Rabu, Oktober 8, 2025
Google search engine
Beranda blog Halaman 106

Sambal Bledeg Mbak Atik

0

Sambel Bledeg, sukses menciptakan rasa dan sensasi pedas seperti tersambar petir (bledeg). Sambal ini diolah dan diracik dengan menggunakan rempah-rempah pilihan yang khas dari berbagai daerah di Indonesia.

Ada jenis Teri, Bawang, Lombok Ijo dan Klotok.

Untuk pemesaran, silahkan hubungi nomer WA 085732427633. Sudah nyampek Wamena loo Sambel Bledeg Mbak Atik ?

Nasi Kotak Sabillah

0

Nasi kotak adalah nasi putih beserta lauk untuk satu orang yang dibungkus kotak dari karton beralas kertas, agar bisa dibawa dan dimakan di tempat lain. Nasi kotak bukan nama jenis makanan melainkan cara mengemas makanan.

Pembukaan Sarasehan Tani, Bupati Pasuruan Berikan Apresiasi Tinggi

0

KampusDesa New_Sarasehan Tani telah resmi malam ini (28/07/2017). Acara yang dibuka secara langsung oleh Bupati Pasuruan Irsyad Yusuf, SE,. MMA ini berjalan sangat meriah. Berbagai penampilan dari warga setempat menjadi salah satu rangkaian acara pembukaan, seperti seni beladiri pencak silat dan atraksi obor. Hal ini menandakan bahwa Desa Jatiarjo memang pantas dijadikan sebagai tuan rumah bertemunya para stakeholder petani dari segala penjuru.

Seperti yang dikemukakan Kepala Desa Jatiarjo Sareh Rudianto, dalam sambutannya Sareh menyampaikan Sarasehan tani dilakukan di jatiarjo karena mengacu kepada sumberdaya manusia dan letak geografis di Jatiarjo yang di anggap strategis.

“Acara ini merupakan gebrakan baru untuk menghadirkan inovasi-inovasi progesif guna mengentaskan problematika pertanian. Semakin menyempitnya lahan pertanian merupakan problematika pertanian saat ini, selain labilnya harga pasar dari hasil panen tani. Saya berharap, dengan bertemunya para pemerhati pertanian di Desa kami, dapat memberikan dampak baik terhadap perkembangan pertanian ke depan,” Ungkap Sareh.

Sementara itu, Komuitas Averroes sebagai penyelenggara acara Sarasehan Tani, diwakili Soetomo, M.Sos dalam kesempatan sambutannya turut menyampaikan keprihatainnanya terhadap sektor pertanian.

“Sektor pertanian kini mengalami penurunan yang luar biasa dalam hal produktivitas, diperparah lagi dengan jumlah lahan yang semakin berkurang. Dengan terlaksananya sarasehan tani ini saya berharap para stakeholder, pelaku pertanian dan seluruh masyarakat lainnya dapat bersinergi untuk menjawab segala problematika pertanian yang ada,” Ucap Soetomo selaku Direktur Komunitas Averroes.

Kegiatan Sarasehan Tani ini memang disinyalir dapat melahirkan gagasan-gagasan baru tentang pertanian. Pasalnya, bertemunya para stakeholder pertanian di Desa Jatiarjo merupakan hal yang tepat. Berkat usaha keras Komunitas Averroes untuk mengadakan acara ini, Desa Jatiarjo mampu mengoptimalkan segala potensi alamnya, serta memberdayakan sumber daya manusia yang ada. Hal itu seperti yang disampaikan Irsyad Yusuf, SE,. MMA dalam sambutan penutupnya.

“Desa Jatiarjo juga sebagai salah satu desa yang selalu saya banggakan dengan berbagai inovasinya. Salah satunya melihat masyarakat desa sini yang mampu memaksimalkan potensi alam dan juga potensi masyarakatnya untuk menyelenggarakan acara ini. Saya juga menaruh apresiasi penuh kepada Averroes yang telah berhasil mempertemukan berbagai stakeholder pertanian di Desa ini, “Tutur pria yang akrab disapa Gus Irsyad ini. (HA)

Modernisasi Desa, Kebutuhan atau Peminggiran

0

Semenjak era kepemimpinan kabinet kerja Ir. Jokowi, nampak desa mulai mendapatkan perhatian secara masif. Beberapa terobosan dilakukan oleh pemerintah untuk terus meningkatkan kemajuan desa, di antaranya terdapat pendamping desa yang di terapkan oleh Kementrian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Dari sektor pembiayaan, anggaran pemerintah desa juga sudah mulai meningkat dan hal lainnya lagi. Faktor kerentanan (kerawanan) masyarakat desa yang memang menjadi titik sentral kemandekan juga nampak mulai berkembang, yang dulunya menggunakan alat-alat tradisional kini telah mulai menggunakan alat-alat modern.

