu, walaupun semasa SD, SMP hingga SMA tiap seminggu sekali melalui ceremonial upacara kita selalu membaca teks Pancasila. Namun, itu hanya sekedar teks. Belum pada arah bagaimana mengaktualisasikan teks Pancasila kepada konteks nilai ber-manusia dan bernegara.

Melalui ‘Keppres’nya, setelah mengkaji berbagai macam historis yang ada, Pak Jokowi menetapkan tanggal 1 Juni sebagai hari lahir Pancasila. Instrumen momentum itu ternyata mampu berdampak signifikan untuk memicu reaksi public.

Ngomongkan soal 1 Juni, baru baru ini publik diuntungkan oleh peran Pak Jokowi. Tepatnya di satu tahun yang lalu. Melalui ‘Keppres’nya, setelah mengkaji berbagai macam historis yang ada, Pak Jokowi menetapkan tanggal 1 Juni sebagai hari lahir Pancasila. Instrumen momentum itu ternyata mampu berdampak signifikan untuk memicu reaksi publik. Di tanggal itu, dari mulai pemerintah kota, provinsi hingga pusat semua mengadakan upacara ceremonial peringatan harlah Pancasila. Begitu juga di sebagian kalangan masyarakat, mereka nampak mulai ikut-ikutan memperingati harlah Pancasila, walau hanya melalui sosmed yang dimilikinya. Juga akhirnya yang awal mula tidak paham sejarah Pancasila, sedikit banyak mulai mencari tahu sejarah Pancasila.

Sebelumnya, dari hasil -sinauku- di luar bangku sekolah, soal Pancasila setidaknya ada dua versi yang membicarakan kelahiranya. Pertama pada tgl 1 Juni 1945 –sebelum Bung Karno diangkat menjadi Presiden– beliau menyampaikan sambutan dalam forum sidang ‘Dokuritsu Junbi Cosakai’ atau BPUPKI. Beberapa isi sambutanya membahas tentang dasar negara yang kemudian disimbolkan dengan kata Pancasila.

Kedua, pada 18 Agustus 1945 melalui sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), dimana sidang tersebut menetapkan dan mengesahkan UUD 1945, yang di dalamnya tercantum teks Pancasila. Sehingga pada tgl 18 Agustus 1945 Pancasila resmi berperan sebagai dasar ideologi bangsa Indonesia.

Namun sudahlah, poin sejarah itu mungkin cukup sebagai pengetahuan saja. Karena hasil pengkajian pemerintah mungkin lebih tajam hingga menetapkan di tanggal 1 sebagai harlah Pancasila. Sebab, di luar kedua versi lahirnya pacasila diatas, setelah ditetapkannya 1 Juni sebagai harlah Pancasila, dibalik itu ada hal penting yang patut diulas lebih mendalam.

Sudahkah Pancasila berperan sebagai representasi perilaku bangsa Indonesia? Lalu sudah paham dan mampukah masyarakat kita ini menerapkan nilai Pancasila dalam bermanusia serta bernegara? Atau jangan-jangan hanya cukup berlaku sebatas slogan semata? Lebih parahnya lagi jika ternyata hanya dimanfaatkan sebagai momentum untuk berpura-pura Pancasila?

Siang kemarin, aku sedang merenovasi rumah. Terdengar keras di telingaku ada beberapa warga kampung depan rumah terlihat sedang asik ngobrol. Termasuk bapakku ikut larut dalam obrolan itu. Mereka nampak serius membicarakan momentum peringatan harlah Pancasila. Sembari aku meneruskan aktifitasku merenovasi rumah, ada sepenggal kata-kata dalam obrolan warga itu yang sampai saat ini masih terngiang dalam ingatanku,

Hallah, masjid, gereja sudah nampak semakin sepi. Atau kalau gak gitu jemaahnya momentuman. Pejabat hanya ke masjid kalau pas waktu butuh pencitraan. Gitu katanya Ketuhanan Yang Mahaesa”

