Media Sosial dalam Pembelajaran: Masih Relevankah Penolakan?

330
SHARES
2.5k
VIEWS

Media sosial hari ini telah menjadi realitas yang sulit dipisahkan dari keseharian peserta didik kita. Hampir setiap saat mereka ditemani oleh media sosial. Terlepas banyaknya dampak negatif yang menyertai, kehadiran media sosial sesungguhnya juga menyimpan segudang manfaat. Banyak inovasi-inovasi pembelajaran yang bisa kita lakukan melalui media sosial.

Kampusdesa.or.id-Sampai dengan hari ini, masih banyak di antara kita yang bersikap resisten terhadap media sosial. Label negatif menjadi dinding penghalang yang kukuh, tinggi, dan tebal bagi kita untuk dapat melihat sisi positif kehadirannya. Umumnya, kita beranggapan bahwa media sosial itu main-main atau buang-buang waktu, membuat anak bodoh karena lupa belajar, menjerumuskan anak ke hal-hal negatif, dan sebagainya. Intinya, media sosial berdampak buruk bagi anak. 

RelatedPosts

Berbekal anggapan tersebutlah, alih-alih pendidik memanfaatkan media sosial untuk mendukung kegiatan pembelajaran, mereka justru membentengi peserta didik agar tidak sampai bersentuhan dengannya. Jadilah di sekolah muncul peraturan dilarang membawa HP. Jika pun boleh, peserta didik dilarang membukanya di kelas pada saat jam pelajaran. Meskipun peraturan seperti ini belakangan sudah mulai agak berkurang, tapi tetap saja belum banyak pendidik yang mau memanfaatkan HP dalam kegiatan pembelajaran, termasuk media sosial.

Baca Juga: Kenapa Hoax Covid-19 Cepat Viral di Media Sosial?

Media sosial dapat mendukung orang tua, peserta didik, dan guru untuk menggunakan cara-cara baru dalam berbagi informasi dan membangun komunitas yang produktif

Manfaat Media Sosial dalam Pembelajaran

Berkaitan dengan hal ini, ada tulisan menarik dari Lori Wade berjudul How Social Media Reshaping Today’s Education System. Dalam tulisan ini Wade menegaskan tidak ikut larut dalam debat berkepanjangan tentang dampak positif dan negatif media sosial dalam kehidupan, ia fokus menyoroti begitu banyaknya cara media sosial mempengaruhi sistem pendidikan. Menurutnya, media sosial dapat mendukung orang tua, peserta didik, dan guru untuk menggunakan cara-cara baru dalam berbagi informasi dan membangun komunitas yang produktif.

Silakan coba Anda telusuri, dari semua peserta didik Anda, berapakah yang menjadi pengguna internet? lalu, berapakah di antaranya yang menjadi pengguna media sosial? Asumsi saya, hampir semua peserta didik Anda merupakan pengguna internet dan paling tidak menjadi pengguna satu media sosial.

Berdasarkan survei APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) dan BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2020, pengguna internet di Indonesia telah mencapai 73,7 persen atau setara dengan 196,7 juta pengguna. Dari jumlah tersebut, sebanyak 95,4 persen terhubung dengan internet melalui HP atau smartphone. Sebanyak 51,5 persen menggunakan internet untuk mengakses media sosial.

Baca Juga: Selamat Tinggal Televisi, Selamat Datang Media Sosial

Angka tersebut tentu akan terus merangkak naik. Untuk melihat sejauh mana penggunaan media sosial oleh anak, kita dapat dengan mudah melakukannya. Cukup berjalan-jalan saja melewati tempat-tempat yang biasa dijadikan anak bermain, kita akan menemukan mereka sedang asyik menatap layar HP masing-masing. Nah, coba bayangkan jika kita bisa memanfaatkan dengan maksimal media sosial untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan. Tentu banyak sekali manfaat yang bisa kita peroleh. Bukankah lebih baik menyalakan lilin daripada sibuk mengutuk kegelapan?

Misalnya, guru bisa memberikan tugas kepada peserta didik untuk melakukan studi kasus melalui media sosial. Mereka disuruh mengamati bagaimana netizen merespons berita-berita yang tengah beredar. Bisa juga misalnya, guru menyuruh peserta didik membuat semacam flyer, poster, atau video pendek berisi ajakan melakukan hal-hal positif seperti donasi, anjuran hidup sehat, atau sekadar tips dan trik lalu mengunggah di akun media sosial. Penilaian bisa dilakukan dengan mengamati seberapa banyak respons netizen (like, comment, share) terhadap unggahan mereka.

Baca Juga: Membangun Critical Thinking dalam Bermedia Sosial

Peserta didik akan lebih merasa senang dan tertantang dengan model tugas seperti ini daripada hanya menjawab soal di lembar-lembar jawaban. Apalagi jika mereka merupakan pengguna aktif media sosial. Lumayan bisa menambah konten dan follower. Selain itu, dari segi kemanfaatan, bayangkan berapa orang yang bisa mereka jangkau dan mendapat manfaat dari konten positif mereka. Berdasarkan survei BPS dan APJII, konten hiburan yang paling banyak dikunjungi pengguna internet Indonesia adalah video online, yaitu sebanyak 49,3 persen.

Model kurikulum kita sendiri juga menekankan kontekstualisasi pembelajaran. Salah satu bentuknya adalah dengan melibatkan penggunaan teknologi dan media digital dalam pembelajaran. Peserta didik kita telah terbiasa berinteraksi dengan teknologi dan media digital. Dari bangun tidur, hingga tidur lagi mereka tidak lepas dari dua hal ini. Sehingga, memisahkan keduanya dari proses pembelajaran sama dengan kita memisahkan peserta didik dari dunia nyata. Kelas pun tak ubahnya seperti penjara.

Pada level satuan pendidikan, media sosial juga bisa menjadi sarana komunikasi yang cukup efektif kepada para pelanggan

Sarana Promosi Satuan Pendidikan

Pada level satuan pendidikan, media sosial juga bisa menjadi sarana komunikasi yang cukup efektif kepada para pelanggan. Misalnya, informasi-informasi penting diunggah di media sosial, sehingga orang tua, peserta didik, dan masyarakat umum dapat dengan mudah mengaksesnya. Saat ini, sudah banyak sekolah-sekolah yang melek literasi media. Mereka melakukan promosi melalui Facebook, Instagram, Twitter, Youtube, dan lain sebagainya.Ucapan Carla Dawson–Digital Marketing Professor at the Catholic University of Cordoba–yang dikutip Wade dalam tulisannya di atas menarik untuk kita perhatikan. Dawson berkata, “We live in a digital ecosystem, and it is vital that educational institutions adapt”.

Seberapapun kita menolak, laju perkembangan teknologi tidak akan bisa kita bendung. Upaya yang bisa kita lakukan bukanlah menolaknya, tapi bagaimana kita beradaptasi, sehingga bisa menggunakannya dengan baik. Ibarat pisau, ia akan berguna jika si pemiliknya bisa memanfaatkannya dengan baik. Namun, jika tidak, maka pisau akan menjadi alat yang berbahaya dan melukai pemiliknya. Demikianlah hendaknya kita menempatkan perkembangan teknologi, termasuk penggunaan media sosial dalam proses pembelajaran.

Arsip Terpilih

Related Posts

Welcome Back!

Login to your account below

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.