Namun, jika berbicara soal pengentasan keterpurukan, realitas menyatakan bahwa masyarakat desa dalam skala umum masih menjadi problematika kesejahteraan yang paling utama. Di Indonesia, secara geografis hanya memeliki dua macam tipe daerah; daerah agraris dan daerah pesisir atau laut. Tanah dan laut adalah dua konteks kekayaan yang dimiliki oleh Indonesia. Tak dapat dipungkiri, dua macam type ini kemudian yang menjadi tumpuan kehidupan masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Masyarakat yang  berada di daerah pesisir laut mayoritas tertinggi akan berprofesi sebagai nelayan. Masyarakat yang berada di daerah agraris mayoritas tertinggi akan berprofesi sebagai petani. Dan hal ini telah menjadi sebuah tradisi turun menurun, hingga pada era saat ini.

Hal ini sebenarnya sah-sah saja, namun akan menjadi sebuah keterpurukan jika masyarakat desa hanya mengandalkan tradisi turun menurun. Sebab, era saat ini arus modernisasi yang semakin melambung, akan menggerusnya setiap saat jika masyarakat desa secara kapasitas sumber dayanya masih terbatas. Jika mengklasifikan lagi modernisasi kebanyakan lahir dari orang yang memiliki sumber daya mumpuni, sedangkan masyarakat desa lebih mengandalkan hal yang bersifat tradisional, dan tentunya dengan keyakinan turun menurun yang diwariskan oleh orangtuanya. Terlebih kondisi ini di perparah dengani perasingan pasar yang semakin bebas nan ketat, maka masyarakat tradisional secara perlahan telah termarginalisasi keberadaannya.

Dapat dilihat, perusahaan ataupun pabrik besar saat ini sudah mulai melirik tanah-tanah yang berada di daerah agraris pedesaan. Pembangunan pabrik PT. Semen Indonesia di Kendeng Rembang Jawa Timur salah satu contohnya, semua orang mengetahui bahwa pembangunan yang dilakukan akan sangat berdampak terhadap para petani di sekitarnya, dan tentunya bersifat merugikan para petani. Lagi di daerah Agraris Kota Batu, dahulu Kota ini sangat terkenal dengan buah Apelnya, namun maraknya pembangunan wisata dan Home Stay, hunia bagi para wisatawan, di Kota Batu ternyata sangat berdampak terhadap para petani Apel, sebab suhu yang semakin panas akibat pembangunan menjadikan buah Apel tak mau tumbuh dengan baik lagi. Sehingga banyak petani Apel yang kini beralih pada bentuk tanaman-tanaman lain yang hasilnya tak sebesar sewaktu menanam Apel.

Lalu, daerah pedesaan pesisir. Dr. Bagong Suyanto (Anatomi Kemiskinan:2013) mengatakan, “dibandingkan dengan daerah agraris, daerah ini umumnya merupakan kantong-kantong kemiskinan struktural yang acapkali lebih kronis. Sebagian besar masyarakat nelayan yang bertempat tinggal di daerah pesisir umumnya memiliki taraf kesejahteraan hidup sangat rendah dan tak menentu”. Tentu bagi sebagian besar nelayan hal ini telah menjadi ketentuan yang harus di terima.

Jika menelisik sedikit, lagi-lagi arus modernisasi secara tidak langsung menggerus kesejahteraan hidup masyarakat pesisir. masyarakat yang masih menggunakan peralatan melaut tradisional menghasilkan tangkapan ikan yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan peralatan modern. Belum lagi soal keterbatasan biaya dalam mengelola hasil tangkapan ikan, juga persaingan pasar yang masyarakat pesisir relatif pasrah dengan harga dari tengkulak, sebab keterbatasan sumber daya manusia untuk berani melakukan terobosan-terobosan penjualan yang dapat dikatakan rendah.

Realitas ini, sejatinya tak boleh terus menerus terjadi. Banyak fakta yang mengungkap ketimpangan ini. Tentang kebijakan pemerintah yang justru salah sasaran, tidak diterima oleh yang seharusnya berhak untuk menerimanya. Selain itu tentang program-program penanggulangan kemiskinan yang digulirkan juga hanya bagus di tingkat rencana, belum sampai pada taraf pelaksanaan. Sebenarnya hal ini sudah menjadi pandangan umum, dan mungkin dapat dikatakan krisis. Banyak anak dari seorang petani atau nelayan yang diberangkatkan untuk menimba ilmu ke luar daerahnya, namun seusai menimba ilmu mayoritas jarang yang mau kembali ke desa dan membantu mensejahterakan masyarakat desanya. Dan hal inilah sebenarnya akar persoalan yang membuat keterpurukan masyarakat pinggiran semakin berkepanjangan.

Dalam keadaan seperti ini, masyarakat kota lah yang diuntungkan. Sebab secara kondisi geografis, masyarakat kota atau lebih tepatnya saya mengatakan masyarakat modern jauh keberadaanya dengan masyarakat desa, dan mayoritas memiliki pendidikan lebih di banding masyarakat desa. Mayoritas mereka pun selalu berkumpul dengan orang yang berpendidikan pula, sehingga ketimpangan sosial pun semakin nampak terlihat. Ironisnya lagi, banyak orang tidak memahami hal ini, entah karena dasar gengsi atau sudah merasa taraf sosialnya berbeda. Sehingga untuk bersentuhan dengan masyarakat pinggiran secara langsung menjadi suatu hal yang bias.