“Hallah, masjid, gereja sudah nampak semakin sepi. Atau kalau gak gitu jemaahnya momentuman. Pejabat hanya ke masjid kalau pas waktu butuh pencitraan. Gitu katanya Ketuhanan Yang Mahaesa (kebetulan yang ngmong itu beragama Kristen).” Warga lain pun menjawab, “benar, kalau dilihat, semakin banyak orang yang tak percaya terhadap Tuhannya masing-masing. Masak sesama agama saling menghujat. Lalu adu domba antar agama saling main hukum menghukum. Belum lagi soal Persatuan Indonesia, huweleh faktanya para pejabat elit hingga penggede-penggede bangsa ya pecah belah, padahal masyarakat yang di kampung-kampung ini lo ya tentram adem ayem. Kok mereka pada ribut dengan sendirinya (terjemahan bebas dari diskusi Bahasa Jawa).”

Hal di atas dirasa cukup representatif jika dibenturkan dengan realitas aktualisasi Pancasila sekarang. Seperti yang baru-baru ini terjadi, adanya pembubaran organisasi anti Pancasila. Iya organisasinya sudah bubar, namun para pelaku dan anggota-anggotanya masih mengidap ideologinya secara penuh, kan percuma namanya. Mereka bakal tetap leluasa mendakwahkan misinya menolak dan membubarkan sistem yang sudah berjalan di Indonesia. Sampai-sampai sekian bulan yang lalu negara tak henti-hentinya mendapat serangan adu domba, yang anti Pancasila dakwah kesana kemari menghasut warga untuk membubarkan Pancasila, yang pancasilaisme bubar membubarkan pengajian yang berbau radikal dan anti pancasila. Ini kan lucu, sesama warga negara Indonesia, namun beda ideologi. Akhirnya saling beradu strategi dan perang dingin tak terelakkan terjadi.

Ngobrol dan diskusi bareng mencarikan solusi secara baik-baik, membicarakan bagaimana enaknya dan jalan tengahnya. Kan katanya Persatuan Indonesia. Biar rakyatnya yang di bawah ini enak melihatnya. Rukun, saling mendukung kan menentramkan hati jika begitu.

Mbok ya yang anti Pancasila sadar diri. Ini negara Indonesia, bukan Arab. Juga yang Pancasilaisme bisa mengerti, kalau menghilangkan kaum miring anti Pancasila tidak harus dengan tindakan represif. Kalau memang punya KTP, pentolan-pentolan mereka diundang ke istana negara, atau ke meja paripurna DPR. Ngobrol dan diskusi bareng mencarikan solusi secara baik-baik, membicarakan bagaimana enaknya dan jalan tengahnya. Kan katanya Persatuan Indonesia. Biar rakyatnya yang di bawah ini enak melihatnya. Rukun, saling mendukung kan menentramkan hati jika begitu.

“Jika tidak begitu, pada akhirnya, mau buat apa ada peringatan harlah Pancasila? Manfaatnya juga apa? Bahayanya lagi, kesaktiannya bisa-bisa malah hilang. Jika ternyata yang memperingati hanya sebatas ceremonial upacara tanpa ada tindak lanjutnya.” begitu unek-unek warga kampung depan rumah saya.

Kini warga indonesia sana-sini sudah terlanjur pada berlomba menyuarakan jargon ‘Saya Indonesia, Saya Pancasila’. Pertanyaannya, mau dibawa kemana Pancasila setelah 1 Juni ini selesai? Dan tindak lanjut jargon-jargon itu bagaimana? Atau memang benar jika, “Pancasila Tanda Tanya?”

Mari saling menjawab, dalam hati, juga dalam berperilaku.

