Menggagas Perguruan Tinggi Alternatif Berbasis Desa

326
SHARES
2.5k
VIEWS

Berbagai peristiwa yang dimuat dalam media massa akhir-akhir ini sungguh sangat membuat prihatin kita semua, berbagai masalah yang diekspos seolah tanpa ujung dan tidak bisa diselesaikan untuk diperbaiki, mulai dari korupsi yang kian merajalela, tingkat kemiskinan yang terus naik, kenakalan remaja yang tak terkendali, peredaran narkoba yang semakin dekat dengan lingkungan keluarga, penegakan hukum yang tidak serius sehingga terkesan seperti drama opera sabun, daya saing bangsa yang semakin melemah bila dibandngkan dengan negara lain salam kawasan regional maupun internasional  dan masih masih banyak lagi masalah lainnya. Salah satu pangkal yang seringkali disebut sebagai penyebab terjadinya berbagai macam masalah tersebut diatas adalah rendahnya kualitas pendidikan Indonesia dan terlebih yang sering disorot adalah kualitas pendidikan tinggi di Indonesia.

Berdasarkan data yang dirilis Pusat Data dan Informasi Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti), di Indonesia saat ini terdapat  4536 perguruan tinggi dengan berbagai macam bentuk mulai dari universitas, institut hingga akademi dan memiliki 25023 Program Studi. Dengan banyaknya perguruan tingggi serta program studi tersebut amat disayangkan belum mampu menyeselesaikan berbagai macam permasalahan yang ada di Indonesia, karena manajemen perguruan tinggi yang semakin terfokus pada masalah capaian reputasi berbasis administrasi dan nihil substansi keilmuan di sana sini. Hal tersebutlah yang menjadi penyebab para lulusan perguruan tinggi gamang untuk bisa berkiprah di masyarakat maupun dunia kerja setelah lulus dari dari perguruan tinggi. Mempertimbangkan berbagai hal tersebut, menurut hemat penulis perlu dipikirkan model pendidikan tinggi alternatif yang berakar pada karakter khas Bangsa Indonesia.

RelatedPosts

Pendidikan Tinggi Alternatif

Indonesia merupakan negara yang sangat besar, hal tersebut ditunjukkan dengan jumlah penduduk yang mencapai 250 Juta, memiliki puluhan ribu suku, ribuan bahasa dan banyak agama maupun aliran kepercayaan, sehingga Indonesia bisa dikategorikan negara yang paling plural diantara negara-negara di dunia. Jumlah penduduk yang seperempat milyar tersebut menempati desa atau kelurahan di Indonesia yang berjumlah 83184 berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 56 Tahun 2015.  Mengingat banyaknya jumlah desa tersebut sangatlah memungkinkan bahwa sebagain besar permasalahan terjadi di desa dan membutuhkan penyelesaian dengan sentuhan ala pendidikan tinggi. Sehingga perlunya pendidikan alternatif yang menjadikan desa sebagai orientasi utamanya.

Perguruan tinggi pada dasarnya memiliki 3 fungsi atau yang biasa disebut sebagai Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian Masyarakat seperti yang diatur dalam Permenristekdikti No.44 Tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Permenristekdikti tersebut dibuat dengan maksud untuk mendapatkan capaian yang terstandar dalam pengelolaan pendidikan tinggi, namun nalam pelaksanaannya, Permenristekdikti tersebut terkesan hanya dijadikan target capaian formal administratif secara kuantitatif maupun kualitatif, sehingga hasil luaran implementasinya masih jauh panggang daripada api serta mengahsilkan lulusan yang bukan bisa untuk menyelesaikan permasalahan bangsa akan tetapi menambah masalah bangsa.

Rancangan Pendidikan Tinggi Berbasis Desa

Setiap desa memiliki potensi dan karakter uniknya masing-masing, oleh karena dalam merancang desain pendidikan tinggi alternatif berbasis desa wajib mempertimbangkan hal tersebut, sehingga secara kelembagaan desa diposisikan seperti program studi, sehingga semua business process terpusat di desa dengan mengedepankan prinsip dari desa, oleh desa dan untuk pengembangan desa.

Sebagai Pendidikan alternatif, tentu hal yang harus atau perlu ada pun tentu tidak serumit dengan pendidikan formal, proses perkuliahan akan dilaksanakan seperti penggunakan sistem blok, filosofi dari sistem blok ini adalah “apa yang dikatakan, langsung dikerjakan/dipraktekkan”, maksudnya adalah sistem ini harus tuntas dari mulai pembelajaran teori hingga dipraktekan secara tuntas. Sistem blok tidak mengenal teori saja tetapi teori tersebut harus diaplikasikan dalam praktik di lapangan. Model evaluasi dilakukan secara langsung ketika proses pembelajaran atau lebih diikenal istilah autentic assessment.

Tenaga pendidik atau mentor dalam perkuliahan direkrut berdasarkan keahlian yang dimiliki sesuai dengan kebutuhan para peserta perkuliahan, syarat utama sebagai tenaga pendidik dalam perkuliahan haruslah orang yang ahli dalam pekerjaannya atau bidangnya, misalnya guru, Ustadz,  pemilik bengkel, petani, pedagang, tukang cat atau keahlian lainnya, dan tidak terdapat syarat wajib telah menempuh jenjang pendidikan tertentu. Apabila di desa belum tersedia tenaga pendidik yang dibutuhkan bisa dilakukan perekrutan relawan yang bersedia untuk mengajar sesuai dengan target pembelajaran yang telah ditetap.

Sebagai penciri bahwa perguruan tinggi alternatif berbasis desa memenuhi kualifikasi jenjang pendidikan tinggi, maka harus dipastikan bahwa dalam menentukan capaian pembelajaran telah sesuai minimal dengan level 6 kerangka kualifikasi nasional indonesia (KKNI). Dan akhirnya gagasan dilaksanakan perguruan tinggi alternatif berbasis desa merupakan tawaran solutif untuk membantu menyelesaikan kompleksnya permasalahan yang ada di negeri yang kita cintai ini melalui pendidikan tinggi alternatif yang sesuai dengan kearifan lokal dan mempersiapkan generasi bangsa berkiprah di kancah nasional dan internasional. Wallahua’lam Bisshowab

*Dosen UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Inisiator kampus desa Indonesia

Arsip Terpilih

Related Posts

Welcome Back!

Login to your account below

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.