Jika hal ini terus berkelanjutan, maka Indonesia sedang dalam kondisi pertarungan. Bukan pertarungan ideologi apalagi politik, melainkan pertarungan antara masyarakat tradisional dengan masyarakat modern. Memprihatinkan bukan? Akan semakin memprihatinkan jika seorang yang sudah memiliki tingkat keilmuan lebih, ternyata enggan kembali ke desa untuk berupaya meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat desa. Lalu siapa yang akan menang jika pertarungan ini terus berlangsung? Masyarakat modernkah? Atau masyarakat tradisional? Modern yang belum tentu jelas asalnya dari indonesia, atau tradisional yang sudah jelas asal kelahirannya dari tanah indonesia?

Batu, 17 April 2018

Kapan Seharusnya Karir Itu Dirintis?

0

Ya, kapan seharusnya karir itu dapat dirintis. Sebagian kalangan terdidik, karir dapat dirintis setelah mendapat ijazah yang menurutnya bergengsi dan bisa mendapatkan pekerjaan dari lembaga penyedia kerja. Mereka yang lolos seleksi pada akhirnya yang menang memulai karir di sebuah perusahaan, atau lembaga lain yang menggajinya. Tetapi mereka mesti menunggu umur di usia lulus sarjana S-1. Sebagian ada yang lulus SMA dan SMK yang bisa diterima di sebuah perusahaan dan lain sebagainya?

Jika tidak semata tergantung pada ukuran formal sekolah, kapan sih sebenarnya karir generasi itu dapat dimulai? Apakah generasi yang tidak mengandalkan sekolah formal tetap bisa merintis karir? Atau pertanyaan lanjutannya, apakah karir melulu diukur dari kepemilikan ijazah dan setelah itu baru menentukan nasib karir dari ijazah tersebut? Coba kita cermati dulu, pemilik perusahaan facebook merintis aplikasi jaringan sosial yang merajai sistem jejaring global di dunia interner, mencetuskan sistem aplikasi sebelum dia lulus sarjana S1.

Mark Zuckerberg yang belajar di universitas Harvard, menemukan cikal-bakal facebook yang hari ini merajai halaman internet di komputer atau handphone ketika dia masih kuliah. Ada juga seorang yang ketika belum lulus SMA sudah memulai berbisnis tahu. Meski pada awalnya merasa terpaksa, tetapi saat memasuki kuliah, dia sudah memiliki pabrik tahu kecil-kecilan. Cerita ini saya peroleh di Pesantren Rakyat Sumberpucung Kabupaten Malang. Hal ini mengingatkan saya semasa hidup di usia sekolah menengah yang menyukai uji-coba membikin pesawat radio dan tape-recorder dan merakit sendiri. Saya tidak sendiri. Saya belajar dari kawan seusia yang juga belajar belajar otodidak perakitan elektronika sehingga menghasilkan perangkat radio FM dan perangkat tape recorder. Waktu itu, dia sudah mulai ada pesanan untuk reparasi radio, termasuk saya di usia sekolah menengah atas. Belajar otodidak ini sejalan juga dengan pelajaran elektronika. Saya berusaha mencari sumber pengetahuan dari buku sekolah untuk saya cocokkan dengan teknik merakit radio atau tape.

Teman saya kemudian menekuninya hingga mengambil sejumlah kursus elektronika sehingga dia jadikan tumpuhan hidupnya hingga sekarang. Dia sudah bisa mencari nafkah melalui pemberian jasa reparasi elektronika, sementara saya tetap hidup dalam kelas tanpa mendapat pemasukan. Dia tentu semakin mahir dengan otodidaknya dan saya tenggelam dengan ilmu pendidikan. Berdasarkan pengalaman ini, sejatinya ketrampilan diri sebagai miniatur karir dapat dimulai sejak usia sekolah menengah atas. Sejumlah penelitian juga membuktikan bahwa orientasi karir dan pengambilan keputusan karir menuju masa depan sudah terbentuk sejak SMA (Halida, 2014; Aisyah, 2015) dengan nilai kapasitas berkisar 50 sd 70 persen. Ini menggambarkan sebenarnya pemikiran dan keputusan merancang masa depan sudah mampu diambil sejak usia sekolah menengah atas. Berpijak dari trend karir yang sudah muncul sejak SMA, niscaya karir sebenarnya sudah bisa dibentuk sejak dini yang mampu meningkatkan kesempatan sukses lebih awal daripada menunggu legitimasi ijazah, tetapi hal itu seolah tidak mampu diwujudkan apalagi bagi yang berlanjut hingga mengambil studi strata-1

