Positif Youth Development, Mencerdaskan Remaja melalui Pemberdayaan Komunitas

334
SHARES
2.6k
VIEWS

Biarkan para remaja tahu betapa berharganya mereka bagi Bangsa Indonesia, dengan segala cara bebaskan remaja dari virus ke sia sian. Arung jeram kejahiliaan peradaban 4.0 mesti dinetralisir melalui kegiatan ekstra sekolah yang humanis dan konstruktif.

Kampusdesa.or.id- “Remaja” adalah fase transisi menuju dewasa, gaya hidup egosentris, liar dan tak kenal takut merupakan bagian dari jiwa mereka yang sedang mencari identitas diri. Kemampuan berfikir rasional dan gelora antusiasme yang kuat merupakan karunia baru bagi remaja setelah melewati masa kanak kanak. Namun karunia tersebut dapat berubah menjadi keburukan apabila termanipulasi oleh lingkungan yang ugal ugalan.

RelatedPosts

Lagi lagi kita harus mereview ulang bahwa remaja dipengaruhi oleh tiga hal, yang pertama adalah pola asuh orangtua, lingkungan dan teman sebaya. Sekolah adalah lapangan yang kondusif untuk merawat akal sehat remaja untuk tetap visioner mempersiapkan masa depannya. Dalam konteks sekolah, Fungsi orangtua dapat diwakili oleh guru , lingkungan dapat disiasati dengan membentuk komunitas belajar atau kegiatan di sekolah dan pelatihan peer counseling sehingga dapat mengarahkan hubungan teman sebaya kepada hal yang tidak beresiko. Salah satu pendekatan untuk mensukseskan hal tersebut ialah Positive Youth Development (PYD). Pendekatan positif pada perkembangan remaja bertujuan untuk menciptakan kesempatan kesempatan bagi remaja berdasarkan kekuatan (Strengt) mereka. Program yang dapat membuat remaja terkoneksi dengan sesama dan lingkungannya serta mengasah life skill sebagai bekal ke tahap dewasa nantinya.

Karakteristik Remaja berbeda dengan anak SD. Rentang usia remaja ialah saat anak berusia 12-17 th. Berdasarkan konsep biologis ditandai ketika anak sudah mengalami mimpi basah pada anak laiki laki dan mentruasi pada anak perempuan. Saat usia tersebut anak di Indonesia pada umumnya sedang mengenyam pendidikan di bangku SMP dan SMA, atau jenis pendidikan lainnya berupa Madrasah, Boarding school dan Pondok Pesantren.

Data dari berbagai sumber berita tahun 2018 tercatat  kasus tawuran antar pelajar naik dari 11 persen menjadi 14 persen. Survei demografi tahun 2017 mengungkapkan umur mulai minum alkohol sebesar 70 persen didominasi anak berusia 15-19 tahun. Riset tahun 2017 menyebutkan bahwa ada 43,7 juta gamer di Indonesia dan 2,7 juta player diindikasikan kecanduan game online. Info terbaru dari Kominfo dari 142 pengguna internet terdapat 30 Juta anak millenial aktif bermain game setiap harinya. Dalam kasus lain, dari 500 remaja di lima kota besar Indonesia, 33 persen remaja pernah melakukan seks penetrasi. Beberapa sajian fakta tersebut cukup kiranya menggambarkan bahwa permasalahan remaja di negeri ini harus terus ditekan baik secara preventif dan kuratif. Siswa yang terjerumus dalam lingkaran kenakalan remaja pasti diantara ketiga komponen yaitu pola asuh, lingkungan dan teman sebaya ada yang tidak beres!.

