Kinerja Guru Tidak Sesuai Harapan, Mengapa?

326
SHARES
2.5k
VIEWS

Keluhan, kritik dan autokritik pada guru berhamburan, baik secara terbuka atau dalam berbagai saluran yang lebih ilmiah. Rumitkah guru didorong berubah? Alih-alih mengajak guru berubah, kristalisasi problem profesi guru sebagai tumpuan peradaban sepertinya terus terkoyak dan berada dalam himpitan politik kebijakan. Bagaimana sebaiknya guru?

RelatedPosts

Kampusdesa.or.id–Membaca status salah satu sahabat facebook saya dengan nama akun Budi Trikorayanto pada tanggal 26 Nopember 2017 dan komentar-komentar yang ada di dalamnya tentang kritiknya terhadap kinerja guru cukup menarik untuk diikuti, walaupun saya tidak ikut berkomentar.

Pendapat saya sebagai guru, tentang kritik terhadap kinerja guru ini tentunya sebagai koreksi positif agar bisa membenahi kualitas mengajar saya. Di sini saya tidak perlu menilai sesama teman seprofesi.

Banyak hal yang selalu saya amati pada diri saya sendiri dan mitra saya yaitu siswa siswa saya dalam proses belajar mengajar ini. Saya pernah melewati masa di mana saya pernah idealis sebagai guru dengan aturan kelas sedemikian rupa. Waktu itu ada yang pro dan kontra. Saya menyadari bahwa segala perjuangan untuk menjalani kebaikan pasti ada ujiannya, begitulah cara saya agar tetap idealis sebagai guru: yang memulai dan mengakhiri pelajaran tepat waktu, menjadi bawel ketika mengetahui ada siswa yang tidak patuh dengan aturan sekolah seperti seragamnya yang tidak sesuai dengan ketentuan, etika berkomunikasi dengan guru yang tidak santun, tidak menghargai kawannya, tidak menghargai waktu dan pelanggaran kecil yang sering dilakukan hingga menganggapnya hal itu sebagai hal biasa (tidak berkaos kaki, abaikan tugas rumah). Soal perangkat mengajar saya tidak bisa menjelaskan panjang lebar, karena ini berkaitan dengan jabatan lain di dunia pendidikan.

Apa yang saya kerjakan dengan idealitas sebagai pendidik ini bisa terlihat tiga tahunan setelah siswa siswa tidak lagi belajar bersama saya. Pernah suatu kali saya benar benar kecewa dengan prilaku siswa saya yang terlambat masuk kelas lebih dari 10 menit. Ia tidak saya perkenaankan masuk kelas, dan tanpa sepatah kata permohonan maafpun ia meninggalkan kelas. Tiga tahun kemudian, saya mengajar adiknya di kelas 10, saya tidak mengetahui kalau ia adalah adik dari siswa yang pernah saya keluarkan tersebut. Ia bercerita singkat kepada saya.

“Jadilah orang seperti Bu Tatik, disiplin dan tegas….” Waktu itu saya tidak meminta penjelasan “disiplin dan tegas” ini, karena saya langsung menyimpulkan bahwa kakaknya yang saya keluarkan dari kelas tersebab datang terlambat di kelas ini menaati aturan saya, padahal saya berharap dia minta maaf dan memohon untuk mengikuti kelas saya. Rupanya ia ingin konsisten dengan aturan daripada melobi saya untuk belajar di kelas saya.

Saya juga masih ingat, betapa repotnya siswa saya ketika ia berbusana tidak sesuai dengan ketentuan. Dia akan pinjam kelas sebelah demi menaati aturan sekolah saat jam pelajaran saya. Mereka juga pernah berkata,

“Pengawas ujianya Bu Tatik? Siap siap saja pulang maghrib,” wajar pernyataan ini dilontarkan karena saya mengawasi betul proses ujian sehingga tidak ada kesempatan bagi siswa curang dalam ujian.