Ada catatan menarik yang saya baca di tempo.co (diunggah pada Rabu, 04 Mei 2016 | 18:49 Wib). Angka pengangguran di Indonesia pada tahun terakhir 2016 mencapai 7,02 juta orang. Pengangguran meningkat justru pada lulusan kejuruan (9,05 % ke 9,84 %) dan sarjana S-1 (5,34 % ke 6,22 %).[1] Semakin tinggi akses pendidikan warga negara seharusnya semakin lebar peluang serapan kerja untuk generasi Indonesia, tetapi mengapa hal itu berbanding terbalik ? Padahal kesiapan orientasi masa depan dan inisiasi karir sudah bisa dibangun sejak usia setera SMA, bahkan di SMA telah ada mata pelajaran bimbingan karir. Ada beberapa hal yang perlu dibenahi sejak SMA antara lain;

Pertama, bimbingan karir merupakan pendidikan yang tidak sebatas bermuatan akademik dengan semata berpaku pada wawasan karir. Bimbingan karir berorientasi memaksimal bakat sekaligus memberikan keleluasan remaja untuk membangun kepercayaan diri terhadap bakat yang dimiliki. Para generasi didorong untuk mengungkapkan apa yang disukai dan diberi kesempatan untuk mengembangkan sesuai dengan target yang ditentukan sendiri. Pembelajaran karir dengan demikian menggunakan pendekatan praktis yang mengutamakan kreatifitas dan inovasi bakat.

Kedua, pembelajaran sebaiknya juga memberikan praktik bukan semata-mata mengambil cara hanya bekerja di sebuah lembaga yang pakemnya sudah ditentukan berdasarkan standar, tetapi para generasi difasilitasi untuk mencipta, apalagi jika mereka juga difasilitasi mengembangkan kreasinya untuk dipublikasikan ke khalayak. Cara seperti ini akan melahirkan kepercayaan diri karena ada ruang untuk menghargai atau mengapresiasi potensi pembelajar. Cara seperti ini terbukti dapat dilakukan oleh sejumlah remaja yang memiliki bakat dan minat yang kuat terhadap suatu karya. Kita banyak tahu, penelitian yang terkait dengan hasil karya kreatifitas remaja lahir dari pikiran-pikiran anak-anak setingkat SMP dan SMA. Dalam arti kata, mereka sudah mempunyai kemampuan daya cipta. Bahkan saya mendengar, ada lampu pijar otomatis yang dapat menjadi cadangan ketika listrik di rumah padam, lahir dari tangan-tangan remaja-remaja sekolah menengah kejuruan.

Ketiga, lingkungan karir adalah lingkungan yang harus dibangun oleh guru dan sekolah, bahkan dapat bekerjasama dengan organisasi, lembaga atau perusahaan yang mampu memfasilitasi unjuk karya, bukan menampung kerja mereka setelah mereka lulus. Pembelajaran karir dengan demikian tidak cukup hanya memberikan wawasan tentang karir tetapi menciptakan lingkungan yang berkesinambungan agar karya bisa diproduksi dan dipamerkan ke khalayak umum. Lingkungan karir memberikan peluang karya anak-anak bisa dikenal oleh pasar dan proses belajar adalah aktifitas inovasi atas minat-minat yang dikembangkan oleh mereka.

Berdasarkan pemikiran tersebut, pertanyaan di judul artikel ini dapat dijawab bahwa karir dapat dirintis semakin matang ketika remaja yakni menginjak tingkat sekolah menengah atas karena mereka sudah memiliki kesadaran tentang karir. Ada tantangan yang cukup berat adalah menyelaraskan kesadaran karir tersebut agar berkesinambungan dengan penguatan karya sebagai miniatur karir bagi setiap pembelajar sehingga pengetahuan yang dipelajarinya relevan dengan kesadaran karir. Melalui pemahaman baru ini, saya optimis, pengangguran terdidik dapat dicegah karena mereka tidak tergantung pada penerimaan kerja dari lembaga, organisasi atau perusahaan tertentu, tetapi didorong mereka berinisiatif membangun karir dengan daya kuasa yang berkemandirian.

Referensi hasil penelitian dan website

Aisyah, Siti (2015) Hubungan self esteem dengan orientasi masa depan pada siswa SMA kelas XI di SMA Negeri 3 Malang. Undergraduate thesis, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim ; Malang

Halida, Arfin Nurma (2014) Hubungan konsep diri dengan pengambilan keputusan karier siswa kelas XII SMKN 1 Jenangan Ponorogo tahun ajaran 2013-2014. Undergraduate thesis, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim : Malang

https://m.tempo.co/read/news/2016/05/04/173768481/bps-pengangguran-terbuka-di-indonesia-capai-7-02-juta-orang. Rabu, 04 Mei 2016 | 18:49 WIB

[1] https://m.tempo.co/read/news/2016/05/04/173768481/bps-pengangguran-terbuka-di-indonesia-capai-7-02-juta-orang. Rabu, 04 Mei 2016 | 18:49 WIB

