Mengapa Arab Bukan Tempat Kamu Mudik ?

325
SHARES
2.5k
VIEWS

Benar adanya Arab adalah tempat Islam diturunkan. Pemahaman kontekstual tentang Islam di Arab juga menjadi salah satu yang melengkapi khazanah praktik Islam. Namun, Arab bukan tempat kita kembali. Apalagi tujuan mudik kita. He he he. Kita terlahir dari tanah air Indonesia. Persemaian kekuatan kita tentunya adalah hasil kreatif perjumpaan Islam dalam konsep dan aplikasi dengan kampung halaman Indonesia. Wajah baru kita adalah tetap mengapitalisasi khazanah kekayaan Indonesia sebagai kekuatan bangsa dalam identitas muslim yang bertaut erat menjadi Indonesia.

Saya sudah agak lama menemukan pikiran sebagaimana judul tersebut terutama menyangkut pembelaan tanah air dan pola “de-tanahairisasi” menggunakan Arabisme. Ketika Arabisme berhasil dikooptasi oleh kepentingan tersembunyi pada mayoritas bangsa Indonesia, atau setidaknya kekuatan yang mampu mengambil alih pengaruh kekuasaan sehingga ibu pertiwi ini tidak lagi perlu dibela, kok saya pikir-pikir Arabisme senyatanya adalah imperialisme dengan senjata agama guna melemahkan pertahanan mental bangsa Indonesia.

Untung saja masih banyak umat Islam, utamanya seperti NU, Muhammadiyah dan yang saya tahu juga ada Syiah, Ahmadiyah masih menganggap Islam di Indonesia memiliki akar yang kuat di Ibu Pertiwi. Entah itu dinamakan Islam Nusantara atau Islam dengan berbagai konsep yang melatarbelakangi berdirinya negara ini meski tanpa negara agama tetapi dasar ideologisnya kokoh dipancari nilai-nilai Islam.

RelatedPosts

Kalau sudah tidak membela mati-matian tanah air ini maka pertahanan mental Indonesia menjadi rapuh

Mengapa saya berpikir Arabisme sebenarnya adalah imperialisme bersenjata agama. Begini rasionalisasi yang berhasil saya otak atik gatuk. Ketika kegilaan Arabisme (aliran dan mazhab) sudah menjadi mental baru, maka orientasi pikiran sebagian bangsa Indonesia utamanya sebagian saja dari umat muslim Indonesia, kok saya angan-angan terus, lek iki podo karo strategi mengikis nasionalisme dan mencintai tanah air. Jika orang sudah berpikir Arab, Arab dan Arab maka orientasi kepribumiannya akan terkikis. Kalau sudah tidak membela mati-matian tanah air ini maka pertahanan mental Indonesia menjadi rapuh. Apalagi alangkah senangnya ketika Arabisme telah terideologisasi maka akses atas SDA bisa terlupakan oleh pemiliknya sendiri.

Lah dalah, sing ngepek lek ngono sopo. Yo imperialisme kapitalis yang untung. Bangsa ini kemudian ribut melulu mengenai cara berislam tetapi EGP soal SDA yang dikelola imperialis. Imperialis yo ngguyu nyawang wong Indonesia seneng koar-koar agomo, sampek lali aset negoro iku digondol sopo. Kalau rewel sedikit, yang gembor-gembor Arabisme itu dikasih jatah memodali agama yang dia bela mati-matian itu sudah klimpungan buta aset bangsa. Trus sopo sing jingkrak-jingkrak ? Sopo jale.

Pribumisasi dan Islam Nusantara Jangan dipahami hanya tafsir

Jikalau seseorang itu sudah tidak memiliki akar kelahiran, mereka tidak akan memiliki perlawanan untuk membela tempat kelahirannya. Sama dengan orang yang tidak lagi memiliki Bapak/Ibu yang menetapkan jiwa raga mereka dalam konsep tanah kelahiran dan tambatan kampung halaman, maka mereka tidak begitu peduli bela-belain siapa yang membesarkannya dan perjuangan untuk tetap menyintai kampung halamannya.

Coba saja deh dilihat sekarang. Jutaan warga Indonesia mudik. Mereka berjibaku, berjuang dengan materi dan tentu sepenuh jiwa yang ditambatkan untuk terpaut erat menuju kampung halaman. Tempat mereka berpijak sejak kecil.

