Pemuda Adalah Pemegang Tongkat Estafet Pembangunan Desa

326
SHARES
2.5k
VIEWS

Ada yang cukup menarik dari diskusi via live instagram bersama Pak Nur Rozuqi (Ketua Forum Sekretaris Desa Se-Indonesia) yang mana beliau juga penggagas Gerakan Desa Merdeka, Lembaga Kajian Desa, dan Padepokan Desa. Di dalam akhir diskusi yang kami namakan tadarus online ini selain bahas seputar BLT Dana Desa, rupanya Pak Nur -sapaan beliau menyinggung mengenai peran kalangan pemuda sebagai penggerak utama dalam pemberdayaan desa, terlebih lagi ikut serta aktif berpartisipasi dalam Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD).

Kampusdesa.or.id–Generasi lama kadang sulit menerima informasi baru untuk menunjang ekonomi desa melalui BUMDES agar tidak hanya mengandalkan anggaran desa. Sebenarnya salah satu dalam pedoman penganggaran itu sudah diarahkan oleh pemerintah. Ada lima pos anggaran. Dalam kondisi normal hanya ada empat pos. Namun dalam kasus pandemi atau bencana lain ada pos lain berupa program kondisi darurat.

RelatedPosts

Jadi dalam nomenklatur APBDes itu udah ada pos-pos nya. Pertama, pos bidang penyelenggaran pemerintahan (urusan insentif, gaji, pelayanan, ATK, sarana prasarana). Kedua, bidang pembangunan baik fisik maupun non fisik, seperti pembangunan di bidang kesehatan, pendidikan, infrastruktur include bidang pemukiman dan bidang telekomunikasi. Ketiga, bidang pembinanan masyarakat. Sosialisasi terkait program-program pemerintah dan regulasi-regulasi pemerintah. Keempat, bidang pemberdayaan. Pada bidang ini lebih kepada ekonomi produktif, keteampilan. Misalnya meningkatkan kapasitas kapasitas pemuda di bidang olahraga, keterampilan, pelatihan kerja. Juga untuk perempuan ada home industri dan BUMDes. Kelima, bidang darurat. Kalau dulu memakai anggaran cadangan. Sekarang sudah dianggarkan sendiri buat jaga-jaga saat kondisi insendental.

Pentingnya Melibatkan Generasi Muda dalam Penganggaran

Anggaran dana desa itu salah satu prioritasnya adalah untuk meningkatkan kualitas masyarakat terutama pemuda desa. Selama ini fokus desa mayoritas orentasinya menganggarkan masih berpikir tentang pembangunan fisik saja. Banyak desa yang justru pos untuk pembinaan masyarakat tidak dianggarkan. Itu berarti membuktikan pemerintah desa tersebut tidak peduli terhadap peningkatan kapasitas masyarakatnya. Mereka tidak berusaha hadir di tengah masyarakatnya untuk memberikan pencerahan dan informasi tertentu.

Kemudian pemberdayaan masyarakat juga begitu. Jika sangat kecil prosentasenya, maka itu berarti pemerintah desa tidak menghendaki masyarakatnya berkembang perekonomiannya, kesejahteraannya, dan kualitas hidupnya. Hal ini bisa dilihat dari data APBDes desa tersebut, hanya menganggarakan dua pos yakni untuk penyelenggaran pemerintahan dan pembangunan fisik. pemberdyaan dan apalagi pembinaannya tidak ada. Berarti kan pemerintah desa tidak pernah hadir.

Kebanyakan beralasan jika anggaran hanya dilarikan ke pembangunan fisik lebih mudah pelaporannya, mudah ini itunya. Nanti semisal untuk pembinaan laporannya lebih rumit. Semisal pembinaan harus mengundang orang, butuh surat undang, konsumsi butuh stempel dari warung, jadi ribet, dan ujung-ujungnya berpikir tidak dapat cipratan apa-apa dari situ.