Tags: 1 junikelahiran pancasialapancasial
Previous Post

Semarakkan Ramadhan dengan Literasi Keuangan Syariah

Next Post

Menulis, Salah Satu Cara Keluar dari Jebakan Psikologis

Hasan Abdillah

Hasan Abdillah

RelatedPosts

Era Berperilaku Baik dalam Dunia Pendidikan
Opini

Era Berperilaku Baik dalam Dunia Pendidikan

by Astatik Bestari
November 24, 2022
0
24

Kampusdesa.or.id -- Pernahkan kita mendengar larangan begini, "jangan sering absen mengajar, nanti diiri guru yang lain!" Larangan ini sering  diperdengarkan...

Read more
Kawula muda  bijaklah dalam bermelodi, karena musik itu sugesti
Opini

Kawula muda bijaklah dalam bermelodi, karena musik itu sugesti

by Maulana Arif Muhibbin
March 30, 2022
0
212

Ini tentang musik, sifatnya yang universal terkadang mereduksi pemikiran rasional. Lantas bagaimana dengan hal yang bersifat emosional? Bisa dibilang musik...

Read more
Apakah Olimpiade Tokyo 2020 Paling Ramah Gender ? Simak Fakta Berikut
Lifestyle

Apakah Olimpiade Tokyo 2020 Paling Ramah Gender ? Simak Fakta Berikut

by Nur Aisyah Maullidah
March 25, 2022
0
204

SOBAT! YUK FLASHBACK SEJENAK KE GELARAN OLIMPIADE OLAHRAGA DUNIA TAHUN 2020. PADA MOMENT ITU TOKYO MENJADI TUAN RUMAH YANG MENYELENGGARAKAN...

Read more

Discussion about this post

Archive Artikel

Most commented

Gagalnya Makalah sebagai Tugas Kuliah

Balewiyata-Unisma; Situs Toleransi Gereja-Pesantren di Malang

Waspadai Kandungan Boraks atau Garam Kuning

Balewiyata dan Gus Dur; Situs Toleransi Malang yang Perlu Dirawat

Rembug Komunitas; Gusdurian Malang Tawarkan Peluang Menjadi Aktifis Penggerak

Metode Pemberdayaan Imamah; Mengubah dari Sense of Budgeting ke Sense of Benefit

Kampus Desa Indonesia

Kampus Desa Indonesia

Jl. Raya Candi VI-C Gang Pukesmas No. 4 RT 09 RW 06 Karangbesuki, Sukun, Kota Malang

SK Menkumham No. AHU-01356.AH.02.01 Tahun 2016

Tags

Agenda (36) Aktual (7) Desa Giat (2) Desa Unggul (3) Dokter Rakyat (45) Gubuk Sastra (10) Hari ini (3) Indonesia Menulis COVID 19 (82) Kearifan Lokal (8) Kelas Ekoprinting (3) Kelas Motivasi (1) Kita Belajar Menulis (66) Kopipedia (5) Kuliah Desa (10) kuliah hari ini (2) Kuliah Terbuka (133) Layanan (9) Lifestyle (1) Magang (1) Ngaji Tani (18) Opini (317) Pendidikan Hari Ini (73) Produk (27) Psikologi Hari Ini (126) Refleksi (27) Sepak Bola (6) Uncategorized (147) Wacana (1) World (1)

Recent News

Gagalnya Makalah sebagai Tugas Kuliah

Gagalnya Makalah sebagai Tugas Kuliah

March 27, 2023
Balewiyata-Unisma; Situs Toleransi Gereja-Pesantren di Malang

Balewiyata-Unisma; Situs Toleransi Gereja-Pesantren di Malang

March 8, 2023

© 2022 Kampusdesa.or.id - Designed with 💕 RuangBit.

No Result
View All Result
  • Home
  • Artikel
    • Opini
      • Psikologi Hari Ini
      • Pendidikan Hari Ini
      • Refleksi
      • Gubuk Sastra
      • Sepak Bola
  • Agenda
  • Hari ini
  • Profil Kami

© 2022 Kampusdesa.or.id - Designed with 💕 RuangBit.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In