Pengembangan Desa Tematik Sebagai Wujud Desa Maju dan Mandiri

336
SHARES
2.6k
VIEWS

Pengembangan desa tematik mampu memberi manfaat diantaranya peningkatan sarana prasarana lingkungan, peningkatan kesejahteraan masyarakat, sebagai trandmark wilayah yang ikonik, perubahan mindset dan perilaku masyarakat, serta perubahan lingkungan yang semakin bersih. Dengan demikian, pengembangan desa tematik memberi peluang besar terhadap kemajuan dan kemandirian desa.

Kampusdesa.or.id–Berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 2014, desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Desa bukan sekadar kampung halaman, pemukiman penduduk, perkumpulan komunitas, pemerintahan terendah dan wilayah administratif semata. Desa laksana “Negara Kecil” yang mempunyai wilayah, kekuasaan, pemerintahan, institusi lokal penduduk, rakyat, warga, masyarakat, tanah dan sumberdaya ekonomi. Setiap orang terikat secara sosiometrik dengan masyarakat, institusi lokal, dan pemerintahan desa. Tidak ada satupun elemen desa yang luput dari ikatan dan kontrol desa (Eko, dkk. 2014).

RelatedPosts

Desa memiliki potensi yang besar. Potensi desa meliputi potensi fisik dan non fisik. Potensi fisik meliputi sumberdaya manusia, air, tanah (pertanian/perkebunan), iklim, binatang ternak, dan lingkungan geografis. Sedangkan potensi non fisik meliputi budaya atau kearifan lokal, lembaga-lembaga sosial, dan organisasi sosial desa. Identifikasi potensi desa harus dilakukan oleh perangkat desa dan masyarakat dalam perencanaan pembangunan. Informasi potensi desa dapat dijadikan sebagai kekuatan untuk mengembangkan desa agar menjadi desa yang mandiri. Meskipun desa memiliki potensi yang besar, permasalahan desa masih banyak diantaranya tingkat kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat di pedesaan yang masih rendah, rendahnya produktivitas masyarakat di desa, ketersediaan sarana prasarana yang belum memadai, urbanisasi, kualitas lingkungan hidup yang menurun, sumber pangan yang terancam berkurang, kurangnya aksesibilitas daerah tertinggal terhadap pusat pertumbuhan wilayah, dan pengembangan potensi ekonomi lokal desa yang belum optimal. Permasalahan-permasalahan ini tidak semuanya terjadi di semua desa karena desa memiliki karakteristik atau ciri khas masing-masing.

Berdasarkan masalah di atas, perlu dilakukan pengembangan desa berdasarkan potensi desa masing-masing. Sejalan dengan hal tersebut, pengembangan desa tematik bisa menjadi salah satu solusi karena mendasarkan pada potensi desa yang dominan dan ciri khas desa. Pengembangan desa tematik merupakan model pengembangan yang mendasarkan pada potensi dan ciri khas utama desa dengan memilih satu tema sebagai salah satu fokus utama pembangunan. Pengembangan desa tematik memiliki peranan penting dalam pengembangan desa, diantaranya sebagai program prioritas utama pembangunan karena memfokuskan pada satu tema pembangunan, menjadi program keberlanjutan untuk pemerintahan selanjutnya, sebagai penggerak ekonomi desa dalam memanfaatkan potensi yang ada. Menurut Eko dkk. (2014) hadirnya UU Desa memperoleh respons yang besar, antara lain mendorong hasrat banyak orang untuk memunculkan konsep tematik yang menarik. Konsep pengembangan desa berbasis tematik membantu masyarakat menemukan potensi prioritas desa yang dapat dikembangkan menjadi desa mandiri.