Saya tidak pernah mencari tahu atau survey apakah saya guru idola bagi siswa-siswa saya. Sejak awal jadi guru sampai kini yang ada dalam pikiran saya, bagaimana saya berhasil jadi guru sesuai amanat undang-undang dan aturan agama saya. Saya tahu bahwa menjadi guru memang mudah dibanding profesi lainnya, bahkan seolah profesi pelarian jika cita-cita utama tidak tecapai. Tapi, saya merasa bersalah kalau saya menjadikan prilaku biasa dalam mengabaikan tugas yang mulia ini.

Kembali kepada kinerja guru. Berdasarkan pengalaman saya, ternyata hari demi hari, waktu demi waktu sayapun mulai berubah. Yang mulanya saya idealis dalam mengajar dan membina siswa-siswa saya, segalanya berubah. Saya mulai repot dengan tugas sebagai pengelola pendidikan nonformal dan informal,  terlibat dalam organisasi, menggeluti hobby menulis, dan mengikuti kegiatan ilmiah. Sayapun melihat, bahwa ada hal yang berbeda dari siswa-siswa jaman dulu dan jaman sekarang.

Entahlah, banyak faktor yang mempengaruhi proses belajar mengajar di dunia pendidikan di sekitar saya. Bagaimanapun mendidik adalah tugas dan tanggung jawab pribadi masing-masing guru di sekolahnya, tapi guru tidak dapat berjuang sendiri untuk mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Guru juga butuh kerjasama dengan guru lainnya untuk membangun mental siswa agar suka belajar. Sekuat-kuatnya upaya guru agar siswanya senang belajar, ilmunya nampak bermanfaatnya dengan menaati aturan sekolah, juga terlibat dalam kegiatan tambahan di sekolah tidak akan berhasil dengan baik, kalau ada perilaku guru lainnya yang tidak peduli dengan dinamika belajar siswanya; ia hanya datang di kelas dan mengajar, lalu pulang. Apakah siswanya butuh perhatian dalam belajar dan pembenahan akhlak serta teladan bagi kepatuhan menjalankan aturan sekolah, guru ini tidak peduli.

Guru juga manusia, butuh diperlakukan baik, ya dihormati dan dihargai eksistensi dan keberadaannya sebagai pendidik. Guru bukan budak jaman dahulu, yang hanya kerja dan kerja untuk majikannya. Guru adalah mitra kepala sekolah

Gurupun butuh teladan dan kebijakan pimpinan dalam menjalankan tugas mengajar. Apakah mungkin kepala sekolah hanya menyuruh dan mengawasi kinerja guru semuanya akan beres? Rasanya tidak. Guru juga manusia, butuh diperlakukan baik, ya dihormati dan dihargai eksistensi dan keberadaannya sebagai pendidik. Guru bukan budak jaman dahulu, yang hanya kerja dan kerja untuk majikannya. Guru adalah mitra kepala sekolah, ia bisa dimintai pendapat, memberikan masukan demi kebaikan sekolah dan membutuhkan pendampingan yang proprosional dari kepala sekolah melalui kehadiran kepala sekolah di sekolah sebagai teladan, motivator, pemberi apresiasi bagi guru yang melaksanakan tugas dengan baik, memberi nasehat tanpa meninggalkan rasa menghormati pribadi guru. Silahkan dibaca Peraturan Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2007 tentang standart Kepala sekolah/madrasah.

Pelaksanaan tugas guru juga perlu ditunjang suasana belajar yang nyaman melalui penyediaan sarana prasarana belajar yang baik, baik menurut saya tak harus mahal dan mewah, yang penting membuat guru dan siswa nyaman selama proses pembelajaran. Bisa dibayangkan dalam masa yang sudah memasuki pemanasan global ini, masih ada kelas dengan atap yang tak mampu mendinginkan hawa panas, seperti seng atau asbes, ditambah lagi pendingin ruangan yang peletakannya tidak bisa menyeluruh. Kondisi inipun tidaklah nyaman bagi siswa yang selama kurang lebih 5 jam di ruang kelas.

Bagaimanapun kreatifnya guru, kalau tidak didukung warga sekolah, kreatifitas guru seolah prilaku aneh, syukur kalau diapresiasi, bagaimana kalau justru dianggap biang ketidaktertiban warga sekolah.