Maka melalui program PYD diharapkan memiliki dampak preventif terhadap kenakalan remaja. Penelitian Systematic review of positive youth development oleh Bonell dkk tahun 2016 menjelaskan bahwa PYD didefinisikan sebagai kegiatan pendidikan berbasis relawan (voluntary) yang bertujuan untuk meningkatkan komponen perkembangan positif bagi remaja dalam hal kecakapan (skill), sikap kesopanan (attitudes), hubungan (relationships) dan identitas diri. Definisi lain meyebutkan bahwa PYD  merupakan kegiatan pendidikan diluar jam sekolah untuk membangkitkan aset perkembangan remaja seperti resiliensi, sosial, emosional, kognitif, kompetensi moral, determinasi diri, spiritualitas, kepercayaan diri, percaya terhadap masa depan dan terlibat dalam aktivitas pro sosial. Berbagai macam aset tersebut dapat dilatih melalui berbagai wadah, seperti keluarga atau komunitas lokal.

PYD didefinisikan sebagai kegiatan pendidikan berbasis relawan (voluntary) yang bertujuan untuk meningkatkan komponen perkembangan positif bagi remaja dalam hal kecakapan (skill), sikap kesopanan (attitudes), hubungan (relationships) dan identitas diri.

Hasil penelitian Jelice dkk tahun 2005 menunjukkan PYD dapat memprediksi kontribusi yang lebih tinggi dan menurunnya tingkat perilaku berisiko. Schwartz dkk 2010 menggambarkan  PYD bertindak sebagai faktor protektif untuk perilaku berisiko, khususnya merokok dan penggunaan ganja. Sementara di Malaysia, riset tahun 2018 menyatakan kelekatan teman sebaya dari 677 responden melalui konsep PYD terbukti memiliki hubungan positif dengan religiusitas dan aktifitas pro sosial.

Positif youth Development selain memiliki efek pencegahan, dapat juga menjadi proses promotif untuk mengalihkan remaja dari kesempatan berperilaku negatif. Kecenderungan remaja yang menjauhi orangtua karena ingin bebas membuat mereka lebih terbuka terhadap relasi pertemanan sebaya. Sehingga perlu diciptakan ruang antara remaja dengan dunia sosial mereka salah satunya dengan pembentukan komunitas di sekolah. Konformitas pada usia remaja menjadikan lingkungan komunitas sebagai sarana yang tepat dalam pembentukan psiko-sosial, termasuk identitas dan penanaman nilai moral dan spiritual.

Konformitas pada usia remaja menjadikan lingkungan komunitas sebagai sarana yang tepat dalam pembentukan psiko-sosial, termasuk identitas dan penanaman nilai moral dan spiritual.

Bukankah hampir di sekolah SMP-SMA sudah ada komunitas atau kegiatan ekstrakulikuler? Iya, memang kegiatan komunitas ektrakulikuler menjadi unggulan namun hal itu hanya sebagai embel embel pemanis bahwa sekolah itu maju dan memiliki banyak fasilitas, setelah remaja lulus, efek dari kegiatan ekstra tersebut nihil tak berbekas. Komunitas yang ada disekolah rata rata masih kering, belum menerapkan konsep PYD. Remaja mengatur dan mengeksekusi kegiatan komunitas mereka sendiri tanpa ada pembinaan dan monitoring yang jelas dari guru, itulah kecacatan sebagian komunitas kita. Disisi lain, pembinaan jika hanya berorientasi pada hasil popularitas perlombaan dan kompetensi skill, tanpa ada pembinaan kepribadian remaja yang terstruktur dan berkelanjutan, itu sama saja dengan mentraining siswa menjadi buruh, kering!

Pembinaan jika hanya berorientasi pada hasil popularitas perlombaan dan kompetensi skill, tanpa ada pembinaan kepribadian remaja yang terstruktur dan berkelanjutan, itu sama saja dengan mentraining siswa menjadi buruh, kering!.

Remaja merupakan masa dimana kretitiftas tak terbendung, tenaganya tak berujung. Sayang jika masa remaja tidak dimaksimalkan dengan baik. Remaja adalah tunas, tunas yang baik pasti akan tumbuh menjadi pohon yang kuat, sedang tunas yang cacat sudah pasti hanya menumbuhkan pohon yang rapuh dan tak berbuah. Perbedaan kegiatan ektrakulikuler atau komunitas lokal pada umumnya dengan konsep PYD terletak teknis fase dan area yang dicanangkan. Fase PYD yang pertama ialah persiapan konsep program, kedua adalah impelementasi program dan ketiga monitoring berkelanjutan. Disetiap fase terdapat fokus area, eksekutor, aktifitas spesifisik dan strategi kedepan atau evaluasi. Sederhananya, PYD membungkus kegiatan komunitas untuk remaja dengan memaksimalkan prinsip ekologi perkembangan manusia, sangat disiplin, target perubahan psikologis jelas, team fasilitator yang koperatif berkomitmen melakukan evaluasi pada hasil akhir kegiatan.