Baca juga: Gerakan Menaman Menjadi Warga Desa Sesungguhnya

Pengembangan desa tematik didesain sebagai model pengembangan berbasis tema potensi utama. Sebagai contoh, beberapa desa yang mengembangkan desa berdasarkan tema yang sesuai dengan potensinya, diantaranya Desa Ponggok, Kecamatan Polanharjo Kabupaten Klaten yang memiliki sumber air berlimpah dan jernih. Potensi ini mampu dikenali oleh kepala desa sehingga dijadikan sebagai objek wisata selam air dangkal (snorkeling) atau biasa dikenal dengan Wisata Umbul Ponggok. Objek wisata selam air dangkal ini ramai dikunjungi banyak orang dari berbagai wilayah karena daya tarik wisata yang sangat indah. Kolam selam didesain warga sangat menarik dengan menambahkan berbagai jenis ikan hias dan berbagai benda unik seperti motor, laptop, sepeda, tenda, yang dimasukan dalam kolam sebagai spot foto. Melalui media sosial objek wisata ini semakin dikenal masyarakat luas sehingga Desa Ponggok mampu mencatat keuntungan pada tahun 2017 sebesar 12 Miliar.

Pengembangan desa tematik bisa diterapkan pada sektor-sektor lainnya. Seperti halnya pengembangan desa tematik berbasis kerajinan. Salah satunya di Desa Kasongan, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, DIY yang mengembangkan sektor kerajinan gerabah dan benda seni berbahan keramik. Produk-produk kerajinan ini memiliki kualitas yang sangat baik sehingga mampu menembus pasar internasional, seperti Amerika, Eropa, negara-negara Asia seperti Malaysia, Singapura, Jepang, dan Korea. Contoh lainnya, ialah desa wisata kerajinan bambu atau Desa Wisata Brajan merupakan salah satu bentuk desa tematik yang dikembangkan oleh masyarakat Desa Brajan. Masyarakat setempat mengembangkan berbagai kerajinan bambu seperti besek, ceting atau tempat nasi, hiasan dinding, tas, tempat lampu, keranjang, dan lain-lain. Keberhasilan pengembangan Desa Wisata Brajan tidak lepas dari kemampuan warga dalam mengenali potensi desa, baik meliputi aspek budaya, ekonomi, dan sumberdaya manusia.

Contoh pengembangan desa tematik lainnya yang mampu mengubah wajah desa yang dulunya kumuh menjadi bersih dan indah yaitu rainbow Village (desa warna-warni atau pelangi). Lokasi objek wisata ini berada di Kampung Wonosari, Kelurahan Randusari Semarang, Jawa Tengah. Pengembangan desa tematik dengan konsep pewarnaan rumah-rumah warga, jalan, dan sarana prasarana lainnya menjadi awal perubahan lingkungan yang sangat signifikan. Perubahan terjadi dari beberapa aspek seperti halnya lingkungan yang semakin bersih dan sehat, kepedulian masyarakat dalam menjaga lingkungan, serta peningkatan ekonomi lokal. Rainbow village di Randusari Semarang sudah dikenal hingga internasional.

Contoh-contoh di atas menggambarkan bahwa model pengembangan desa tematik bisa menjadi solusi masalah yang dihadapi masyarakat desa. Dibutuhkan peran aktif masyarakat desa dalam membangun bersama-sama. Undang-undang No. 6 Tahun 2014 tentang desa memberi payung hukum terhadap eksistensi desa. Desa diatur berdasarkan asas rekognisi, subsidiaritas, kebersamaan, keberagaman, kegotongroyongan, kekeluargaan, musyawarah, demokrasi, pemberdayaan, kemandirian, kesetaraan, dan keberlanjutan. UU No. 6 tahun 2014 menempatkan desa sebagai subjek pembangunan (desa membangun) bukan sebagai objek pembangunan (membangun desa). Menurut Chamber, (1987) desa membangun mempunyai makna bahwa pembangunan desa yang dimulai dari belakang.  Dari pengertian tersebut, desa membangun menempatkan pemerintah di belakang desa sebagai pendukung pembangunan. Desa membangun memiliki makna bahwa desa mempunyai kemandirian dalam membangun dirinya (self development) dan desa bukan menjadi objek dan lokasi proyek pembangunan melainkan desa menjadi basis, subjek dan arena pembangunan (Eko: 2014).

