Kupas Tuntas Perlindungan dan Strategi Pemberdayaan Petani

Seperti dalam jadwal agenda awal di hari kedua  (29/7) ini adalah Sarasehan Nasional II yang membahas tentang arus utama perlindungan dan pemberdayaan petani. Semenjak pagi hari, nampak peserta masih sangat antusias mengikut agenda ini. Adapun yang menjadi narasumber di Sarasehan Nasional II ini disampaikan oleh Arif Lukman Hakim Dosen Universitas Raden Rahmat Malang dan Rahadi dari Susdec LPTP.

Kegiatan Sarasehan Nasional II ini secara spesifik lebih menerangkan tentang peran pemerintah dalam memberdayakan produktivitas petani, serta meningkatkan kemandirian petani, seperti  mendaur ulang benih sebagai basis dari pertanian organik.

RelatedPosts

Permulaan materi, Arif menjelaskan tentang problematika pertanian. Banyaknya petani yang terlalu ketergantungan dengan benih-benih murni, lalu tidak berusaha mendaur ulang benih benih sebagai salah satu contohnya. Hal itu membuat persawahan mengalami penurunan dalam proses produksi, sebab liarnya hama dari pemupukan yang salah.

Untuk mewujudkan hal itu, peran pemerintah menjadi penting dalam bersinergi bersama petani. Hanya saja, persoalan hari ini adalah kehidupan masyarakat pedesaan khususnya petani hanya dinilai dari angka-angka pembangunan. Akibatnya, banyak bantuan dan pemberdayaan yang diberikan oleh pemerintah terkadang tidak sesuai dengan keinginan petani dan kebutuhan pertanian mereka.

“Seharusnya petani dapat mengembangkan sendiri pupuk yang mereka butuhkan sesuai kondisi lahan pertanian mereka. Jika kemudian petani dapat mendaur ulang sendiri, hal itu memungkinkan petani menghasilkan benih dan pupuk sendiri. Maka bukan hanya kemandirian petani yang terbangun, peningkatan produktivitas pertanian pun akan tercapai,” Tutur Arif.

Di akhir penyampaian materinya, Arif menambahkan tentang beberapa urusan penting petani. Ada tiga urusan petani; urusan pertama adalah ketersediaan tanah, tanpa tanah petani hanya akan menjadi buruh tani. Urusan kedua Ilmu, Petani juga harus memiliki ilmu pengetahuan, Ketiga pasar, di tengah arus modernisasi yang makin deras, petani sekarang harus mencoba mengembangkan jaringan pasar secara mandiri, agar tidak selalu ketergantungan terhadap labilnya harga yang berkisar di pasar.

Hadirnya pemerintah kadang tidak tepat pada kebutuhan para petani. Ini menjadi penting sebagai evaluasi bersama, untuk kemudian berbondong-bondong menciptakan jaringan pasar dan memproduksi sendiri.

“Petani dibiarkan bertarung bebas di tengah pasar bebas, tidak ada perlindungan terhadap hak-hak petani. Hadirnya pemerintah kadang tidak tepat pada kebutuhan para petani. Ini menjadi penting sebagai evaluasi bersama, untuk kemudian berbondong-bondong menciptakan jaringan pasar dan memproduksi sendiri. Sehingga nanti kemandirian petani mampu terbangun, tanpa bergantung dengan kehadiran investasi dan para elite berkepentingan,” Pungkas Arif.

Sementara itu, Rahardi selaku pemateri selanjutnya membahas terkait perlindungan petani dan pengakuan hak-hak petani. Menurutnya, sejauh ini persoalan yang paling subtansial dari sekian banyak masalah adalah tidak adanya perlindungan terhadap petani.

Banyak bibit baru yang ditemukan petani, namun tidak bisa dikembangkan tanpa adanya proses legal (sertivikasi) dari negara, sehingga sangat menghambat ketersampaian hak pokok petani

Menanggapi hal itu, Rahadi memberikan saran kepada peserta Sarasehan Tani, agar petani tetap percaya diri dengan modal pengetahuan dari dirinya sendiri. Seperti pengetahuan tentang proses pembibitan, pemberdayaan tanaman, hingga pemberian pupuk.“Petani mendapatkan banyak masalah tapi tidak lindungi oleh Negara, sedangakan Negara justru hadir dengan posisi yang represif. Banyak bibit baru yang ditemukan petani, namun tidak bisa dikembangkan tanpa adanya proses legal (sertivikasi) dari negara, sehingga sangat menghambat ketersampaian hak pokok petani,” Ungkap Rahadi.

Saat ini banyak dipersuasi oleh produk pestisida yang merusak produktivitas lahan, lahan tidak lagi subur sebagaimana dahulu, alias mandek. Karenanya, semua kalangan yang hadir di acara ini, terutama kalangan intelektual harus mampu bersinergi dengan para petani, belajar bersama petani, hidup bersama petani, dan memulai dengan apa yang mereka miliki (baca: petani). (HA)

Arsip Terpilih

Related Posts

Welcome Back!

Login to your account below

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.