Guru mungkin bisa menahan hawa panas ini, tapi sedikit kemungkinan ini bisa dilakukan siswa. Siswa akan duduk berebut di bawah kipas angin, berkipas-kipas yang dapat memicu kelas menjadi tidak tertib selama pembelajaran. Andaipun siswa diajak belajar di luar kelas, butuh seperangkat kebijakan yang mendukung agar tidak ada kelas lain yang dirugikan akibat pengaturan kelas yang berbeda dari kelas lain dengan mata pelajaran lain, bagaimanapun kreatifnya guru, kalau tidak didukung warga sekolah, kreatifitas guru seolah prilaku aneh, syukur kalau diapresiasi, bagaimana kalau justru dianggap biang ketidaktertiban warga sekolah.

Selain keterlibatan dalam kegiatan ilmiah, di era digital ini guru juga berkemungkinan mengikuti dinamika gaya hidup yang tidak jauh dari perangkat digital, terlibat dalam bisnis online, bisnis dengan metode MLM dan lain lain.

Disamping kedua faktor yang mempengaruhi kinerja guru tesebut, saya juga menyadari bahwa aktivitas guru dalam dinamika hidupnya tidak melulu berkutat dengan tugas mengajarnya. Sebagaimana yang saya singgung di atas, guru juga mungkin sibuk dengan urusan lain, seperti sibuk di organisasi profesi guru, selain MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran), terlibat dalam organisasi kemasyarakatan, kegiatan sosial kemasyarakatan lainnya. Keterlibatan ini saya kira sebagai upaya meningkatkan ilmu pengetahuannya sehingga guru memiliki pengetahuan dan pergaulan yang luas yang dapat menunjang profesinya. Selain keterlibatan dalam kegiatan ilmiah, di era digital ini guru juga berkemungkinan mengikuti dinamika gaya hidup yang tidak jauh dari perangkat digital, terlibat dalam bisnis online, bisnis dengan metode MLM dan lain lain.

Pembaca mungkin menganggap ini adalah apologi, agar bisa dimaklumi kinerja buruknya. Boleh saja disebut begitu, saat ini sayapun terus berupaya melawan kemalasan saya demi mencapai kinerja baik yang diharapkan semua pihak. Sebagai guru, sayapun tetap menghormati guru-guru baik dengan kinerja baik atau mungkin sedang berkinerja buruk. Bagi saya guru tetap harus dihormati terlebih guru-guru saya sendiri dan guru orang orang terdekat saya. Ini saya lakukan berdasarkan pengetahuan yang saya peroleh ketika saya belajar di pesantren bahwa ketulusan guru dalam mengajar itu salah satu jalan ilmu kita bermanfaat. Saya pahami bahwa untuk mendapatkan ketulusannya dalam mengajar kita berkewajiban menghormatinya.

Adapun saya sebagai guru, senantiasa harus bersikap positif terhadap siswa dan orang tua wali murid. Andai mereka berperilaku tidak menyenangkan hati saya, saya anggap mungkin ia belum tahu bahwa hal itu tidak etis. Sementara siswa siswa yang sulit sekali fokus dan tidak begitu memperhatikan pelajaran saya, saya masih bersyukur ketika mereka tetap suka dengan aktivitas sekolah lainnya semisal kegiatan ekstra kurikuler, punya sikap suka menolong temannya dan lain sebagainya. Saya pegang pesan KH Maimoen Zubair

“Jadi guru itu tidak usah punya niat bikin pintar orang. Nanti kamu hanya marah-marah ketika melihat muridmu tidak pintar. Ikhlasnya jadi hilang. Yang Penting niat menyampaikan ilmu dan mendidik yang baik.

“Jadi guru itu tidak usah punya niat bikin pintar orang. Nanti kamu hanya marah-marah ketika melihat muridmu tidak pintar. Ikhlasnya jadi hilang. Yang Penting niat menyampaikan ilmu dan mendidik yang baik. Masalah muridmu kelak jadi pintar atau tidak, serahkan kepada Allah. Didoakan saja terus menerus agar muridnya mendapat hidayah.”

Arsip Terpilih

Related Posts

Welcome Back!

Login to your account below

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.