Sederhananya, PYD membungkus kegiatan komunitas untuk remaja dengan memaksimalkan prinsip ekologi perkembangan manusia, sangat disiplin, target perubahan psikologis jelas, team fasilitator yang koperatif berkomitmen melakukan evaluasi pada hasil akhir kegiatan.

Remaja perlu pendampingan, berbeda dengan orang dewasa yang sudah memiliki kesadaran penuh atas target belajarnya. Mendengarkan aspirasi remaja dan menghargai apa yang disuarakan oleh remaja merupakan proses penting dalam PYD, sebab remaja merupakan masa transisi dari anak anak menuju dewasa. Perlu diketahui , positif youth development tidak terlalu fokus dalam bidang permasalahan remaja , melainkan  fokus pada apa yang dibutuhkan remaja untuk tumbuh.

Dalam proses pendampingan pun ada seninya, guru pasti akan menyampaikan materi sebaik mungkin agar mudah diterima oleh siswa. Hal itu bagus, namun akan lebih sempurna apabila dalam proses evaluasi dibarengi penciptaan  kesadaran kritis,  dimana remaja mengerti untuk apa ia belajar materi tersebut dan bagaimana materi tersebut menjadi bermakna bagi siswa. Kesadaran akan kebutuhan belajar lebih mudah dimunculkan ketika remaja mampu menulis konsep cita cita di masa depan dengan spesifik dan penuh komitmen.

Akan lebih sempurna apabila dalam proses evaluasi dibarengi penciptaan  kesadaran kritis,  dimana remaja mengerti untuk apa ia belajar materi tersebut dan bagaimana materi tersebut menjadi bermakna bagi siswa.

Jika anda sempat mengikuti, pada tanggal 10 Oktober 2019 lalu, HIMPSI memperingati hari kesehatan mental sedunia dengan tema “ Working Together to Prevent Suicide “ , salah satu pencegahan dari kasus bunuh diri adalah dengan memberi ruang bicara pada teman atau kerabat yang sedang memilik masalah. Ruang curhat, ruang berbincang untuk melampiaskan keresahan remaja adalah sasaran vital yang tidak boleh kosong. Ruang ini menjadi perhatian penting PYD, dimana remaja harus memiliki teman atau ruang yang nyaman untuk menumpahkan keluh kesahnya, melalui itu diharapkan terjadi penguatan dan self evaluation pada remaja itu sendiri.

Remaja perlu dibesarkan hatinya, jangan melulu dianggap remeh apalagi selalu dilabeli  anak baru gede (ABG). Pemuda merupakan sumber dan partner yang dapat menghasilkan kontribusi besar dalam segala hal. Pendekatan PYD mangajak semua kalangan untuk berkolaborasi bersama remaja, dalam artian melibatkan remaja dalam kegiatan komunitas. Contohnya Komunitas Jurnalistik sekolah bekerjasama dengan dinas sosial mengadakan sekolah calistung gratis bagi anak jalanan. Selain melibatkan berbagai kalangan warga, kegiatan tersebut mampu menyadarkan empati, apa dan bagaimana mereka bertanggung jawab dalam ranah kehidupan bermasyarakat.

Disadur dari Student Mentoring, Departmenet Of Education and children service, Goverment of South Australia terdapat tiga komponen dalam penerapan PYD, diantaranya adalah kelekatan (Enggagement), ketersambungan (Connectedness), Persiapan (Preparedness).