Mudik menjadi perjalanan mengukir keagungan diri dan mereproduksi aneka cerita sukses. Akar kekerabatan menguat kembali dan tidak bisa dicerai-beraikan.

Mereka mudik ke kampung halamannya. Mereka membela asalinya. Hari Raya kemudian menjadi momentum mendulang jiwa kerinduan terhadap kampung halaman. Mudik menjadi perjalanan mengukir keagungan diri dan mereproduksi aneka cerita sukses. Akar kekerabatan menguat kembali dan tidak bisa dicerai-beraikan. Seseorang yang menghargai tempat tinggalnya maka dia akan mampu menghargai dan menjunjung tinggi kelahirannya. Begitulah jikalau azas tempat kelahiran telah terpaut dengan hati itu, maka orang lain tidak mungkin akan diberi keleluasaan untuk mengeksploitasinya.

ketika Arabisme telah mencerabut secara mental dari pembelaan terhadap tanah kelahiran maka bangsa Indonesia akan mudah dicengkeram oleh kekuatan besar dari luar.

Indonesia adalah kampung halaman. Ia berisi ukiran yang berharga. Kampung halaman yang mampu mengapresiasi menjadi karya dalam memperkuat kepemilikan akan tanah kelahiran. Jadi ketika Arabisme telah mencerabut secara mental dari pembelaan terhadap tanah kelahiran maka bangsa Indonesia akan mudah dicengkeram oleh kekuatan besar dari luar. Ibaratnya secara mental pertahanan diri sebagai bangsa telah berhasil diruntuhkan.

Gus Dur mudik ke kampung halaman dan menemukan keaslian bangsa ini. Dia gunakan menjadi strategi baru membangun bangsa yang mampu menghidupkan aset sendiri demi ketahanan dan kesejahteraan bangsa.

Jadi kalau Gus Dur telah menggagas Pribumisasi Islam dan orang-orang mayoritas NU menggelorakan Islam Nusantara maka pilihan itu bukan sekedar tafsir, melainkam upaya selalu membangu ketajaman mentalitas bangsa ini agar Islam tetap bertaut sangat erat dengan kepemilikan kampung halaman. Saya berkesimpulan pemikiran dan langkah progresif Gus Dur selalu memiliki keterpautannya dengan penalaran historis yang begitu kuat. Contohnya tentang mengangkat Menteri Kemaritiman tidak lain adalah kesadaran historis Gus Dur yang diambil dari kisah klasik bahwa nenek moyang bangsa Indonesia sebagian besar adalah pelaut. Gus Dur mudik ke kampung halaman dan menemukan keaslian bangsa ini. Dia gunakan menjadi strategi baru membangun bangsa yang mampu menghidupkan aset sendiri demi ketahanan dan kesejahteraan bangsa.

Gus Dur secara metodologis tidak mengajak mudik umat Islam ke Arab. Gus Dur mengajak mudik ke sejarah bangsa ini dan menemukan kekuatan mengelola tata ketahanan mental bangsa dan menjadikannya sebagai aset yang menyejahterakan semua. Gus Dur sungguh menjadi ahli strategi pertahanan ketika pemikiran dan langkah progresifnya dijangkarkan dari hasil pengkajian sejarah kekuatan bangsa ini. Dengan begitu pribumisasi Islam tidak hanya tentang tafsir Islam Indonesia tetapi sebuah kekuatan mengelola kekayaan bangsa ini dengan cerdas dan berdaya saing.

Dengan begitu pribumisasi Islam tidak hanya tentang tafsir Islam Indonesia tetapi sebuah kekuatan mengelola kekayaan bangsa ini dengan cerdas dan berdaya saing.

Apakah Anda akan mudik ke Arab, atau sepenuhnya sadar bahwa kampung halaman tempat kita mudik sebenarnya membisikkan sebuah aset, bahwa kelolalah kampung halaman kita sampai dititik terang bahwa kita memiliki kekuatan membangun mentalitas menjadi bangsa dan punya daya saing.

Picture of Mohammad Mahpur

Mohammad Mahpur

Ilmuan Psikologi Sosial, Peace Activist and Gusdurian Advisor, Writer, Pemberdaya Masyarakat dan Komunitas. Founder Kampus Desa Indonesia. Memberikan beberapa pelatihan gender, moderasi beragama, dan metodologi penelitian kualitatif, khusus pendekatan PAR

Arsip Terpilih

Related Posts

Welcome Back!

Login to your account below

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.