Bullying, Benarkah Menyisakan Trauma Seumur Hidup?

326
SHARES
2.5k
VIEWS

Bullying kian marak terjadi. Tidak peduli siapa korbannya, pem-bully tetap saja beraksi. “Gak apa-apa, nangis aja. Nangis itu gak apa-apa. Sedih itu boleh kok!” Kata saya kepadanya. “Ibu tau dari mana kalo itu saya?” Tanya dia penasaran. Semula, dia hanya mengisyaratkan ceritanya dengan nama si A, si B, dan si C. Namun dari bahasanya, tampak jelas bahwa dia sedang memproyeksikan dirinya sendiri. Hari itu, materi kuliah membahas tentang bullying. Setelah perkuliahan usai, ada salah satu mahasiswi yang menghubungi saya, “Ibu, boleh saya curhat sebentar?” tulis dia kepada saya.

Kampusdesa.or.id – Bullying, kata yang tidak asing terdengar di telinga kita. Bahkan saat ini, semakin marak terjadi. Bukan hanya terjadi pada anak-anak di sekolah, namun juga terjadi pada mahasiswa di bangku kuliah. Mahasiswa saya contohnya.

RelatedPosts

Apa itu bullying? Menurut Olweus (1993), bullying merupakan penyalahgunaan kekuasaan secara sistematis dan didefinisikan sebagai perilaku agresif atau tindakan merugikan yang disengaja oleh teman sebaya yang dilakukan berulang kali dan melibatkan ketidakseimbangan kekuasaan, baik aktual maupun yang dipersepsikan, antara korban dan pelaku intimidasi.

“Orang yang mencintai diri sendiri, tidak menyakiti orang lain. Semakin kita membenci diri kita sendiri, semakin kita ingin orang lain menderita.” -Dan Pearce

Secara psikologis, bullying terbagi menjadi tiga bentuk, diantaranya adalah bullying secara fisik, verbal, dan non-verbal. Contoh bullying secara fisik adalah menampar, menginjak kaki, dan meludahi. Memaki, menghina, mempermalukan di depan umum merupakan contoh bullying secara verbal. Sedangkan contoh bullying secara non-verbal adalah melihat dengan sinis dan menunjukkan ekspresi yang merendahkan.

“Seorang pem-bully berkelahi dengan orang yang lebih kecil dan lebih lemah darinya karena menurutnya itu menyenangkan.” – Tamora Pierce

Nah, bentuk bullying yang dialami mahasiswa saya adalah bentuk bullying secara verbal. dia dipermalukan di depan umum oleh teman-temannya, tepatnya dipermalukan dalam dunia maya, yang lebih sering kita dengar dengan nama cyberbullying. 

Singkat cerita, hari itu materi kuliah membahas tentang bullying. Setelah perkuliahan usai, ada salah satu mahasiswi yang menghubungi saya,

“Ibu, boleh saya curhat sebentar?” Tulis dia kepada saya.

“Boleh dong, silakan,” Jawab saya

Lalu dia bercerita panjang lebar perihal isi hatinya,

“Gak apa-apa, nangis aja. Nangis itu gak apa-apa. Sedih itu boleh kok!” Sahut saya kepadanya.

“Ibu tau dari mana kalo itu saya?” Tanya dia.

Semula, dia malu mengakui bahwa itu adalah dirinya. Jadi, sedikit banyak ada emosi yang tertahan di dalamnya. Dia hanya mengisyaratkan ceritanya dengan nama si A, si B, dan si C, namun dari bahasanya, tampak jelas bahwa dia sedang memproyeksikan dirinya sendiri.

“Udah, nangis aja kalo mau nangis, sini peluk!” Jawab saya dengan membubuhi ’emoticon hug’ untuknya. Lalu, dia menangis sejadinya!

Kejadian tidak menyenangkan yang dialaminya, ternyata menyisakan trauma jangka panjang. Bagaimana tidak, perlakuan buruk teman-temannya telah tersimpan dalam memori jangka panjangnya. Dan, setiap kali mengingatnya, dia menangis dan menangis, menyisakan trauma seumur hidup!

Bullying lainnya dialami oleh mahasiswa saya ketika dia masih duduk di bangku SMP. Bayangkan, bangku SMP hingga bangku kuliah, ada jarak berapa tahun dan dia masih mengingatnya dengan baik!

“Saya dikucilkan, bu! Karena itu, saya jadi takut untuk berangkat ke sekolah! Saya jadi gak mau sekolah karena takut dengan teman-teman saya!” Jelasnya.

“Usually people don’t see beyond the surface of things and cannot understand more other than the obvious; they are used to judging a book by its cover, and that is why they don’t hesitate to bully.” -Maria Karvouni

Benar saja, seringkali seseorang hanya melihat dari ‘cover’ atau ‘sampul’ sebuah buku, hingga lupa bahwa ada isi buku yang masih bias ditelaah lebih jauh. Menilai dari luar inilah yang membuat orang yang ‘merasa’ lebih kuat menjadi berlaku semaunya sendiri. Padahal, sudah jelas bahwa setiap orang mempunyai kelemahan dan kelebihan, sesuai dengan porsinya masing-masing.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dieter & Suzet (2015) dalam jurnal Archives of Disease in Childhood menunjukkan bahwa bullying mempunyai efek jangka panjang, diantaranya adalah korban bullying berada pada peningkatan risiko depresi dewasa muda, berisiko lebih tinggi mengalami pengalaman psikotik pada usia 18 tahun, lebih cenderung memiliki kesehatan umum yang buruk, sakit tubuh serta mengembangkan penyakit serius di masa dewasa muda, status kesehatan yang lebih buruk dan pemulihan yang lambat dari penyakit, serta memiliki risiko lebih tinggi untuk bunuh diri di masa dewasa muda.

Lalu, ketika saya bertanya kepadanya, “Gimana cara kamu ngatasi itu?” 

“Orang tua saya menguatkan saya bu! Pelan-pelan saya mulai berani ke sekolah dan saya menemukan teman-teman yang bisa mengerti saya!”, Jawabnya.

“Bullying is a horrible thing. It sticks with you forever. It poisons you.
But only if you let it.” -Heather Brewer

Family support (dukungan keluarga) dan social support (dukungan sosial) mempunyai peran penting dalam proses healing (penyembuhan) korban bullying. Bagaimanapun, bullying merupakan hal yang mengerikan dan melekat seumur hidup jika kita membiarkannya! Tugas kita adalah menjauhkan diri dari orang-orang yang akan merusak kesehatan mental kita.

“Gak perlu buang waktu dan tenaga hanya untuk orang-orang yang benci kamu. Fokus pada orang-orang yang kamu cintai dan mencintai kamu! Fokus pada pengembangan diri kamu, potensi kamu! Orang-orang tidak baik di manapun tetep ada, seenggaknya kamu udah belajar gimana cara ngatasi orang-orang seperti itu! Okay! Kamu kuat, kamu hebat!” Begitulah kurang lebih pesan saya kepadanya dan perlahan, air mata itu terhenti.

Kadang, kita hanya perlu didengarkan,
dikuatkan, dan dipastikan bahwa kita baik-baik saja.
-Haniffa Iffa

Arsip Terpilih

Related Posts

Welcome Back!

Login to your account below

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.