Desa membangun atau pembangunan yang digerakkan oleh desa atau desa menggerakkan pembangunan (Village Driven Development-VDD) mempunyai ciri-ciri diantaranya: 1) kepala desa tidak bertindak sebagai kepanjangan tangan pemerintah, melainkan berdiri dan bertindak sebagai pemimpin masyarakat, 2) kemandirian desa yang ditopang dengan kewenangan, diskresi, dan kapasitas lokal, 3) desa mempunyai pemerintah desa yang kuat dan mampu menjadi penggerak potensi lokal dan memberikan perlindungan secara langsung terhadap warga, termasuk kaum marginal dan perempuan yang lemah, 4) pelembagaan perencanaan dan penganggaran secara inklusif dan partisipatoris serta berbasis pada aset lokal, 5) pembangunan berbasis pada aset penghidupan lokal, 6) kepentingan dan kegiatan dalam pemerintahan dan pembangunan diikat dan dilembagakan secara utuh dan kolektif dalam sistem desa, 7) desa hadir sebagai sebuah kesatuan kolektif antara pemerintah desa dan masyarakat desa.

Berdasarkan undang-undang No. 6 Tahun 2014, desa membangun menjadi pondasi yang kuat dalam membangun desa secara mandiri dan berdasarkan potensi/aset desa yang ada. Pengembangan desa berdasarkan potensi desa perlu memahami kondisi fisik dan kondisi non fisik yang ada di desa, tanpa memahami potensi desa, pengembangan desa akan terhambat. Dalam memahami potensi desa, perlu dilakukan studi keruangan desa atau tata ruang desa. Menurut Yunus (2009) kata keruangan merupakan kata bentukan dari akar kata ruang, awalan ke- dan akhiran -an dalam hal ini memberikan makna sifat keterkaitan. Istilah ruang (space) merujuk pada makna keluasan (ektent) yang dapat diartikan secara absolut dan relatif. Arti absolut dari ruang atau ruang absolut adalah ruang yang bersifat rill, maujud/kasat mata, dan dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung di permukaan bumi. Sebagai contoh adalah daerah permukiman, daerah persawahan, daerah perikanan, daerah terkena banjir bandang, daerah yang mengalami kerusakan parah akibat terkena hempasan tsunami, dan sebagainya. Media peta, foto udara maupun citra satelit dapat dimanfaatkan secara langsung untuk menentukan lokasi maupun luasnya, serta melihat potensi yang ada.

Sementara itu, arti relatif suatu ruang atau ruang relatif merupakan konsep yang diciptakan oleh manusia dan bersifat persepsual semata dan tidak kasat mata. Sebagai contoh adalah istialah ruang ekonomi (economic space), ruang ideologis (ideological space), ruang personal (personal space), ruang publik (public space), ruang sosial (sosial space) yang maknanya sangat relatif dan sangat sulit diamati secara kasat mata dan sangat sulit ditentukan batas-batasnya. Namun, seorang peneliti akan berusaha membuat batasan-batasan tertentu agar pengertian ruang ekonomi, ruang ideologis, ruang personal, ruang publik, ruang sosial, dan lainnya dapat dapat digambarkan dalam peta tematik, karena variabel ruang menjadi basis utama analisis yang akan dibangun. Ditilik dari dimensi praktis, ruang dapat diartikan sebagai bagian tertentu dari permukaan bumi yang mampu mengakomodasikan berbagai bentuk kegiatan manusia dalam memenuhi kebutuhan kehidupannya. Dengan demikian, pendekatan keruangan menjadi langkah awal dalam mengenali potensi desa serta pengembangan desa tematik.

Desa Sungai Duren Kecamatan Jambi Luar Kota Kabupaten Muaro Jambi akan dijadikan sebagai objek kajian perencanaan pengembangan desa tematik. Sebelum menentukan tema pengembangan apa yang cocok untuk Desa Sungai Duren, perlu dilakukan beberapa tahapan, yaitu: 1) identifikasi potensi desa dan tata ruang desa, 2) penentuan tema pengembangan desa tematik melalui metode Delphi, 3) optimalisasi Badan Usaha Milik Desa serta kerjasama dengan lembaga-lembaga lainnya.