Bakat dan Kesuksesan

0

Bakat adalah kemampuan tertentu yang dimilik seseorang dengan ciri-ciri bahwa dia akan bisa mewujudkan menjadi kenyataan dan kemampuan itu diterima atau diakui oleh orang lain sehingga disebut unggul dari orang kebanyakan. Bakat bisa muncul sejak kecil. Setiap orang sebenarnya menyimpan bakat tetapi kebanyakan bakat itu banyak diabaikan karena dianggap tidak penting, bahkan ada juga yang dicaci maki karena dianggap menggangu. Ada anak atau remaja yang sukanya melukis, tetapi oleh orangtuanya dianggap tidak berguna dan bahkan dilarang oleh karena mengganggu belajar. Ada orang tua yang ekstrem/kaku dan sering memaki aktifitas anak/remaja yang unik dengan kata-kata, “le le, nggumbar-nggambar ae terus kapan sinaumu.” Beberapa orang tua ada saja yang begitu.

Perlu diketahui, beberapa percobaan yang muncul karena adanya bibit bakat, biasanya unik, aneh dan berbeda dengan lingkungan sekitar. Terkadang keanehan itu semakin nyata karena harapan orang tua atau orang-orang sekitar bertolak belakang dengan anak-anak atau remaja. Harapan yang tidak sejalan dengan kenyataan menciptakan kekagetan bagi orang tua. Suatu misal, anak yang lebih suka corat-coret atau bermain cat; remaja yang lebih suka mengotak-atik sepeda motor terkadang dicaci maki oleh karena aktifitas tersebut dianggap tidak penting dan mengganggu saja. Anggapan yang salah kaprah tersebut sering memicu konflik antara orang dewasa dengan remaja atau anak-anak. Perbedaan sudut pandang inilah yang menimbulksn respon kontradiksi dan keterkejutan kedua belah bpihak sehingga remaja atau anak-anak demi menyalurkan bakatnya harus mencuri-curi waktu atau kesempatan di luar pantauan lingkungan orang-orang yang melarangnya. Kesukaan yang sebenarnya berakar dari sebuah bibit bakat tetapi ketika tidak diakui biasanya saluranya lebih tidak terbimbing dan mengakibatkan pilihan-pilihan yang menyimpang. Atau, jika bakat itu tidak kunjung mendapatkan apresiasi dan pengakuam sejak dini, ia akan berkembang menjadi aktifitas yang kontraproduktif.

Cikal bakal kesuksesan

Seorang mahasiswa jurusan psikologi memiliki bakat fotografi. Dia mengasah kesukaan fotrografinya melalui saluran unit kegiatan jurnalistik. Kira-kira apa yang dipilih sebagai pekerjaannya setelah lulus? Menjadi pekerja/pegawai dengan status pekerjaan yang seirama seperti menjadi HRD, Konselor, Terapis, Assessment Center (pusat tes-tes psikologi) atau sama sekali bukan mengambil pekerjaan yang selalu sama persis lulusan sarjana psikologi. Selain itu, ada contoh lagi mahasiswa yang memiliki bakat menulis, tetapi lulusan psikologi. Pertanyaannya sama, apakah dia memilih bekerja sebagai asisten peneliti, konselor, atau pekerjaan psikologi lain yang umum diambil oleh lulusan psikologi.

Sarjana lulusan psikologi pertama memilih mendirikan studio foto dan kedua merintis bisnis dengan memusatkan pada model bisnis online. Lulusan pertama yang punya studio foto memiliki kepiawaian untuk mengolah hasil-hasil fotografi dari sudut pandang psikologi. Keistimewaan fotonya dapat dijelaskan dengan kaidah-kaidah psikologi. Bahkan dia menyukai khusus fotografi anak-anak dengan segala keunikannya sebagai anak. Dia kemudian merambah ke videografi. Sarjana psikologi yang kedua, dia mengembangkan bakat menulisnya untuk memperkaya konten (isi) websitenya dengan renyah dan mudah dipahami serta menukilkan isi bisnisnya dengan tulisan-tulisan mempengaruhi.

Apa yang perlu digarisbahawi dari sedikit contoh tersebut. Bakat harus dihargai. Ketika ia mendapatkan tempat dan semakin diakui, harga diri orang tersebut semakin meningkat. Harga diri penting agar seseorang berpikir positif terhadap bakat sebagai potensi yang dimiliki. Selain itu, dia akan semakin tahu dirinya sendiri dan bagaimana merawat apa yang dipunyai. Karena seseorang yang bekerja karena bakat, dia akan cenderung lebih menyukai dalam kurun waktu yang lama. Bakat yang terus dipupuk, dia akan berguna untuk hidupnya. Bahkan dia akan dapat dijadikan sebagai pilihan karirnya. Bakat yang diapresiasi akan melahirkan generasi yang berkarya atas dasar potensi dirinya dan dapat dijadikan sebagai salah satu karir dalam hidupnya.