Diterima atau tidak oleh para pemangku desa, sampai hari ini pemerintah desa banyak yang enggan hadir di tengah masyarakatanya. Itu dapat dibuktikan di nomenklatur APBDes nya. untuk program pembinaan masyarakat sangat rendah bahkan ada yang tidak memrogramkan sama sekali. Pemberdayaan yang sangat kecil anggarannya. Bahkan di bidang pembangunan sendiri lebih banyak difokusnya pada fisik, untuk bidang pendidikan dan kesehatan ini rendah. Bagaimana sekarang nasib guru PAUD, disabilitas, dan Posyandu tidak terurus. Padahal ada anggarannya dan harus dipakai.

Baca Juga:

Bantuan Langsung Tunai Dana Desa Menurut Ketua FORSEKDESI
Pemuda sebagai Informal Leader: Penggerak Masyarakat Menuju Desa Lebih Baik
Desa dan Komunikasi

Jika tidak dianggarkan, masyarakat sangat bisa mengajukan terkait peningkatan SDM. Namun secara normal jika pemerintah desa itu peka dan cermat terhadap kebutuhan dan pro rakyat, pasti tetap dianggarkan pun tanpa adanya pengajuan dari warganya. Selebihnya masyrakat bisa terbuka dan mengusulkan lewat Musrembang yang diadakan oleh Pemerintah Desa.

“Di Musrembang nanti akan diundang dari perwakilan Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD). Ada karangtaruna, PKK, ada Linmas, RT, RW, ada dari Posyandu, dan macam-macem,” terang Pak Nur Rozuqi.

Di sinilah momen tepat merumuskan angaran-anggaran dan rencana kebutuhan selama setahun dan dalam Musrembang ini hasilnya akan diusulkan oleh pemerintah desa dan bisa dipakai untuk merumuskan penyususnan RKP oleh yang namanya tim sebelas. Lalu hasilnya diajukankan lagi oleh Kepala desa kepada BPD untuk membuat rancangan RKPDes dalam Musrembangdes.

Di dalam pelaksanaan Musrembangdes, BPD juga mengundang tokoh-tokoh masyarakat, tokoh-tokoh pendidikan, dari institusi di desa (ormas) atau tokoh-tokoh personal karena kemampuannya, atau bisa dikatakan stake holder-nya. Dan di musyawarah inilah kesempatan mendorong masyarakat yang diwakili para tokoh untuk berpartisipasi aktif. Karena cara melaksanakan pembangunan desa yang benar adalah berbasis partisipatif.

Tapi faktanya masih banyak desa yang tidak melaksanakan atau melalui langkah ini. Kebanyakan yang menentukan anggaran dan perencanaan hanya kalangan elitis-elitis saja tanpa melibatkan warganya. Akibatnya program yang diterima tidak partisipatif, masyarakat hanya menjadi penonton, tidak dijadikan subyek sehingga menjadi tidak merasa memiliki (tidak ada sense of belonging).

Seandainya masyarakat terutama pemudanya dilibatkan, maka tidak akan ada pengajuan proposal setiap kegiatan yang ada di desa. Tidak perlu mengemis minta sumbangan swadaya dan mencari donatur ke sana sini. Jika dilibatkan dalam mustrembang, pasti dengan sendirinya akan masuk otomatis sudah dianggarkan di awal.

“Sebagai contoh saat musrembang bisa bilang: Ini pak, ada tawaran dari karangtaruna program butuh dana sekian…” kata Pak Nur Rozuqi mencontohkan.

Akan tetapi jika mereka tidak pernah diundang ya tidak terkover di anggaran. Dan ini masih terjadi dan banyak yang tidak tahu. Padahal dalam penyusunan RKPDes dan APBDes ada tim penyusun harus terdiri dari perangkat; kaur perencanan, sekdes, LPM, pemuda desa, dan unsur perempuan (PMK). Mereka harus terlibat semuanya. Namun, apabila masih muncul kegiatan kok mengajukan proposal ke Kades, ini jelas ada yang salah dalam suatu mekanismenya.

Tidak bisa dipungkiri jika terjadi demikian, beragumen seperti apapun pemerintah desa tetap bisa disalahkan. Karena faktanya unsur-unsur tadi tidak dilibatkan. Ada fase atau tahapan yang tidak dilalui. Pemerintah desa tidak menerapkan pembangunan parsipatif tapi elitis.