Baca juga: Peta Jalan Smart untuk Perekonomian Desa

Pertama, identifikasi potensi desa dapat dikenali dari beberapa aspek dasar yaitu penggunaan lahan, letak atau lokasi, pekerjaan/wirausaha dasar masyarakat yang dominan dan menjadi mata pencaharian utama, karakter masyarakat (budaya, tradisi, kearifan lokal), lingkungan fisik, home industri, kerajinan, keunikan/ciri khas desa yang tidak dimiliki oleh desa lain. Identifikasi potensi desa juga dapat dianalisis dengan indeks desa membangun sesuai Permendesa nomor 2 tahun 2016 diantaranya indeks ketahanan sosial, indeks ketahanan ekonomi, dan indeks ketahanan lingkungan.

Analisis potensi fisik Desa Sungai Duren dapat dianalisis melalui peta. Peta merupakan salah satu alat analisis yang mampu menghadirkan informasi spasial yang dapat digunakan sebagai perencanaan tata ruang desa. Selain itu, peta mampu memberi informasi posisi desa terhadap pusat kota atau pusat perkembangan kawasan lainnya, serta mencegah konflik batas desa. Identifikasi potensi desa dapat menggunakan peta penggunaan lahan. Peta penggunaan lahan menyajikan informasi aktivitas manusia dalam memanfaatkan lahan, seperti lahan permukiman, sawah, perkebunan, semak belukar, hutan lindung, tambak, dan lainnya. Identifikasi melalui peta penggunaan lahan akan didapat informasi dominasi sumberdaya alam yang ada di desa. Peta penggunaan lahan Desa Sungai Duren dapat dilihat pada Gambar 1.1. selain itu, peta-peta tematik yang bisa digunakan untuk analisis kondisi desa diantaranya peta infrastruktur desa, peta aset desa, peta demografi,peta batas desa, dan peta tematik lainnya.

Gambar 1.1: Peta penggunaan lahan Desa Sungai Duren (Sumber: Analisis, 2019)

Berdasarkan Gambar 1.1. Penggunaan lahan Desa Sungai Duren meliputi permukiman, sawah, ladang, keramba ikan, perkebunan tambak ikan, semak belukar, dan lahan kosong. Selain itu, posisi Desa Sungai Duren berdekatan dengan dua kampus besar yaitu UIN STS Jambi dan Universitas Jambi. Posisi ini tentu mempengaruhi percepatan perkembangan desa karena kawasan yang berdekatan dengan kampus memiliki potensi perkembangan yang cepat karena dekat dengan pusat pertumbuhan. Pusat-pusat pertumbuhan akan membawa kawasan sekitarnya) menjadi lebih maju. Hal ini sejalan dengan teori Perrou (1970) menyatakan bahwa pertumbuhan tidak muncul di berbagai daerah pada waktu yang sama. Pertumbuhan hanya terjadi di beberapa tempat yang disebut pusat pertumbuhan (growt pole). Adanya pusat pertumbuhan akan mengakibatkan terjadinya trickling down effects (perembetan pertumbuhan) dan polarization effects.

Desa Sungai Duren memiliki potensi yang cukup beragam jika diamati dan dianalisis dari peta penggunaan lahan diantaranya potensi pengembangan di sektor perikanan, perkebunan, pertanian, dan permukiman. Pada sektor perikanan, bisa dikembangkan mulai dari pembenihan ikan dan budidaya ikan nila. Pengembangan sektor perikanan berpotensi besar karena Desa Sungai Duren berdekatan dengan Sungai Batang Hari. Posisi ini menjadi salah satu berkah bagi Desa Sungai Duren karena masyarakat dapat membudidayakan ikan dengan sistem keramba jaring (Gambar 1.1). Selain itu, wilayah bagian tengah Desa Sungai Duren telah dikembangkan pembibitan ikan nila. Sektor perkebunan dan pertanian juga berpotensi besar untuk dikembangkan di Desa Sungai Duren karena masih banyak lahan yang berupa semak belukar yang belum dimanfaatkan. Selain itu, sektor permukiman (perumahan) menjadi salah satu peluang bagi Desa Sungai Duren karena berdekatan dengan kampus besar yaitu UIN dan UNJA. Di sisi lain, untuk mengenali potensi desa, perlu dianalisis dari aspek sumberdaya manusia. Analisis aspek sumber daya manusia bisa dari tingkat pendidikan, pekerjaan, umur, budaya, kearifan lokal dan pendapatan masyarakat. Analisis kondisi sosial akan mengambarkan kualitas sumber daya manusia dalam mengembangakan desa.