Orang yang berbakat akan lebih memiliki jiwa inovatif, pantang menyerah, dan kemauan kuat untuk selalu mengembangkan apa yang dimilikinya menjadi semakin lebih baik. Orang yang berbakat akan lebih senang dengan proses-proses yang panjang untuk menemukan sesuatu yang lebih berarti, jika itu berbuah karir hidup, orang-orang berbakat akan menjadi pencipta-pencipta pekerjaannya. Sadarkah tentang bakat kita. Jika kita sudah menyadari, belajarlah terus menerus untuk mengasah bakat anda menjadi semakin baik. Hasil-hasil uji coba tersebut bisa dipamerkan ke orang lain. Perlahan-lahan, karya-karya kita akan menjadi diakui oleh orang lain, dan disitulah cikal bakal karir bisa dirintis. Oleh karena itu, belajar mandiri (otodidak) sangat dianjurkan bagi mereka yang berbakat, tetapi biasanya, ketika bakat itu dihargai dan diakui oleh lingkungan sekitar, para pemilik bakat itu biasanya selalu mempunyai kreasi untuk belajar secara mandiri. Mencari-cari bagaimana agar bakatnya bisa berkembang menjadi lebih baik untuk memenuhi kepuasan aktual anak atau remaja.

Bakat akan lebih berpeluang sebagai perintisan karir jika mampu menggabungkannya dengan kemampuan lainnya, bahkan dengan jalur akademik yang ditempuhnya. Biasanya, jalur akademik kita banyak yang tidak sejalan dengan bakat kita sehingga bakat kita berjalan sendiri tanpa sejalur dengan jalur akademik kita. Tidak dengan contoh kasus dua lulusan sarjana psikologi tadi. Seorang yang bakat fotografi pada akhirnya mampu menggabungkan psikologi sebagai salah satu sudut pandang memperkaya karya-karya fotografinya. Misalnya dia bisa menerapkan bidikan fotografi anak yang disesuaikan dengan sudut pandang psikologi perkembangan anak. Kreasi-kreasi tersebut justru meningkatkan kualitas hasil-hasil fotonya dan diminati konsumen. Sedangkan yang berbakat menulis, isi tulisannya bernuansa psikologi sehingga memberikan sentuhan sendiri karena websitenya dapat menjadi sebuah web bisnis yang persuasif (memiliki pengaruh) untuk meningkatkan pengetahuan orang lain. Nuansa psikologinya menjadi begitu kuat.

Marilah menempatkan anak-anak dan remaja yang punya bakat untuk terus-menerus diapresiasi (dihargai). Jika mereka terfasilitasi dengan baik, suatu waktu semoga mereka akan bisa menemukan bakat istimewanya menjadi rintisan karir. Orang tua, guru dan masyarakat perlu untuk melihat dan mendukung dengan cara-cara positif. Mendampingi mereka agar bakat tersebut pada akhirnya dapat bermanfaat untuk karir mereka. Selalu hubungkan antara bakat mereka dengan jalur akademiknya.

Bahkan guru dapat menjadikan bakat anak atau remaja sebagai salah satu pijakan belajar yang dapat digali dan dikembangkan dari berbagai disiplin keilmuan di sekolah. Peran guru yang seperti ini akan membantu menemukan jalan baru bagi anak-anak atau remaja agar mereka bisa memanfaatkan keilmuannya untuk mengembangkan bakatnya sedemikian rupa sehingga mereka akan lebih mandiri dengan bakatnya. Ketika sudut pandang keilmuan mendukung bakatnya, diharapkan anak-anak semakin terlatih bisa berkarya sesuai dengan bakatnya dan akhirnya mereka bisa mengembangkan karir dari bakat-bakat tersebut. Wallahu A’lam Bi Al-Showab.

Menjadi Pemuda Inspiratif

0

Apa toh kok seringkali mendengar kata “inspiratif.” Inspiratif adalah ucapan dan tindakan kita yang mampu menciptakan dan mendorong orang lain tergugah memiliki kesadaran atau kemauan baru menuju ke arah yang lebih baik. Sebuah kata dan tindakan inspiratif selalu memiliki dampak bagi orang sekitar. Inspirasi seperti sebuah kata-kata dan tindakan yang meninggalkan jejak ingatan atau tiruan yang dilakukan oleh orang lain. Inspirasi selalu bermakna positif.

Oleh karena itu kadang inspirasi tidak serta merta dapat dilakukan oleh setiap orang. Berbeda dengan contoh negatif yang dapat dilakukan oleh banyak orang dan ditiru secara lebih mudah. Inspiratif adalah sifat yang dimiliki oleh seseorang yang ide dan tindakannya membangkitkan orang lain untuk bergerak melakukan hal-hal baru dan mencapai tujuan yang baik. Menjadi pemuda inspiratif berarti sosok yang ide dan tindakannya berpengaruh terhadap orang-orang di sekitarnya. Ucapan dan tindakannya mampu mendorong orang lain berubah atau setidaknya membekas di orang-orang yang ingin melakukan hal baik dan perubahan diri.