“ Saya merasa dianggap ada ”,  ungkapan tersebut adalah bentuk engagement yang berhasil terbentuk. Dalam wadah komunitas, suara pemuda bagaimanapun kualitasnya perlu mendapat apresiasi setidaknya diterima atau ditolak dengan cara terhormat. Hal tersebut perlu dilakukan agar supaya rasa “ ingin berpartisipasi ” pemuda terhadap kegiatan komunitas  tetap terjaga. Berilah pemuda kepercayaan untuk terlibat mengambil keputusan dan bertanggungjawab atas konsekuensi pilihannya. Sehingga pemuda akan merasa benar benar memiliki  “ nilai “ di dalam komunitasnya

Krisis identitas pada pemuda diawali dengan kebingungan pemuda tentang “ peran “ apa yang sesuai untuk mereka. Maka untuk menyetabilkan kebingungan tersebut, pemuda butuh terkoneksi dengan keluarga dan komunitas yang dapat diajak untuk berkolaborasi dalam ranah sosial yang luas. Hal ini akan membangun identitas pemuda, efikasi diri, meningkatkan kepekaan terhadap sesama dan menjadi stimulus berfikir ke arah masa depan,  ini lah yang disebut dengan Connectedness.

Komponen terakhir ialah Preparedness persiapan. Persiapan yang dimaksud adalah pengembangan kemampuan pemuda berupa life skill untuk menuju kehidupan dewasa. Life skill yang dimaksud mencakup ranah kompetensi kognitif, sosial, emosional , kejuruan dan budaya. Life Skill tentu diajarkan melaui program dan tenaga didik yang ahli di bidangnya. Ketika remaja telah melakukan persiapan tersebut dengan baik, maka ia akan memiliki kemampuan untuk menghadapi perbedaan dan menyelesaikan target hidupnya. Komponen ini banyak berhasil dicapai oleh lembaga sekolah yang elit, dalam artian pihak sekolah dan komite siswa memiliki komitmen dan kesepatakan  untuk membayar iuran yang tidak kecil jumlahnya  demi kelengkapan kebutuhan sarana pendidikan yang terbaik.

Ketiga komponen positive youth development nampak efektif jika diterapkan dalam komunitas baik berupa ektrakulikuler atau lembaga remaja lokal. Kenapa menekankan Komunitas? Kenapa remaja harus cerdas?.

Komunitas amoral lebih menarik dan masif dibumbui kecanggihan teknologi informasi 4.0 daripada komunitas yang  mempromosikan kebaikan. Parahnya, remaja kita mematok baik buruknya sebuah perilaku kelompok bukan dari konsekuensinya melainkan sebarapa enjoy dia dalam aktifitas tersebut.

Rusaknya perilaku remaja saat ini, yang telah disebutkan pada paragraf ke empat adalah dampak dari komunitas global yang tidak karuan,. Komunitas amoral lebih menarik dan masif melalui kecanggihan teknologi informasi 4.0 daripada komunitas yang  mempromosikan kebaikan. Parahnya, remaja kita mematok baik buruknya sebuah perilaku kelompok bukan dari konsekuensinya melainkan sebarapa enjoy dia dalam aktifitas tersebut. Maka melalui komunitas terdekat yakni lingkup sekolah, keluarga dan sekitar akan menjadi tindakan primer yang preventif . Konsep PYD diharapkan  bisa menjadi filter dan mengarahkan remaja ke jalan yang dicita citakan bangsa.

Kesimpulannya, remaja Indonesia perlu dibuat cerdas terlebih dahulu sebelum dicetak menjadi pintar. Karena makna “ cerdas “ adalah kemampuan remaja dalam mengontrol dirinya untuk menyelesaikan masalah tanpa menambah masalah. Positif Youth Development ada untuk membantu terbentuknya kompetensi yang dibutuhkan remaja antara lain; cakap dibidang akademik, sosial, emosional, memiliki identitas diri, sikap peka terhadap diri juga orang lain, berkarakter serta memiliki rasa peduli dan kasih terhadap sesama manusia. Akhir kata , Kepada seluruh praktisi pendidikan, mari  bersama sama lebih gigih lagi mencerdaskan remaja Indonesia.

Arsip Terpilih

Related Posts

Welcome Back!

Login to your account below

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.