Penataan ruang desa mempunyai peranan penting dalam mendukung pengembangan potensi desa. Sebagai contoh, rumah-rumah warga desa tidak boleh dibangun di area sepadan sungai untuk mengurangi dampak bencana banjir. Lahan pertanian yang sudah ditetapkan sebagai lahan pertanian berkelanjutan, tidak boleh diubah menjadi lahan permukiman. Secara umum, penataan ruang pedesaan diarahkan untuk konservasi sumberdaya alam, pelestarian warisan budaya lokal, petahanan kawasan lahan abadi pertanian sebagai langkah ketahanan pangan menjaga kualitas lingkungan, serta pemberdayaan masyarakat pedesaan.

Selanjutnya, penataan ruang desa mempunyai peranan penting dalam mendukung pengembangan potensi desa. Sebagai contoh, rumah-rumah warga desa tidak boleh dibangun di area sepadan sungai untuk mengurangi dampak bencana banjir. Lahan pertanian yang sudah ditetapkan sebagai lahan pertanian berkelanjutan, tidak boleh diubah menjadi lahan permukiman. Secara umum, penataan ruang pedesaan diarahkan untuk konservasi sumberdaya alam, pelestarian warisan budaya lokal, petahanan kawasan lahan abadi pertanian sebagai langkah ketahanan pangan menjaga kualitas lingkungan, serta pemberdayaan masyarakat pedesaan.

Kedua, menentukan tema pengembangan desa tematik melalui metode Delphi. Metode Delphi merupakan metode dimana dalam proses pengambilan keputusan melibatkan beberapa pakar. Adapun para pakar dari masing-masing pakar disembunyikan sehingga setiap pakar tidak mengetahui identitas pakar yang lain. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya dominasi pakar lain dan dapat meminimalkan pendapat yang bias (Marmin, 2004). Pada tahap ini pihak desa perlu melakukan kerjasama dengan pakar atau akademisi profesional dalam proses penentuan alternatif strategi. Sebagai contoh dalam perencanaan pengembangan desa, para pakar yang terlibat telah merumuskan 6 alternatif strategi pengembangan ekonomi lokal khususnya jenis kegiatan ekonomi sesuai dengan potensi desa (tabel 1). Selanjutnya para pengambil kebijakan desa, seperti kepala desa, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh perempuan, petani dan wirausahawan memberikan penilaian, dengan rentang skor 1-5 tentang prospek alternatif dalam pengembangan desa tematik.

Tabel 1. Hasil perhitungan metode Delphi oleh pengambil keputusan

Alternatif strategi Pengambil Keputusan/informan    
A B C D E F Rata-rata Prioritas
Budidaya ikan nila (mulai dari pembenihan) 3 4 4 3 4 4 3.67 1
Perkebunan sawit 2 3 4 1 2 1 2.17 5
Kerajinan kayu 2 1 1 2 2 3 1.83 6
Sengonisasi 3 4 2 2 3 3 2.83 3
Penanaman cabe 4 2 2 4 3 3 3.00 2
Kos-kosan mahasiswa 3 3 2 2 2 4 2.67 4

Berdasarkan hasil penilaian Tabel 1, alternatif yang menjadi prioritas pengembangan desa tematik adalah budidaya ikan nila (mulai dari pembenihan hingga pembesaran).