Susah atau tidak sih menjadi pemuda inspiratif. Menginspirasi orang lain memang bukan sesuatu yang terjadi begitu saja dan cepat (instan). Ada sebuah pendapat bahwa menjadi sosok inspiratif itu memang bawaan dari seorang yang memiliki karisma. Menurut saya, karisma itu bisa muncul jika ide-ide dan tindakan kita memang memiliki bobot positif dan semakin hari diikuti atau ditiru oleh orang-orang di sekitar kita. Namun, itu butuh dilatih dan berproses terus menerus dalam waktu tertentu.

Lalu, bagaimana cara menciptakan inspirasi tersebut. Yah, kita bisa melakukan hal-hal baik dan mengajak orang lain untuk bersama-sama melakukan tindakan yang baik itu. Ketika ajakan tersebut diterima, berarti ide dan tindakan kita diikuti oleh orang lain, maka sebenarnya kita sudah belajar untuk menjadi pribadi inspiratif. Jadi, menjadi pribadi inspiratif adalah memiliki gagasan dan tindakan baik lalu hal itu bisa disampaikan dan dihubungkan ke orang lain. Lantas, orang lain mau bekerjasama atau secara mandiri melakukan tindakan baik tersebut untuk kebaikan-kebaikan selanjutnya. Ketika gagasan dan tindakan kita membekas bagi orang lain dan hal itu ditiru menjadi sebuah perubahan ke arah yang lebih baik, itulah yang disebut inspiratif. Pribadi inspiratif perlahan-lahan akan lebih menonjolkan karisma.

Namun, gagasan dan tindakan yang disebut sebagai inspiratif bukan sebuah dorongan pamrih. Berbeda jika hal itu dilahirkan dari sebuah pamrih semata. Jika semata-mata itu pamrih, maka apa yang diikuti oleh orang lain hanya akan berbuat kekecewaan atau hilangnya kepercayaan orang lain. Reaksi itu muncul karena apa yang dianggap baik dan diikuti orang hanya menguntungkan seorang diri, bukan demi kemaslahatan orang banyak atau menumbuhkan perubahan terhadap orang lain.

Bagaimana agar kita mulai bisa terlatih menjadi pribadi inspiratif ? Ada beberapa teknik agar kita bisa mulai terlatih menjadi pribadi inspiratif di lingkungan kita sendiri ? Pertama, kemampuan setiap diri memunculkan gagasan baik yang mudah bisa diikuti oleh orang lain. Siapa saja yang akan mengikuti ? Ya, bisa teman-teman yang ada di sekitar kita sehari-hari. Gagasan yang diikuti biasanya merupakan jawaban atau solusi atas kebutuhan orang-orang yang ada di sekitar kita. Semakin gagasan kita mudah diterima dan kemudian dijadikan sebagai patokan orang lain, maka diri kita bisa disebut sebagai pribadi inspiratif.

Selain gagasan, kedua, ada juga perbuatan yang awalnya kita ciptakan sendiri, lantas bermanfaat atau berdampak pada kemaslahatan orang-orang yang ada di sekitar kita. Perbuatan ini kemudian dilakukan oleh orang lain untuk memenuhi kebutuhannya sendiri atau untuk dikembangkan pada orang-orang yang ada di sekitar kita. Contohnya yang lazim terjadi adalah mengenai kegiatan ekonomi atau bertani. Suatu ketika, ada seorang yang menanam cabe dengan sistem vertikultural, lalu sejumlah orang ikut meniru cara tersebut. Semuanya sekampung akhirnya meniru cara bercocok tanam tersebut. Bahkan akhirnya sekampung ada yang memiliki kekhasannya untuk produk unggulannya oleh karena awalnya hanya dimulai dari satu atau dua orang keluarga, selanjutnya karena dirasa memiliki manfaat positif dan menguntungkan, maka orang lain perlahan-lahan mengikuti jejaknya. Inilah yang disebut tindakan inspiratif. Apa yang kita ciptakan diterima dan diikuti oleh orang lain. Contoh lain, saat kita bermain sepak bola dengan dua orang teman di halaman terbuka, perlahan-lahan ada orang yang melihat dan kemudian ikut bermain, maka kita bisa disebut sebagai orang yang menginspirasi.

Ketiga, terbuka/inklusif. Ide/gagasan atau tindakan baik kita tidak akan menjadi inspirasi bagi orang lain jikalau kita sendiri tidak menjadi pribadi yang terbuka, bahkan harus proaktif untuk bisa berbaur dengan orang-orang di sekitar kita. Menurut Glenn dan Stephanie (2011) yang ditulis di jurnal pengembangan kepemimpinan dan organisasi berjudul leading to inspire others: charismatic influence or hard work, terbuka/inklusif disebut sebagai dimensi yang tercakup pada connecting dan leading. Artinya, sosok yang mampu terhubung dengan orang lain dan mampu menyalurkan gagasan dan tindakan itu pada orang lain. Contohnya, gagasan dan perbuatan baik itu dapat kita sampaikan pada orang lain dan orang lain tersebut secara bersama-sama bisa melakukannya, kita pun juga bisa menerimanya keterlibatan orang lain.