Pemuda adalah Generasi Masa Depan

Karangtaruna sekarang juga sering diabaikan oleh para sesepuh atau elitis yang punya jabatan, karena dianggap belum punya andil atau jasa terhadap desa. Maka ini sungguh keliru. Karena di dalam pelaksanakan kegiatan di desa, karangtaruna harus dilibatkan karena menurut peraturan sekarang ini, karangtaruna termasuk dalam salah satu struktur Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD). Berdasarkan peraturan Menteri Dalam Negeri No 18 Tahun 2018 yang mengatur unsur LKD ada PKK, LPM, Posyandu, termasuk karangtaruna masuk di dalamnya.

Jika di desa ada pembangunan, pasti memerlukan tim namanya TPK (Tim Pelaksana Kegiatan). Membangun lapangan pasti karangtaruna yang terlibat di sit, contoh pelatihan keteramilan perempuan, maka PKK yang dilibatkan (kasarannya dimasukan sebagai panitianya). Karena mereka yag lebih tahu kebutuhan dan agar tepat sasaran. Jadi jika menyangkut persoalan pemuda, dari kalangan mereka dipercaya atau dipasrahi pasti lebih ngerti karena generasinya beda.

Kalau di desa sampai tidak melibatkan generasi mudanya berarti para pemangku desa tidak peduli terhadap masa depan. Berarti tidak paham bahwa generasi ke depan adalah milik pemuda buka generasi tua. Ini yang harus dipahami.

Kalau di desa sampai tidak melibatkan generasi mudanya berarti para pemangku desa tidak peduli terhadap masa depan. Berarti tidak paham bahwa generasi ke depan adalah milik pemuda buka generasi tua. Ini yang harus dipahami.

“Pemerintah di tingkat manapun kalau peduli terhadap bangsa ini maka pasti peduli terhadap pemuda. Karena di pemuda inilah masa depan kita,” kata Pak Nur Rozuqi sedikit keras.

Bagiamana ikut andil meramut desa dengan baik jika sejak muda tidak diajari, di-training. Maka yang terjadi nanti adalah beralih generasi, berubah total pasti generasi muda mengabaikan apa yang sudah dibangun atau ditinggalkan para generasi tua, akhirnya jadi terbengkalai. Sehingga estafet ini harus disiapkan dengan baik, maka yang terjadi adalah adanya regenerasi dan pembangunan berkelanjutan. Maka adanya pengkaderan, pemberian tanggung jawab dan kepercayaan buat estafet program di desa sangatlah penting.

Muncul juga sikap apatis dari generasi muda yang dapat dilihat dari banyaknya anak muda di desa yang lebih memilih di luar, setelah sekolah atau kulah tidak pulang ke desa, dan merantau atau berkarir mencari pekerjaan di luar dengan alasan di desa tidak ada lapangan pekerjaan.

Di sisi lain, muncul juga sikap apatis dari generasi muda yang dapat dilihat dari banyaknya anak muda di desa yang lebih memilih di luar, setelah sekolah atau kulah tidak pulang ke desa, dan merantau atau berkarir mencari pekerjaan di luar dengan alasan di desa tidak ada lapangan pekerjaan.

Maka ini sebetulnya juga PR pemerintah desa, jika momen anggran dana desa lebih dititik beratkan untuk pemberdayaan keterampilan. Salah satunya potensinya dapat membuka lapangan pekerjaan sendri tidak perlu keluyuran (urban) ke kota. Bisa diajak mengelola BUMDes untuk kas desa, Pasar Desa, berwirausaha melalui UMKM, mendirikan Lembaga Keuangan Mikro (LKM), koperasi, dan lain-lain. Dari sini akan menyerap tenaga kerja. Belum lagi yang ikut andil bergerak di sektor pendidikan, pertanian, peternakan, dan perekonomian lainnya.

Ini sebenarnya yang masuk dalam nawacita presiden, yakni membangun desa dari pinggiran. Bangun dulu kualitas hidup manusianya nanti manusia secara otomatis akan membangun kualitas fisik desa. Maka dibutuhkan orang-orang yang memiliki pemikiran dan mampu mengubah suatu mindset.

“Ayolah kita bangun desa ini dari manusianya bukan fisiknya dulu,” ajak Pak Nur Rozuqi.