Ketiga, optimalisasi Badan Usaha Milik Desa serta kerjasama dengan lembaga-lembaga lainnya seperti GAPOKTAN (Gabungan Kelompok Tani). Lembaga-lembaga desa menjadi pelopor dalam menggerakkan warga untuk mengembangkan desa tematik. Pengembangan desa tematik harus didukung berbagai lembaga desa untuk mewujudkan kemandirian desa. Pengembangan desa tematik harus disepakati bersama oleh masyarakat desa dan perangkat desa serta lembaga desa lainnya. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi konflik di kemudian hari. Keterlibatan semua pihak membangun desa tematik dapat dilakukan secara gotong royong dan sesuai pembagian tugas yang ada. Gagasan-gagasan pengembangan desa tematik yang sudah disampaikan dalam forum harus dibahas secara detail dan memperhatikan aspek kekuatan, peluang, kelemahan, dan ancaman yang ada di desa. Aspek-aspek tersebut menjadi dasar apakah gagasan itu menjadi prioritas pembangunan atau tidak. Apabila tema pengembangan sudah ditentukan, langkah selanjutnya yakni memperhatikan kualitas masing-masing pengelola, baik yang meliputi aspek pengetahuan, skill, dan pengalaman. Untuk meningkatkan aspek-aspek tersebut, perlu dilakukan pelatihan terhadap masyarakat secara bertahap dalam rangka peningkatan SDM yang berkualitas. Kualitas SDM yang bagus mempunyai andil yang besar dalam kesuksesan pengembangan desa tematik karena sebagai pelaksana pembangunan.

Baca juga: Kedaulatan Itu Ada di Desa

Menurut Eko (2014) pembangunan yang digerakkan oleh desa memiliki beberapa tahapan: Pertama, pemerintah desa, khususnya kepala desa mengambil prakarsa dan melakukan konsolidasi gerakan desa membangun ekonomi. Kedua, pemerintah desa bersama masyarakat melakukan aksi kolektif (kebersamaan) membangun ekonomi lokal. Ketiga, kolektivitas yaitu memanfaatkan dan mengoptimalkan potensi aset lokal yang tersedia dan tentu layak jual. Keempat, pengambilan keputusan tentang komoditas, modal, mekanisme, gerakan, dan bagi hasil dilakukan melalui musyawarah desa. Selain program peningkatan kualitas SDM, pemanfaatan teknologi informasi sebagai kunci keberhasilan karena teknologi informasi mampu menghadirkan keterbukaan akses informasi terhadap dunia luar, serta sebagai informasi program-program desa dan potensi desa.

Pengembangan desa tematik mampu memberi manfaat diantaranya peningkatan sarana prasarana lingkungan, peningkatan kesejahteraan masyarakat, sebagai trandmark wilayah yang ikonik, perubahan mindset dan perilaku masyarakat, serta perubahan lingkungan yang semakin bersih. Dengan demikian, pengembangan desa tematik memberi peluang besar terhadap kemajuan dan kemandirian desa.

Daftar Pustaka

EKO, SUTORO. 2014. DESA MEMBANGUN INDONESIA. YOGYAKARTA: FORUM PENGEMBANG PEMBAHARUAN DESA (FPPD)

Marmin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta. Penerbit Grasindo.

Permendesa nomor 2 tahun 2016, tentang desa membangun.

Perrou, F. 1970. Economic Space: Theory and Applications. Quarterly journal of economics 64: 89-104

UU Nomor 14 Tahun 2014

Profil Penulis:

Imam Arifa’illah Syaiful Huda (tengah), adalah founder Gerakan Perpustakan Anak Nusantara (GPAN) yang saat ini memiliki cabang hampir seluruh kota/kabupaten yang ada di Indonesia. Sarjana Geografi (S1) Universitas Negeri Malang dan Universitas Gajah Mada (S2) ini sekarang menjadi salah satu ASN sebagai staff pengajar di UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Di tengah kesibukannya sebagai dosen, ia juga mengelola akun instagram @geoscience.id dan @greenscience.id

Arsip Terpilih

Related Posts

Welcome Back!

Login to your account below

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.