Menjadi pemuda inspiratif setidaknya dijiwai oleh tiga hal tersebut, memiliki gagasan baik, kemampuan mencipta dan mengajak orang lain melakukannya, serta terbuka/inklusif. Menjadi pemuda inspiratif dapat dilahirkan dari kampung ke kampung. Kesempatan ini dapat diciptakan dengan memfasilitasi keinginan pemuda dan mengapresiasikannya menjadi kegiatan atau bahkan produk unggulan anak muda. Pemuda inspiratif tidak lahir secara alamiah (begitu saja). Mereka bisa didorong dan diwadahi dari pilihan-pilihan positif mereka. Namun, kebanyakan layanan atau wadah yang disediakan bagi para pemuda sangat terbatas, bahkan diabaikan oleh berbagai layanan struktural (pemerintahan) maupun kultural (masyarakat sendiri).

Oleh karena itu, orang-orang yang memiliki kepedulian terhadap jiwa sehat pemuda, memfasilitas minat dan bakat anak muda menjadi salah satu cara melahirkan sosok-sosok pemimpin berbakat di bidangnya. Tetapi, ketika mereka diabaikan dan hanya difonis nakal setelah sebuah peristiwa yang tidak baik meresahkan, kita hanya menyalahkan mereka tanpa memberikan dorongan dan memfasilitas kemauan mereka sebelumnya. Untuk itu, mendorong gerakan menghidupkan karang taruna, perkumpulan pemuda bertalenta (berbakat), aktifitas olah raga, seni dan lain sebagainya, seharusnya akan selalu perhatian dari para pemangku kepentingan, seperti perangkat pemerintahan, tokoh masyarakat ataupun tokoh agama. Menumbuhkan lahirnya pemuda inspiratif adalah mendorong lahirnya calon pemimpin unggul.

REMAJA, PEMUDA, DAN AREK NOM

0

Tiga kata di atas boleh jadi membingungkan kita. Apa bedanya ? Ketiganya bisa dibedakan tetapi juga tipis bedanya. Saya ingin menguraikan itu berdasarkan pengetahuan saya dari hasil internalisasi diksi tersebut melalui pemahaman psikologi dan budaya sehari-hari. Remaja dan pemuda adalah padanan yang secara usia kronologis dalam psikologi dimasukkan pada rentang usia 12 sampai dengan 19 tahun. Remaja dan pemuda, menurut undang-undang perlindungan anak, ia termasuk kategori anak-anak yang belum sampai berusia 18 tahun.

Oleh karena itu, remaja dan pemuda boleh jadi masih membawa perkembangan mental anak-anak. Hal inilah yang kemudian sering diistilahkan remaja atau pemuda berada dalam usia transisi secara kepribadian. Usia remaja atau pemuda adalah masa dimana mereka berusaha menyempurnakan kematangan kepribadiannya yang telah dibangun sejak ia kecil. Dianggap transisi, masa remaja atau pemuda adalah masa dimana dua tarik ulur antara konsep internal diri seseorang dengan dinamika lingkungan sosial begitu kencang menjadi badai yang mengguncang apakah pemuda itu akan memilih berkembang secara produktif atau kontraproduktif.

Penyebutan pemuda, kadang yang kita lihat sosoknya melebihi usia 19 tahun. Begitu juga sebutan arek nom, tidak mengacu batasan usia itu. Sebutan itu mengisyaratkan api semangat maju (progresif), memiliki kekuatan pantang menyerah, bahkan mampu “menabrak” hambatan yang menghalangi kemajuan. Biasanya, sering ada orang yang mengatakan, “lek urusane sing abot-abot iku, ben urusane sing nom-nom ae.” Pemuda, arek nom bermakna mengemban amanat dan tanggungjawab terhadap urusan yang menantang, dan diyakini pemuda atau arek nom-lah yang berani mengambil peran progresif (maju). Pemuda, arek nom adalah pejuang bagi sebuah perubahan.

Makna demikian membutuhkan pribadi tangguh yang sudah dibibit sejak usia remaja untuk matang dimaknai sebagai pemuda atau arek nom. Bagaimana menyiapkan agar mereka menjadi tangguh, berdaya juang, dan sehat sehingga memiliki kemampuan menjadi pelaku di garda terdepan yang penuh percaya diri. Kesiapan ini tentunya berhadapan dengan aneka problematika remaja, pemuda atau arek nom yang pada akhirnya merusak, menjadi pribadi merugi, dan jatuh pada kejahatan dan perilaku kontraproduktif.

Pada rubrik selanjutnya, marilah kita mendiskusikan, mencurahkan pengalaman, berbagi pengetahuan dan mengembangkan nilai-nilai yang dapat diserap untuk membangkitkan daya dukung agar remaja, pemuda dan arek nom siap belajar menjadi lebih maju dan berkualitas. Silahkan para pembaca untuk bertanya, berkonsultasi dan berbagi pengalaman untuk saya ulas kembali agar bisa disajikan ke pembaca melalui artikel dalam rubrik psikologi remaja.