Mindset generasi tua dan muda ada gap dan tidak jarang jika generasi muda turut bersuara malah bilang sok pinter dan belum pengalaman. Padahal menyampaikan kebutuhan sesuai kebutuhan generasi sekarang dan perkembangan terkini. Seharusnya aspirasi ini ditampung tidak malah terpaku pada pemikiran secara konvensional.

Peran Pemuda melalui Karang Taruna

Yang menjadi kewenangan oraganisasi pemuda di desa itu adalah karangtaruna, yang mana sudah diatur berdasarkan peraturan menteri dalam negeri No 18 Tahun 2018 tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD) dan Lembaga Adat. Kemudian program dan detil tentang karangtaruna diatur sendiri oleh Kementerian Sosial No 25 Tahun 2019. Habis itu ada PDPRT nya berdasarkan peraturan menteri. Jadi keliru jika ada karang taruna rapat mau membikin ADRT sendiri.

Karangtaruna harus punya SK, sama seperti RT/RW, PKK. SK nya dari kepala desa dan ada periodesasinya. Karangtunadesa mati atau dimatikan itu pertanda masyarakat di desa tersebut tidak peduli dengan masa depannya sendiri. Jika di desa kok tampak belum pernah disentuh sama sekali, maka harus ada keberanian untuk melibatkan diri.

“Berperan aktiflah para pemuda, karena Anda lah pemilik masa depan desa ini. Kalau tidak dilibatkan, pro aktif. Karena di situ ada banyak anggaran yang bisa digunakan untuk pemuda. Karena apa? Yang dimaksud dengan pemuda di sini jangan sampai menjadi obyek. Saya lebih suka jika pemuda menjadi subyek daripada pembangunan,” kata Pak Nur Rozuqi menghimbau.

Sejarah negara kita ini sudah membuktikan berualang kali. Revolusi Indonesia identik dengan gerakan pemuda. Mulai dari Budi Utomo, Sumpah Pemuda, proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus, berdirinya Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) dan Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), serta adanya Reformasi yang juga digawangi oleh anak-anak muda.

Sejarah negara kita ini sudah membuktikan berualang kali. Revolusi Indonesia identik dengan gerakan pemuda. Budi Utomo tahun 1908, Sumpah Pemuda tahun 1928, 17 Agustus juga pemuda. Seandainya para pemuda tidak menculik Ir. Soekarno ke Rengasdenglok, maka tidak akan terjadi proklamasi kemerdekaan Indonesia. Ada lagi tahun 1966 para generasi muda melopori berdirinya Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) dan Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), serta pada tahun 1998 adanya Reformasi yang digawangi oleh anak-anak muda.

Itu bukti riil, bahwa perubahan yang mendasar pada kondisi jalannya pemerintahan di negara ini adalah tidak luput dari peran pemuda. Maka, di desa pun harus memakai analogi itu. Jika anda diam atau cukup legowo dengan menjadi penonton, maka Anda tidak punya masa depan. Desa anada akan stagnan.

Termasuk dalam penanganan kondisi darurat Covid-19 ini. Teman-teman muda seyogyanya ikut terlibat aktif dalam menangani. Tidak hanya ikut terlibat di lapangan, tapi juga terlibat dalam perencenaan. Sehingga tahu persis dan dapat berlatih bagaimana me-manage sebuah penganggaran kegiatan.

“Tidak perlu bingung dengan banyaknya regulasi akhir-akhir ini untuk mengkover. Kita kalau berprasangka baik (khusnudzon) bahwa regulasi yang diperuntukan untuk desa sebelum ada Covid-19 sebenarnya sudah cukup mewadahi,” tegas Pak Nur Rozuqi.

Pemuda harus berpartisipasi dan tidak apatis terhadap pembanguan di desa. Karena kontribusi melalui inovasi dan gagasan dari generasi muda sangat diperlukan dalam kemajuan desa. Pemuda juga harus ikut mengawal dana desa dan menyelamatkan desa dari penyamun-penyamun uang rakyat. Pada akhirnya, pemuda adalah pemegang tongkat estafet pembangunan di desa.

Terimakasih.

Arsip Terpilih

Related Posts

Welcome Back!

Login to your account below

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.